Lupa, Kita Hanya Teman.

105 9 4
                                    

“mungkin kali ini, aku ingin berhenti” ucapku seraya menghela nafas. air di pelupuk mataku jatuh bertubi tubi.

“kenapa?” katamu.

aku mendongak. ingin rasanya saat ini aku mendekap ragamu lalu menceritakan betapa rapuhnya aku melihatmu lagi—yang kini telah bersamanya.

“aku...” kalimatku terpotong saat kurasakan jemarimu menyisir halus rambutku seakan meyakinkan semuanya baik baik saja—namun tidak. tidak ada yang baik baik saja. kau membuatku begitu rapuh.

“aku.. aku ingin berhenti. aku lelah jika harus terus bertahan ketika hatimu tak mengizinkan kehadiranku sebagai keseharianmu. aku lelah berharap pada hal yang semu. aku tahu kau takkan datang, kau takkan peduli perihal rasaku ini. bahkan ketika rasaku telah mencapai puncaknya, kau melangkah pergi bersama seorang gadis yang kini kau cintai sepenuh hati. aku lelah jika harus menggenggam hal yang tak seharusnya menjadi milikku. aku lelah berada bersama ragamu disaat rasamu tak disini bersamaku. aku lelah mencintaimu.. aku ingin berhenti” ucapku menahan tangis yang kian menjadi.

rapuh. terluka. kecewa.
aku ingin berseru mengatasnamakan ketidakadilan yang kurasa.

kau terdiam. menatapku sesaat,
“tapi.. bukankah kita hanya sebatas teman?”

Kata HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang