8.

19 2 0
                                    

***

3 hari yang lalu, Arin diantar pulang oleh Fahmi. Namun ia baru ingat kalau Nuri dan Bunga sepertinya menunggu dirinya. Untung saja ketika ia ingat hal itu, perjalanan belum melewati Walagri Park. Jadi, dia langsung pamit kepada Fahmi.

Pukul 17.00 mereka selesai kuliah. Keluar kampus dengan memeluk buku di dada. Itu semua karena Thalia buru-buru dan membuat yang lainnya pun buru-buru. Pun karena ia akan menceritakan apa yang terjadi kepadanya tadi siang.

Mereka turut senang mendengarnya. Di tengah pembicaraan itu, Indri lewat bersama temannya. Langkahnya seperti biasa namun sikapnya tidak. Matanya menatap sinis kepada Arin. Entah mengapa, namun Arin rasa ada kesalahan yang telah Arin perbuat kepadanya. Tapi apa?

Nuri merasa hal ini ada sangkut pautnya dengan kejadian waktu itu. Ya, dirinya merasa yakin karena sempat mendengar ungkapan kekesalan yang dilontarkan Indri saat itu. Karena apa?

"Indri kenapa sih? Liat akunya gitu banget?", ujar Arin sambil cemberut. "Aku ngerasa gak enak jadinya. Salah aku apa sih?".

Nuri menghela napas. Bunga masih bingung pula dengan apa yang terjadi. Thalia yang tadinya bahagia karena baru saja bercerita, tiba-tiba ikut murung. "Aku tau sebabnya", timpal Nuri.

"Kok, bisa?", Arin bertanya. "Iya nih, cerita dong" , sambung Bunga.

"Huft, gimana ya jelasinnya? Jadi gini gaes, pas kemarin pulang, di jalan  aku liat Indri. Gak tau kenapa mukanya keliatan kayak yang marah banget. Tempat dia berdiri itu jalan yang aku lewatin kalau mau pulang. Aku lewat depan dia tapi dia gak liat aku. Kalian tau kan kalau aku ini tajam banget pendengarannya?

Dia itu ngumpat sendiri : 'apaansi Al, pake anterin Arin segala. Emang dia anak kecil yang gak tau jalan apa? Arin juga, bukannya nolak. Dia tau kali Al itu cowok gue?'. Bingung gak? Dia ngomongnya 'gue' dan lagi yang nganterin kamu kan Kak Fahmi Rin. Jadi, aku rasa dia cemburu".

Suasana sempat hening beberapa detik, "Daebak, cerpen deh", Bunga bertepuk tangan. Otomatis hal yang dilakukannya itu membuat ketiga sahabatnya melirik ke arahnya.

"Ish, berisik", Thalia menyenggol bahu Bunga dan mereka langsung menatap satu sama lain.

Arin terdiam. Apakah karena itu?  Batinnya. Hatinya mencelos saat tahu ia adalah penyebab sinisnya Indri kepadanya. " Ya Allah, aku lupa. Saking senengnya dianterin Kak Fahmi sampai aku lupa kalau dia itu cowoknya Indri", tangannya menutup mulutnya. Kepalanya tertunduk seketika.

"Aku kejam banget ya? Kayak yang nikung gitu", tanpa sadar Arin berucap seperti itu. Sontak ketiga sahabatnya itu menenangkannya dengan menepuk punggungnya. "Enggak kok Rin. Itu bukan salah kamu, udah ya. Jangan galau", mereka memeluk Arin dengan formasi melingkar.

"Sudahlah. Ini hanya masalah cemburu, Rin. Jangan terlalu dipikirin. Kamu kan masih punya kita", Thalia mencoba memecahkan keheningan setelah beberapa saat.

Arin hanya membalasnya dengan anggukan kecil.

***

Baru beberapa detik saja Alfan terduduk di kursi pembeli sambil menikmati sarapan paginya di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota, nada dering notifikasi membuatnya tergerak meraih handphoneku yang tepat di depan mata ini.

Satu pesan masuk.

Jidan : Alfan, Fahmi kecelakaan kemarin malem dan langsung masuk RS. Gue kirimin alamatnya sekarang.

Masuk RS? Innalillahi Fahmi, desis Alfan pelan.

Tanpa menghabiskan sarapannya, Alfan langsung melesat membawa motornya membelah jalanan menuju rumah sakit yang Jidan maksud. Kenapa bisa kecelekaan? Bukannya lo lagi di rumah, Fahmi?  Alfan tak habis pikir akan kelakuan Fahmi. Malam tadi Fahmi bilang kepadanya kalau ia akan membeli sesuatu, tapi Alfan melarangnya karena Fahmi sedikit kurang sehat. Tapi, anak itu bandelnya tidak bisa dicegah oleh siapapun.

Kamu Sang Takdir Yang Ku Nanti {REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang