Part 1 (Versi Revisi) - Introduce

11.8K 668 106
                                    

“Ergh, pukul berapa ini?” Nilou bergumam sambil mengerjapkan matanya beberapa kali.

Ia berbalik untuk menatap jam digital tipis di atas meja nakasnya. Pukul 07.00 pagi. Sesaat ia tertegun mengapa dirinya bisa terbangun sepagi ini. Dengan malas ia bangkit dari tempat tidurnya, dan turun ke lantai bawah menuju dapur.

“Hm, tumben kau bangun jam segini,” Seseorang berkata dari meja makan, yang tak lain adalah kakak sepupunya.

“Oh, diamlah, Laze,” Lou berdesis.

Nilou Rebel Kozior. Jangan tanya mengapa namanya terdengar tak lazim. Sesuai dengan namanya, yakni Rebel, yang artinya pemberontak, gadis itu memang seorang pemberontak. Ia gemar melanggar peraturan di sekolahnya. Motto hidup seorang Nilou adalah “I’m rebellious and I love it.”

Gadis piatu itu tinggal bersama bibi, paman, dan kakak sepupunya tadi—Laze—di Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat. Ibunya meninggal ketika ia berusia lima tahun. Ayahnya merupakan tentara di pasukan Zystrome Black Army dan tak pernah pulang. Ia hanya berkomunikasi dengan ayahnya lewat video call. Semenjak lahir tak pernah sekali pun ia bertemu sosok ayahnya. Meski begitu, ia menyayangi ayahnya.

Lou—begitulah ia dipanggil—menarik kursi makan dan duduk. Ia mengambil selembar roti dan langsung memakannya begitu saja. Laze yang duduk di depannya menatapnya tertegun.

“Aku heran mengapa kau terkadang suka memakan roti secara langsung seperti itu,” ujar Laze sambil menggelengkan kepalanya.

“Aku malas mengolesinya dengan mentega ataupun selai,” balas Lou cuek. Itulah dirinya, selalu malas.

Ia memasukkan sisa rotinya ke dalam mulut. Sembari mengunyah, ia bangkit dan membuka kulkas. Mata hijaunya fokus mencari sesuatu di dalam kulkas. Ia mengulurkan tangannya ke dalam untuk menggeser makanan-makanan di kulkas. Begitu sadar apa yang ia cari telah lenyap, ia menoleh ke arah Laze yang masih asyik melahap roti.

“Laze! Di mana sodaku?!” bentaknya sambil menutup kulkas dengan kasar.

Laze menaikkan alis dan menelan rotinya sejenak sebelum berkata. “Oh, soda itu milikmu? Maaf, semalam aku meminumnya.”

Lou mendenguskan napas kasar. Tak jarang ia naik pitam dengan kakak sepupunya yang cukup konyol itu. Jika saja Laze tidak lebih tua lima tahun darinya, mungkin ia sudah mengambil tongkat kastinya untuk memukul lelaki itu.

Memikirkan hal itu membuatnya kembali teringat bahwa tiga minggu lagi Laze harus pergi ke Holxom—salah satu distrik tempat markas Zystrome berada—untuk bergabung dengan Zystrome Green Army, pasukan tingkat pertama tentara prajurit. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, setiap lelaki yang telah lulus dari sekolah menengah atas akan langsung dites untuk masuk ke Akademi Militer di distrik masing-masing.

Sebenarnya tak semua lelaki harus mengikuti pelatihan militer. Para kaum Adam yang kira-kira memiliki masalah kesehatan atau masalah fisik yang tak memadai, serta kemampuan yang kurang tak bisa mengikuti kemiliteran. Laze lulus dari Akademi Militer Ohio sekitar empat bulan yang lalu. Lou berpikir, rumah pasti akan sepi jika Laze telah pergi ke Holxom.

Pamannya, Joe, pernah menjadi anggota Zystrome Army, namun baru tiga tahun menjadi tentara, ia tak sengaja terkena tembakan laser pada tangan kirinya dan hasilnya ia tak bisa memegang senjata dengan cukup benar. Karena itu, ia terpaksa kembali pulang ke Cincinnati, sebab salah satu syarat utama menjadi tentara Zystrome adalah tak boleh memiliki kelainan fisik.

“Hm, Laze, hari ini hari apa?” tanya Lou sambil menyisir ke belakang anakan rambut hitamnya yang jatuh ke dahi.

“Sabtu, kenapa?” balas Laze, lalu meneguk segelas air yang berada di hadapannya.

Lost WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang