-
Seungcheol hanya ingin menjadi kenangan indah untuk Jeonghan. Entah siapa yang akan terluka, karena semua orang kesakitan-
-
-o0o-
-
Aku tak lagi bisa mengingat kapan pertama kali jatuh cinta padanya.
Yang jelas, bukan disaat manis dengan bunga berguguran juga lagu romantis sebagai latar belakang. Aku suka mengingat saat-saat pertama itu, dan hanya menemukan memori ketika dia kritis di ICU.
Dengan semua alat yang tak ku kenal nama dan fungsinya, kedua mata sayu yang setengah sadar itu menatapku. Disadarkan pada betapa sakitnya kehidupan, ia seolah mengatakan padaku jika ia merindu pada kematian yang belum menginginkannya.
Hari-hari setelahnya, yang kuingat hanyalah aku ingin menjadi seseorang yang ada di saat pertamanya membuka mata, seseorang yang membuatnya tersenyum, seseorang yang mau menerima setengah saja kesakitannya.
Tapi ia tak mau membaginya.
¤¤¤
"Selamat pagi." Sapanya dengan suara serak yang hampir tak terdengar. Aku hanya bisa melempar senyum padanya. Satu kelegaan mendinginkan kepalaku setelah ia kembali kritis semalam.
"Aku merindukanmu." Aku mengangguk dan berusaha untuk tidak menangis. Aku juga sangat merindukannya.
Tanganku menggenggam tangannya ketika ia kembali memejamkan mata, dan membuatnya membuka mata. Sorot lelah itu meyakinkanku jika kematiannya belum akan datang. Perjalanannya masih panjang.
Mungkin.
"Tidakkah kau lelah, Seungcheol?" Aku menunduk untuk menutupi air mataku, dan meremas tangan dinginnya. "Aku sangat... lelah." Aku membiarkannya tertidur, dan air mataku semakin deras keluar.
Setiap kali ia menutup mata, ketakutan akan kehilangannya semakin besar. Ia tak pernah takut menghadapi kematian. Tapi aku... aku tak bisa menghadapi kehidupan tanpanya.
Sudah ratusan kali setelah aku memutuskan untuk ada disisinya, ia mengoceh tentang kematian. Sorot matanya mendamba, tak sadar jika aku begitu terluka karena kata-katanya.
¤¤¤
Aku tak bisa tidur, dan memutuskan untuk membaca sebuah buku di sofa. Sesekali aku meliriknya yang masih terlelap.
Baru saja lewat tengah malam ketika aku mendengar sebuah rintihan pelan. Dengan cepat aku menghampiri satu-satunya ranjang di ruangan. Keningnya berkerut-kerut, dan napasnya putus-putus.
"Han..." Aku sudah sering diserang kepanikan karenanya. Tapi tetap saja kepanikan itu tak bisa berkurang.
"Sakit..." Rintihnya pelan. Aku melihatnya meremas selimut dan ia menangis. Terkadang, aku ingin melepas kanulanya. Aku ingin membuatnya mati saat ini juga. Aku tak pernah tega melihatnya kesakitan.
"Bertahanlah. Sebentar lagi dokter datang." Aku menekan alarm panggilan dengan kalap kala melihat ia tersengal hebat. Yang bisa aku lakukan hanya terus berusaha menenangkannya. Derap langkah kaki perawat dan dokter jaga itu ternyata menambah kepanikanku. Aku tahu apa yang akan aku hadapi setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONESHOOT [📖]
FanfictionKumpulan oneshoot yang emang pendek... Almost all udah pernah di publish sendiri-sendiri. Sengaja di post lagi karena sayang aja mau dibuang ke tempat sampah. Dan juga ini berarti authornya pengen ngepost sesuatu tapi lagi stuck... (: