Sebelum baca, jangan lupa tekan bintangnya.
Happy reading.
--
--
--
Apakah kau tidak mendengarku
Aku sedang menangis saat ini--
--
--
Suara alarm itu terdengar saat jam menunjuk angka enam. Seperti biasa, gadis itu mematikannnya, sebelum berbunyi untuk kedua kali. Dia meregangkan otot-otot tubuh, setelah terbangun dari tidur. Dengan perlahan, dia turun dari tempat tidur. Menyibak gorden kamar yang tepat berada di sebelah kiri tempat tidur. Sinar matahari seketika masuk, membuat ruang yang didominasi warna putih itu menjadi terang.
Gadis itu masih berdiri di tempatnya. Dia memejamkan mata, membiarkan sinar matahari menerpa wajahnya. Selama sekitar sepuluh menit dia membuka mata kembali. Pemandangan kota Seoul adalah hal pertama yang dilihat. Dia tersenyum, memandang jalan yang masih tampak lengang. Begitulah rutinitas pagi gadis itu. Entah mengapa dia tak merasa bosan dengannya.
Dia berjalan pelan menuju ranjang, untuk menata serta membersihkannya. Kemudian berjalan menuju kamar mandi. Setelah sekitar lima belas menit, gadis itu keluar dengan wajah yang sudah tampak segar dari sebelumnya. Dengan mengenakan bathrobe, ia mengambil ponsel yang bergetar. Dia duduk di tepi ranjang untuk mengangkat pangilan ponselnya. "Ya, Eonni. Ada apa?" jawabnya setelah menggeser layar ponsel.
Gadis itu terlihat mengangkat alis, mendengar pembicaraan orang yang menelfon. "Benarkah! Seingatku aku tak punya janji dengannya," jawabnya lagi.
"Kau tidak lupa kan jika ini hari Jumat," tuturnya kembali.
Dia mengusap tengkuk mendengarkan lawan bicaranya. Dia juga mendesah pelan. Sepertinya dia tak sependapat dengan lawan bicaranya. "Tidak bisakah kau mengaturnya untukku."
"Aku tak bisa, Depyonim. Tuan Lee yang memintanya sendiri. Katanya harus hari ini. Besok dia ada kepentingan. Dan lagi waktunya juga sudah mepet, katanya."
"Itu bukan urusanku. Salahnya sendiri, memesannya dadakan. Bilang padanya, aku tak akan datang." Nada bicara gadis itu terdengar marah.
"Anda yakin, Depyonim? Ini merupakan kesempatan langka. Anda akan sangat menyesal jika tak menerima tawaran ini."
"Aku tak peduli."
"Depyonim! Ayolah! Ini bisa jadi kesempatan untuk membuktikan jika anda memang layak mendapatkan posisi Anda. Bukahkan Anda selalu ingin dapat pengakuan dari Imo Anda."
Gadis itu memijat pelan keningnya. Menimbang setiap perkataan sekretarisnya. Dia kemudian menggelengkan kepala. "Siapa yang peduli dengan omongan imo? Aku juga tak pernah meminta posisi itu," ucapnya dalam hati.
"Sekali tidak ya tidak. Aku tak pernah meminta posisi ini. Jadi biarkan imo mengoceh sesukanya. Dan sejak kapan aku menginginkan pengakuan imo? Kau jangan asal bicara, Sekretaris Min," protes gadis itu.
"Aku tak asal bicara, Depyonim. Anda sendiri yang mengatakannya waktu itu."
"Terserah! Aku tak akan datang," jawab gadis itu kembali.
"Aku akan menyuruh Tuan Lee menghubungi Anda sendiri."
Belum sempat gadis itu menolak, sekretarisnya sudah menyudahi panggilan. "Selalu seenaknya." Gadis itu kemudian membuang asal ponselnya ke ranjang. Dia berjalan cepat menuju walk in closet. Mengambil pakaian untuk dikenakan. Pilihannya jatuh pada minidress selutut motif bunga lengan pendek.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Home [COMPLETE]
FanfictionSoah terpaksa menjalani pernikahan rahasia dengan artis papan atas Park Chanyeol, demi menghindari kutukan keluarganya. Meski sebenarnya dia tak pernah percaya jika kutukan itu masih berlaku. Aku ganti judul ya. Dari Secret Wife Season 2 menjadi My...