Second

12 1 0
                                    

Teeeeeeettttttttt

Bel berdering membangunkan para siswa yang tengah terlelap mendengarkan penjelasan Pak Sad yang mendayu - dayu laksana hikayat pengantar tidur.

Oji bahkan tampak sedang mengelap meja yang basah terkena air liurnya.
Aku bangkit setelah Pak Sad mengakhiri pembelajarannya.

Mengabaikan cacing-cacing yang sedari tadi meminta jatah, aku bergegas ke ruangan Mrs Tara dengan secarik kertas ulangan yang menjadi biang masalahnya.

Ruangan Mrs Tara terletak di samping lobi, melewati berderet-deret ruang kelas dua belas yang aku perhatikan sedang ada sosialisasi dari universitas yang cukup ternama.

Syukurlah, setidaknya tak ada siulan nakal yang membuatku risih melintasinya.

Persis berbelok di pertigaan koridor, akhirnya aku pun sampai. Entah mengapa, jantungku berdebar, tanganku serasa kaku hanya untuk mengetuk pintu.

Bagaimana tidak, aku telah menyinggung perasaan Mrs Tara yang posisinya cukup penting di sekolahku.

Setelah mempertimbangkan banyak hal, daripada orang tuaku dipanggil ke sini gara-gara kecerobohanku ataupun diskors selama seminggu dan kenyang mendengar omelan Ibu yang panjangnya setara kereta api dikali dua, yah lebih baik aku memaksakan jariku mengetuk pintu.

Semoga saja Mrs Tara malah berbaik hati menyambutku, memujiku karena keberanianku dalam berekspresi, dan memberiku nilai plus untuk ulangan ini. Yah, semoga saja.

Tok. Tok. Tok.

''Masuk''

''Permisi, Mrs'', kataku memasang wajah paling manis sedunia yang mungkin semut pun tak sanggup menahan diri untuk mengerubutiku.

''Silahkan duduk'', serunya tegas. Yah, rupanya strategi pertamaku gagal, Mrs Tara sedang asyik menulis sesuatu tanpa mengalihkan perhatiannya sedikit pun kepadaku.

Aku pun beringsut duduk, ikut mengamati kertas-kertas berserakan di meja di depanku.

Baiklah, sepertinya aku harus melancarkan strategi berikutnya.

Ini waktu yang tepat, setidaknya aku tidak harus bersitatap dengan bola matanya yang hitam pekat.

''Saya minta maaf Mrs, mungkin ucapan saya kurang berkenan di hati Mrs tadi. Tapi, sungguh Mrs,  saya tidak bermaksud apapun, saya hanya kelepasan dan berbicara melantur.

Tahulah Mrs, dua puluh soal dengan enam belas tenses cukup menguras kesabaran saya.

Sekali lagi saya minta maaf, Mrs Tara.'', paparku dengan intonasi yang dibuat sesantun mungkin.

''Tak apa, Ra. Kau tidak sengaja, bukan? '', balas Mrs Tara, sedikit melegakan hati.

''Terima kasih banyak Mrs, saya berjanji akan lebih hati-hati dalam berbicara, terutama kepada Mrs.

Ini kertas ulangan saya, Mrs. Mohon diterima.'', ucapku sembari meletakkan kertasnya di atas meja.

Tak kusangka akan semudah ini, aku bersorak dalam hati. Aku bangkit, mohon izin, dan hendak segera pergi.

''Kenapa buru-buru, Rainka? Bukankah waktu istirahat masih tersisa?''

''Eh? '', alisku terangkat.

Aku memutarkan badan ke arah Mrs Tara.

''Bukankah setiap perbuatan harus dipertanggungjawabkan agar bisa disebut adil? Tentu kau sudah belajar tentang berbagai hukum yang sifatnya memaksa dan mengatur? Di sekolah kita, tata tertib dibuat untuk ditaati, Ra. Jadi, singkatnya kau harus mendapat hukuman yang setimpal, bukan?''

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Believe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang