Sebentar lagi kami akan melaksanakan ujian nasional. Banyak sekali persiapan yang harus kami persiapkan, terutama aku. Aku harus belajar lebih giat lagi, memahami apa yang disampaikan guru dengan cepat dan mengejar ketertinggalanku kemarin. Rasanya lebih susah jika aku harus belajar sendiri. Semua akan lebih mudah jika ada Dira yang membimbing. "Dir aku kangen kamu, aku butuh kamu. Aku harap kamu nggak marah lagi sama aku" batinku berbicara.'
"Hai Dir. Aku boleh nggak nanti ikut belajar bersama?"
"yaelah Bil, ngapain pake tanyak sih, emang gue siapa. Dateng aja kali. Anak-anak nyariin lo dari kemarin, tiba-tiba ngilang gitu." Jawabnya dengan santai, sepertinya dia sudah tidak marah lagi denganku
Selama belajar bersama aku merasa canggung, aneh saja setelah menghilang beberapa saat aku tiba-tiba datang lagi ke mereka, aku seperti anak munafik, yang hanya datang jika perlu dan lupa ketika sudah bahagia. Tapi mereka menganggapku seperti biasa tidak ada perilaku aneh yang mereka tunjukkan. Kecuali perilaku Fiona yang tiba-tiba berubah menjadi lebih dingin kepadaku. Setelah belajar bersama selesai, seperti biasa aku tidak langsung pulang dan seperti biasa pula, Dira lah satu-satunya anak yang menemaniku disana.
"lo kenapa sih Bil?"
"nggak apa. Aku minta maaf ya Dir, sempat salah nilai kamu"
"santai aja, gue udah lupa kok. Gue juga minta maaf sempet ngelarang-ngearang lo dulu"
Aku pun hanya membalasnya dengan tersenyum. "bodoh banget ya aku. Harusnya aku seneng ada yang ngelarang-ngelarang aku. Tandanya dia care"
Setelah malam itu, hubunganku dengan Dira semakin hari semakin baik. Kita sering ngobrol lagi seperti dulu tetapi tetap merasakan ada batas yang diberikan Dira kepadaku, entah apa alasanya. Hubunganku dengan Fiona juga semakin baik. Aku memberanikan diri memulai perbincangan dan menanyakan kenapa selama ini dia seakan menghindariku. Ternyata dia menghindariku karena dia merasa tidak nyaman lagi denganku, merasa aneh. Aku mencoba kembali seperti Bila yang dulu, siswa pindahan dari daerah yang ingin berteman dengan siapapun. Aku mencoba memperbaiki kesalahanku pada Dira dan Fiona, tetap menjaga hubungan baik dengan Reza dan band nya dan bahkan sekarang aku juga menjadi teman curhat dari Ita, pacar Reza. Perasaanku pada Reza tidak menghilang begitu saja, tapi aku berusaha mengikhlaskannya selama Reza bahagia. Mungkin benar kata pepatah, cinta tak harus memiliki. Biarkan sosok seseorang kakak ku bahagia dengan perempuan pilihannya.
Semakin dekat dengan ujian nasional semakin sering pula aku dan Dira belajar bersama, mulai belajar bersama dengan banyak teman-teman lainnya ataupun ditambah dengan kita belajar bersama hanya berdua. Sampai akhirnya lusa adalah hari ujian nasional, bukan mengajakku untuk belajar Dira malah mengajakku ke suatu tempat. Dira mengajakku ke Hutan Mangrove yang di daerah Pantai Indah Kapuk, menurut dia tempat itu adalah tempat yang paling pas kalau kita ingin menyendiri, butuh tempat yang tenang jauh dari hingar bingar Jakarta dan menenangkan diri kalian. Disana kami berkeliling menyusuri luasnya hutan mangrove. Aku sesekali memejamkan mata dan merasakan betapa tenangnya suasana disana.
"ayo ayo kurang dua orang perahunya baru bisa jalan". Suara itu mengacaukan konsentrasiku. Seketika tangan itu kembali menggandeng dan menarikku ke arah suara itu berasal. "ayo mas masih 4 orang ini, perahunya bisa jalan kalau minimal 6 orang". Dira langsung memberikan tangannya untuk aku berpegangan saat menaiki perahu. Tanpa berfikir panjang aku langsung menaiki perahu itu.
"Dir kamu yakin ini aman?"
"aman tenang aja, kan ada abang-abangnya juga, nggak kita sendiri yang ngedayung"