06 • Tidur.

22 2 0
                                    

*19:24*

Athaya Nandhira : Apaan si?

Tidak lama dari itu, pesan yang Athaya kirim sudah dibalas oleh Anindya.

*19:35*

Anindya : Ya ngga sih, gue cuman nanya

"Huft," tanpa sadar Athaya menghembuskan nafasnya dengan lega.

*19:40*

Athaya Nandhira : Gajelas sih

Athaya mematikan ponselnya, lalu ia kembali beralih ke soal matematika yang masih belum ia temukan jawabannya.

•••

Pagi hari ini tampaknya matahari sedang malu-malu untuk memperlihatkan cahayanya, tidak seperti biasanya, jika sudah pukul 07.30 biasanya cahaya matahari sudah terang benderang.

Nampaknya cuaca hari ini sangat mendukung dan pas dengan suasana hati Athaya hari ini, entah-lah ia sedang tidak karuan, moodnya sedang tidak bagus hari ini.

Athaya berjalan di koridor sekolah sendirian, dengan bibir yang agak di tekuk dan tangan yang sedikit mengepal.

Heran, mengapa moodnya jadi kurang baik hari ini? Padahal hari ini ada pelajaran matematika, jika mood Athaya seperti ini biasanya ia akan kesusahan untuk menjawab soal matematika.

"Aw!" Athaya meringis kala ia merasakan ada seseorang yang menginjak sepatunya.

"Jalan lihat-lihat dong, untung tali sepatu di iket, kalau ngga nanti kan gue jatoh!" Athaya memaki seseorang yang berada di hadapannya, ia belum melihat tampangnya sih, karena lelaki itu terlalu tinggi dan Athaya hanya sebatas pundak lelaki itu.

Athaya menengadahkan kepalanya, ingin tahu sebenarnya siapa yang menginjak sepatunya, mood sedang kacau sekarang tambah kacau lagi.

Lelaki di hadapannya melihat Athaya dengan alis yang mengkerut, matanya indah sekali.

"Ganteng," ucap Athaya dalam hati, lalu ia sedikit tertawa karena ulahnya sendiri.

Lelaki itu tambah mengerutkan alisnya, "Dih sarap ni orang, tadi ngedumel sekarang cekikikan."

"Minta maaf kek, kalau orang tuh ya minta maaf kalau ngga berarti lo bukan orang." Athaya berucap dengan volume suara yang sangat kecil, berharap bahwa lelaki dihadapannya ini tidak mendengar apa sumpah serapah yang telah ia ucapkan, namun faktanya tidak.

"Maksud lo, gue bukan manusia?"

Athaya terperanjat, bola matanya refleks membulat, "Ngga, kok. Siapa yang bilang sih?"

Lelaki itu tertawa, menampilkan smirknya yang menyebabkan Athaya merinding sendiri dibuatnya, "Terus lo fikir gue ngga denger?"

"Anak kelas berapa, lo?" lanjutnya.

"Yah yah, ini kakak kelas nih pasti," Athaya tertawa kikuk sembari menyumpah serapahi dirinya didalam hati, "Kok gue asal ngomong aja si?"

"Jawab." ulang lelaki itu, tegas sekali.

"Nggg---," Athaya berujar kikuk, "Sepuluh mipa satu, kak."

Lelaki itu mengangguk.

"Soal sepatu lo yang gue injek, sorry, gue ngga sengaja," lelaki itu berdeham sesaat, "Waktu gue terkuras sepuluh menit akibat ocehan lo, lain kali jangan terlalu banyak ngedumel."

Sesudah berbicara seperti itu, lelaki itu meninggalkan Athaya sendiri di koridor sekolah, sedangkan Athaya masih celingukan sendiri.

Akhirnya, Athaya memilih untuk melanjutkan jalannya supaya cepat sampai ke ruangan kelasnya, tanpa sadar senyuman manis melekat di bibirnya, tidak ada lekukan dan muka mengesalkan lagi, tapi sekarang sebaliknya.

•••

Detik dan menit berlalu, Athaya sudah sampai diruangan kelasnya, ia mengembangkan senyumannya, sehingga pipi chubbynya menggumpal dan membuat matanya menyipit, lucu.

"Anin, lo udah dateng?" ucap Athaya basa-basi.

Anindya mendelik, "Ya kayak yang lo liat aja."

Athaya hanya mengangguk lalu ia duduk dengan posisi yang sangat manis di bangkunya, tak lama dari itu ia --- menidurkan kepalanya di atas meja, kebiasaan.

"Dih, masih pagi tidur."

Bukan, itu bukan Anindya yang berbicara tetapi Andrea si raja jahil seantereo kelas sepuluh mipa satu.

Athaya menengadahkan kepalanya dua detik setelah itu ia menidurkan kepalanya kembali, "Ngurusin hidup orang amat."

"Dih," Andrea memasang tampang jijiknya, "Ogah banget ngurusin hidup lo, hih."

Athaya mengacuhkan itu, ia lebih memilih untuk memejamkan matanya, berharap bisa bermimpi dan bertemu dengan pangeran tampan di dalam mimpi itu.

Saat Athaya sedang memejamkan matanya, Anindya dan Andrea saling melemparkan kode, berniat untuk menjahili Athaya.

"THAYA ADA BU TIKA THAYA!" Anindya berucap dengan semangat, suaranya sampai membuat telinga Andrea sakit, sedikit.

Andrea dan Anindya terperangah, keduanya membuka mulutnya tanpa sengaja, reflek.

"Ngga bangun?" Andrea bertanya dengan tampang lugu sembari menunjuk Athaya.

Anindya menatap Andrea dan Athaya bergantian, lalu ia menggelengkan kepalanya.

Andrea menggelengkan kepalanya, takjub dengan Athaya yang belum lima menit sudah bisa masuk ke alam bawah sadar.

"Woy, Bu Tika woy, diem!" ucap salah satu siswa.

"Eh, Bu Tika otw,"

"Suttttttt,"

"Kok ngga ada bel sih, woy?" Andrea bertanya dengan nada yang sedikit tidak santai.

"Lo tau sendiri kan, sebelum bel bu Tika udah masuk kelas biasanya."

Anindya kelabakan sendiri, "Thaya, ada bu Tika, serius gue ini."

"Duh, Thaya!"

Beribu-ribu tepukan --- ralat, berkali-kali tepukan sudah mendarat di kening, pipi, lengan, bahu, dan pundak Athaya, entah ia sedang mimpi indah atau bagaimana, tapi situasinya berbeda, Anindya jadi kesal sendiri jadinya.

Anindya sudah jengkel, akhirnya ia mencubit Athaya dengan cubitan khasnya, "Athaya, bangun buruan!"

Athaya menengadahkan kepalanya sembari menguap, "Apaan sih?"

"Ada Bu Tika, ih kebo amat sih!"

Mendengar itu Athaya membulatkan matanya seratus persen, "Mana?"

"Sutttt, Bu Tika udah deket," ucap salah satu siswa dari meja deretan kedua dekat dengan jendela.

Andrea merubah posisi berdirinya menjadi sedikit miring berniat untuk berbicara kepada Athaya, "Kebo sih, untung Bu Tika ngobrol dulu sama murid di depan."

•••

Sudah chapter 6 😍
Aku berharap sih kalian suka sama ceritanya🙈💕 Liat di notification jarang banget nih ada yang comment dan vote😿😿

Comment dan vote dong, biar saya seneng nih, hehe😌🙊

Ditunggu next chapternya ya, teman🙌

PRESERVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang