Part 3 (Versi Revisi) - Lost

3K 324 12
                                    

Lou melangkah tanpa tujuan.

Hari sudah sore, langit bahkan berangsur-angsur menggelap. Ia berjalan tak menentu arah, tak tahu harus meminta bantuan kepada siapa. Bukan masalah tak tahu, tapi ia gengsi. Nilou Kozior merupakan seorang yang kikuk dalam memulai pembicaraan. Ia lapar, haus, dan lelah.

Dari berbagai penanda jalan di sekitarnya, ia tahu dirinya berada di dekat pusat kota Holxom. Tak jauh berbeda dengan Ohio, hanya saja jauh lebih banyak kaum militer di sini, mengingat bahwa letak markas utama Zystrome berada di sini.

Zystrome memiliki banyak markas dan benteng yang tersebar di negara-negara naungannya. Markas utamanya berlokasi di Holxom, tepatnya di dekat kawasan tebing yang agak jauh dari pusat kota. Tak hanya sekedar markas utama, tempat itu juga markas besar pasukan Black Army Amerika. Tak jauh dari markas utama, adalah benteng milik Zystrome Green Army, pasukan tingkat pertama para tentara.

Angin berembus kencang, sesaat Lou merinding merasakan dinginnya. Udara jauh lebih dingin di sini ketimbang Ohio, mungkin pengaruh hutan lebat mengelilingi markas utama serta kota Holxom, terlebih daerahnya adalah dataran tinggi. Lou menggosok-gosokkan tangannya, ia benar-benar apes. Ia ragu ke kota, takut bertemu kaum militer.

Semua kaum militer Zystrome selalu mencurigai orang yang bukan berasal dari tempat setempat. Jika ia bertemu kaum militer, ia tak akan terindetifikasi sebagai warga Holxom, dan diharuskan menjalani serangkaian pemeriksaan, bahkan diduga sebagai mata-mata dari musuh. Ia tak mau mengambil resiko.

Langit sudah berganti malam. Suara hewan-hewan malam mengisi suasana yang senyap. Dengan putus asa ia melangkah lemas. Kedua mata hijaunya menatap layar ponselnya putus asa, sedari tadi ia tak mendapat sinyal internet ataupun sinyal biasa untuk sekadar mengirimi paman dan bibinya pesan. Selain itu ponselnya juga sudah sekarat.

Ponsel dan gadget lain tak lagi menggunakan pulsa dan kuota agar bisa dipakai untuk berkomunikasi. Jika ingin mamakai internet, warga akan menggunakan jaringan yang ada di masing-masing distrik. Cukup dinyalakan, dan perangkat akan langsung terhubung dengan internet. Namun Lou tak bisa menggunakan internet untuk menghubungi paman atau bibinya. Nasib buruk benar-benar menimpanya, sudah tak mendapat sinyal, daya ponselnya sebentar lagi mati.

Ia berada di pinggir kota Holxom, tepatnya memasuki alam liar.  Pemerintah bersikeras untuk tidak mengganggu hutan, namun membiarkannya tumbuh—dalam rangka memulihkan kembali bumi yang rusak. Demikian dengan Holxom yang bertetanggaan dengan hutan dan gunung, hutan dibiarkan tumbuh—yang artinya, ada hewan-hewan liar di dalamnya.

Lou berhenti sesaat begitu merasakan sesuatu. ia menoleh ke belakang, tak ada apa-apa. Ia merasa … diikuti. Menaikkan bahunya, ia kembali berjalan, tapi tak bisa menghilangkan perasaan aneh itu. Merinding, gadis itu beranjak berlari.

Lalu gadis itu merasakan sesuatu yang aneh lagi. Ia mendengar langkahan lain di belakangnya.
Tak mau repot-repot menoleh, ia terus berlari sekencang yang ia bisa. Dari ekor matanya, ia melihat seorang pria berseragam hijau tua juga berlari mengikutinya dari samping tak jauh darinya. Ia mulai sadar ia dikepung dari segala arah. Panik, ia semakin mempercepat larinya. Ia tak hanya terkena nasib sial dua kali hari ini, melainkan tiga.

“Berhentilah!” salah seorang pria berteriak.

Tak peduli, ia terus berlari ketakutan.

“Berhentilah! Kami memperingatimu!” Suara itu mulai mengancamnya.

Lou mengambil sembarang batu sambil masih berlari, ia melemparkannya ke belakang—meski tak akan berguna juga—dan berharap batu-batu tersebut terkena para pria itu. Ia mempercepat larinya, namun sial tiba-tiba kakinya tersandung, ia terjatuh tanpa bisa ditahan. Cepat-cepat ia bangkit, lalu kembali berlari sambil menahan sakit karena dengkul yang terbentur batu.

“Hey pemberontak! Berhenti!” Suara itu terdengar semakin geram. “Aku memperingatimu!”

Dor!

Peringatan pertama. Lou tak peduli meski kakinya mulai letih—ia tak pernah berlari kencang dalam jarak jauh—ia terus berlari. Terdengar lagi letusan lainnya, ia masih tak memedulikannya.

“Peringatan terakhir!” Setelah itu terdengar satu tembakan peringatan lagi.

Ia tetap berlari, jantungnya berpacu cepat, dilanda kepanikan dan ketakutan seiring suara langkah-langkah kaki yang berlari tak kalah cepat itu mengejarnya. Sebuah tembakan ia dengar, saat itu juga sesuatu menancap punggungnya. Lou kontan mengumpat dan nyaris terjatuh, tapi gadis itu kembali menyeimbangkan diri dan berlari.

Napasnya semakin tak beraturan seiring jantung yang berpacu memompa darahnya ke seluruh tubuh. Kakinya benar-benar terasa letih. Lou menggeleng-gelengkan kepala ketika matanya terasa berkunang-kunang. Tanpa ia sadari larinya mulai melambat. Ia terjatuh, namun berhasil menopang tubuhnya dengan kedua tangannya. Ia mencoba bangkit namun kepalanya terasa memutar. Hingga akhirnya pandangannya berubah menjadi kegelapan yang tiada tara.

Lost WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang