"Lalu kau-, hei apa yang kau lakukan!"
Aku berontak pada ikatan tanaman belukar yang memelukku. Kami-aku dan sahabatku-terjebak di tempat antah berantah. Sahabatku hampir saja terjun dari jurang bila ia tak menancapkan pisaunya ke batang pohon berbicara.
Awalnya kami sedang melakukan ekspedisi di daerah yang dikenal sebagai tempat misteri. Menapaki permukaan tanah berkerikil tajam dan besar. Seringkali kami tersandung dan terpaksa mengendap karenanya.
Lalu, di tengah jalan, terdapat dua belokan yang memotong arah pikir kami. Aku berpegang teguh pada pendirianku, melewati jalan kanan yang diberi bendera merah darah yang melintang. Sedangkan sahabatku itu lebih dulu melangkahkan kakinya ke belokan kiri dengan bendera putih polos bergambar sepasang mata. Kami pun berpisah.
Tetapi baru beberapa langkah, aku merasa tidak enak bila meninggalkannya seorang diri. Aku memutar arah dan mengejarnya.
Aku berlari sekuat tenaga. Melalui jalan aneh yang seharusnya tidak kami lalui. Karena aku percaya, jalan yang aku lewati saat ini tidaklah benar. Tempat ini, benar-benar sebuah teka-teki!
"Jane! Larilah, kau tak perlu menungguku!"
Aku tergugu. Ikatan tanaman bersisik ini mengendur seiring napas sahabatku yang mulai melemah. Aku segera berlari menggapainya. Mencoba menolongnya. Dia sahabatku!
Baru saja aku mengulurkan tanganku, ranting dari pohon tempat sahabatku menancapkan pisaunya itu melenting cepat. Sahabatku ikut terhempas menjauh. Aku semakin kalut dan tak bisa berkata.
Berlari menyusulnya walau aku yakin lama dan membutuhkan banyak waktu. Aku tidak boleh membiarkannya sendiri.
"Dia, adalah Puteri Ombak yang telah kami cari. Terimakasih untuk penjagaanmu untuknya." deru ombak menghampiriku dengan tubuh sahabatku yang terlentang, sedang tersenyum dan baju kaus oblongnya telah berganti gaun biru langit yang sangat indah. Di kepalanya, sebuah mahkota bertatah zamrud, menyala dan mengeluarkan buih-buih.
"Selamat tinggal, Jane."
Dia menyadarinya?
-:-
Trenggalek, 21 Oktober 2017 : 18.44
Azizah Nurul Azmy
KAMU SEDANG MEMBACA
Segenggam Cahaya
Short StoryDia pun menunjuk langit dengan jarinya, "Lalu, bisakah kau menggenggam cahaya?" "Tidak! Tetapi aku bisa merasakan kehangatan darinya. Jadi, dalam anganku pun, aku bisa!" lantang seseorang dari belakang. Dilepaskannya jubah hitam yang menyelimuti tub...