Pintu Doraemon Suneo

11 0 0
                                    


Kulihat jam tanganku sambil berlari kencang "masih ada 5 menit lagi". Ayunan kaki ku terhenti ketika aku melihat gerbang sekolah yang sudah tertutup. Aku melihat mereka mulai memasuki kelas masing-masing dan halaman sekolah mulai sepi. Pagi ini aku tidak diantar ayah seperti kemarin aku sudah mencoba naik kopaja sendiri agak tidak selalu merepotkannya. Ini hari kedua aku berstatus siswi disini, sebagai anak baru aku tidak ingin masuk ke ruang BK dan orang tuaku dipanggil. Aku berusaha memanggil satpam dan meminta dibukakan pintu karena aku tidak tahu jam masuk di sekolah ku ini pukul 6.45 setiap harinya.

"pucet amat tuh wajah. Telat?"

"kalau aku nggak telat, nggak mungkin aku berdiri disini, sudah pasti aku uda duduk di kelas"

"sinis amat jawabnya mbak, sante aja kali. Gue tau pintu Doraemon di sekolah ini"

"eh Suneo. Kamu kira ini sekolahya Nobita pake pintu Doraemon?"

"yauda kalau nggak percaya, gue duluan ya"

"eh tungguuu.. emang dimana pintunya?"

"ikut gue" dia berjalan menuju ke arah belakang sekolah yang penuh dengan rumput ilalang yang tingginya hampir separuh badan aku. "nih, dibalik seng ini ada tembok yang sengaja di bobol sama anak-anak. Dipake masuk kalau mereka telat. Kalau lo uda berhasil lewati tembok ini. Lo ikuti aja jalannya ntar mentok uda ketemu kantin kok"

"ok thanks ya" setelah berhasil melewati tembok, aku berbalik arah. "kamu gaikut masuk?" ha.. dia menghilang? Dia manusia kan?"

***

Aku baru ingat, sekolah ku yang baru ini, punya peraturan yang menurutku cukup aneh. Jadi bel masuk sekolah dimulai pukul 6.45 diikuti dengan gerbang sekolah yang langsung ditutup saat itu juga. Tapi pelajaran tetap dimulai pukul 07.00. Kami diwajbkan masuk kelas 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Mungkin menurut mereka agar kami sudah rileks dan tenang saat menerima pelajaran. Seperti biasa guru yang mengajar di jam pertama sekolah selalu mengabsen kami satu persatu. "Dira Bagaskoro? Dira Bagaskoro? Kemana anak itu, nggak masuk lagi?". Sebenarnya siapa itu Dira Bagaskoro. Dia tidak masuk sekolah sejak Senin tanpa izin apapun. Apa dia anak yang seharusnya duduk sampingku ini? Iya, bangku sampingku kosong sejak pertama kali aku masuk sini.

"hai Bil. Nggak kantin lo?"

"hmm iya ayok tapi bentar deh. Boleh nanyak nggak? Sebenarnya yang duduk di sampingku itu siapa sih? Emang kosong atau ada anaknya?"

"yang duduk disampig lo itu ya Dira, Dira Bagaskoro, yang tadi dicariin Bu Elin. Sebenernya dia itu ada tapi kita aja yang kadang nggak tau."

"bentar-bentar maksud kamu dia..." jujur tangan dan kaki aku mulai dingin, aku langsung teringat satu film, Dia yang Tak Terlihat.

"dasar penakut. Nggak gitu maksud gue. Jadi gini, Gue sering mergokin Dira ada di warung samping sekolah lagi pinjem catetan anak yang hari ini masuk. Catetan gue juga pernah dipinjem dia dan PR gue pun dikerjain sama dia."

"terus kenpaa dia nggak masuk?"

"nggak tau deh gue, yang gue tau, gue laper. Kalau lo nggak mau ke kantin, gue duluan yaa. Selamat menunggu bangku kosong Bilaa."

"Fionaa tunggu jangan tinggalin aku sendirian Fii."

***

Kantin disini berbeda jauh dengan kantin di SMA ku yang dulu. Kantin disini terbagi atas tiga bagian besar, kantin nya anak kelas satu, dua dan tiga. Bagi anak kelas satu yang ingin membeli makanan di kantinnya anak kelas dua atau tiga biasanya mereka menitip ke panjual kantin, begitu pula untuk kelas dua yang ingin membeli makanan di kantin anak kelas tiga. Aku sendiri tidak mengetahui alasannya, aku hanya mengikuti apa yang sudah menjadi tradisi disini. Kantin disni selalu full dipenuhi anak-anak yang ingin makan atau hanya sekedar nongkrong dan menentukan target inceran bully mereka. Suasananya gaduh banget, mulai dari suara cewek cewek yang ngebahas gosip yang barusan di upoad lambe turah, cowok cowok yang rame dengan satu hp yang dipake berebut untuk ditonton, entah mereka nonton apa, sampai mereka yang mulai menjalankan aksi bullying mereka ke junior atau anak baru. Tinggal nunggu giliran aja, kapan aku sebagai anak baru ini akan dibully mereka.

"Fi, aku boleh nanyak lagi nggak?"

"tetang Dira? Gini aja daripada mulut gue berbusa ngejelasin Dira ke lo dan belum tentu lo ngerti, ntar pulang sekolah lo ikut gue deh."

"kemana?"

"udah ikut aja, ntar lo juga bakal ngerti kita mau kemana"

Bel pulang sekolah berbunyi, kami berkemas untuk siap siap pulang sekolah. Tiba-tiba ada segerombolan kakak kelas cowok masuk ke dalam kelas. Sepertinya mereka akan melanjutkan aksi bullying mereka. Sekolah aku memang terkenal sebagai sekolah bullying dan senioritas. Sampai pernah memakan korban dan beberapa siswa dikeluarkan dari sekolah, bullying seakan sudah menjadi budaya yang harus dilestarikan disini.

"Bil, buruan. Ayoo. Lo mau jadi korban selanjutnya sama mereka? Nunduk lo"

"kenapa aku harus nunduk?"

"uda nunduk aja. Ntar lo ketahuan kalau lo anak baru disini dan pasti lo inceran selanjutnya"

Aku nunduk dan berjalan sedikit cepat meinggalkan kelas. Seperti janji ku tadi ke Fiona. Aku akan ikut bersama dia setelah selesai sekolah meskipun sampai sekarang aku tidak tahu mau dibawa kemana aku sama Fiona. Kami berjalan menuju samping sekolah. Sepertinya aku tau kita akan kemana. "Bil. Lo tadi nyatet terus kan? Pinjem dong". Sebentar, aku melihat 'Suneo'.

"hai Dir, ini catetan gue hari ini." Sambil memberikan catetanku ke pria itu

"lho itukan buku akuu. Kok kamu kasihin ke dia Fi? Disana kan ada PR nya. Gimana nanti aku ngerjainnya?" ternyata Dira adalah Suneo.

"sekalian kerjain PR nya ya Dir. Gue duluan yaa. Bye" langsung meninggalkan aku dan Dira.

"bentar. Fiona tungguu. Hmm.. Aku gak bisa pinjemin buku ini sembarangan. Nanti kalau hilang gimana? Kalau besok kamu gak masuk lagi gimana? Nanti..."

"no hp lo berapa? Ntar gue kirim foto jawaban PR nya kalau lo gak percaya"

"pokoknya kamu besok harus masuk, harus masuk! Aku akan telfon kamu pagi pagi biar kamu masuk sekolah. Lagian tadi kan kamu uda di sekolah kenapa gak masuk? Kamu tau pintu Doraemon juga kan. Kenapa? Bodoh, pokoknya kamu besok harus masuk"

"udah ngomongnya? Iye besok gue masuk"

D.I.R.AWhere stories live. Discover now