Dia Beda

17 0 0
                                    


"wooiii bangguuunnn!! Siap-siap ke sekolah. Awas kamu telat lagi. Awas!! Bangun wwooiii". Seperti janjiku kemarin, hari ini setelah bangun tidur aku langsung menelfon Dira. Membangunkannya agar tidak telat masuk sekolah. Hari ini aku harus berangkat lebih pagi lagi agar nanti tidak telat masuk sekolahnya apalagi aku naik kendaraan umum yang kita tidak akan tau apakah dia langsung jalan atau berhenti dahulu untuk menunggu penumpang.

"syukur deh masih jam 6.40 jadi aku tidak telat". Aku langsung bergegas masuk ke dalam kelas. Aku benar-benar terkejut saat aku melihat Dira sudah duduk di bangku kita.

"tumben kamu gak telat?"

"kan gue udah janji sama lo. Lagian tadi pagi kan lo juga bangunin gue"

"mana buku catatan aku? Dira mana buku catatan aku? Kamu gak bawa ya?"

"nih, tapi..." sambil sedikit melempar buku catatanku di hadapanku

"kamu belum ngerjain PR nya ya? Kan uda aku bilang disana ada PR nya kalau belum dikerjain kayak gini nanti aku gimana? Aku gamau dihukum. Tanggung jawab...."

"bisa gak sih lo gak bacot mulu? Berisik tau. Lihat dulu. Semalem kan gue udah kirim foto jawabannya juga di whatsApp lo"

"gak ada! kamu nggak kirim apa-apa kok ke aku" sambil melihat whatsApp dan ingin membuktikan jika benar memang dia belum mengirim apapun ke aku. Tapi tunggu. Ternyata benar, dia sudah mengirim jawabannya. "oh iya sudah, ya maaf. Kamu kirimnya malam banget, kan aku sudah tidur."

Ternyata Dira tidak separah yang aku fikirkan. Sebenarnya dia anak yang pandai, meskipun sering membolos tapi dia dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Bahkan dia sering maju ke depan untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. Dira juga rajin mencatat, ya meskipun catatannya tidak serapi aku, tapi sebagai cowok rapi juga catatannya.

Dira ternyata anak yang baik dan loyal pada teman-temannya. Waktu itu ada ulangan harian dadakan matematika. Aku dan teman-teman protes, kenapa tidak diberi tahu sejak kemarin. Karena kita belum siap ulangan harian, materinya baru saja diberikan kemarin, paham saja kita belum, kenapa ini sudah ulangan harian. Kalau nilai kita nanti jelek semua bagaiaman bu?. Dira serius sekali mengerjakannya. Belum pernah aku melihat dia seseius ini dalam pelajaran.

"Dir, dir, nomer 5 woii"

"Dir, nomer 7 dong."

"Dir, uda selese belum? Ayo mana jawaban lo?"

"lo uda selese belum Bil? Ini gue uda selese. Lo contoh dulu. Kalau uda kasihin ke anak-anak ya. Gue mau tidur dulu."

"belum. Tapi nggak deh. Kamu kasihin ke anak-anak aja. Aku mau ngerjain sendiri."

"yakin? Yauda kalo gitu"

***

Seminggu setelah itu. Hasil ulangan harian dadakan matematika dibagi. Seperti nya anak sekelas senang melihat hasil ulangan mereka, kecuali aku. Hanya aku yang ditegur bu Lia karena nilai nya rendah. Tidak sengaja aku lihat hasil ulangan Dira, dia dapat 90, sedangkan aku 60. Sangat jauh berbeda.

"harusnya kamu nggak ngasih contekan ke mereka. Biar mereka usaha sendiri. Ngerjain sendiri. besok kalau ujian nasional gimana? Masak jawaban lo disebar juga? Kan kode soalnya beda-beda."

"nyontek itu juga usaha kali Bil. Kalau nggak usaha pasti lembar jawaban mereka kosong kan? Lagian ntar kalau ujian nasional juga banyak yang jual kunci jawaban, tinggal beli. Gampang kan?"

D.I.R.AWhere stories live. Discover now