Ivan POV
Tiba-tiba aku gemetar hebat ketika mencium aroma parfum ini. Parfum yang sama seperti masa lalu. Wangi parfum bercampur dengan aroma khas wanitaku. Mungkin parfum ini bukan parfum yang hanya dijual untuk satu orang. tapi aroma ini aku yakin ini aroma yang sama dengan wanitaku. ya. wanitaku yang dulu terluka karena kebodohanku.
"Good morning, gentlemen. Aku tak punya banyak waktu, jadi aku tak ingin basa-basi. bisa kita mulai?" Kata sosok perempuan yang berjalan cepat menuju kursinya, diseberangku.
Aku merasakan otakku seakan membeku, jantungku seakan berhenti sepersekian detik. Aku tidak bergerak memandangi wanita yang duduk di samping sekretarisnya sembari menyesap kopi dari gelas berlogo kedai kopi yang terkenal itu. Dia masih seperti dulu. Kopi hitam tanpa gula, seperti biasanya. Dia lebih kurus tapi masih sexy. Walaupun kantung mata dan pipi tirusnya memperlihatkan bahwa dia bekerja terlalu keras, tapi dia makin menawan. Gosh! Apa yang aku pikirkan.
"Sir," Kata Edward Adams, my co CEO, yang menepuk pundakku pelan. membangunkanku dari khayalan dan mengembalikanku ke ruangan pertemuan The Johnsons group. "kau tak apa-apa? kita harus memberikan presentation rencana kita, sir"
"bisakah kau saja? aku sedikit pusing. mungkin aku terlalu banyak minum." kataku berbisik. tentu saja aku berbohong. aku tidak pernah minum ketika esok pagi aku harus melakukan pertemuan dengan klienku. mungkin setelahnya. Ed juga tahu itu, tapi Ed mengangguk dan segera berdiri.
Sepanjang pertemuan mataku tak bisa lepas dari wanita itu. Aku ingin memeluknya dan tidak akan pernah kulepas lagi. aku mengakui sejak ia pergi meninggalkanku, aku menjadi pria paling menyedihkan. aku tak segan menangis, walaupun hanya saat aku mabuk. Aku, Ivan Shafforostov, menangisi kepergian wanita tercintaku karena aku tergoda oleh wanita lain. Tapi itu kenyataan.
Wanitaku itu nampaknya tak terganggu oleh tatapanku yang sama sekali tak teralihkan oleh apapun. Diruangan itu tak hanya ada kami, para investor dan pemilik perusahaam yang juga ikut dalam proyek ini. tapi hanya aku yang tak dilihatnya. apakah dia masih sakit hati setelah hampir 5 tahun aku kehilangannya? aku bersyukur dia tak tahu bahwa stoff corp adalah perusahaanku. jika ia tahu, tidak akan ada kerjasama.
Ketika Ed menyudahi presentationnya, Wanitaku itu berbisik dengan sekretarisnya yang menunjuk-nujuk Ed. Lalu mereka terkikik geli sembari memandang Ed. Fuck you, Adams! Apa pesonaku kurang menarik perhatiannya? hingga ia seperti sedang mengagumi Ed dan memandang Ed head to toe. awas kau Eddie.
Hingga akhir pertemuan, wanitaku itu tidak berbicara selain pada sekretarisnya. Ia hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Sesekali ia menyingkirkan anak rambutnya yang menganggu pandangannya. Shit! She's so sexy.
"No comment, saya menyetujui semuanya. Silahkan konfirmasi dengan sekretaris saya. Terima kasih semua, have a good day." Ujarnya sambil meninggalkan tempat duduknya dan berlalu.
Semua orang mulai meninggalkan ruangan itu. Aku hanya berjalan lemah dengan Ed di belakangku. Sampai di dalam mobil pun aku masih memikirkan wanitaku.
"Bos, mau memakan sesuatu? Kita bisa mampir membeli dumpling kesukaanmu." Kata Ed.
"Aku tidak nafsu makan Ed."
"Bos, aku mengenalmu sejak kecil. Kau tidak bisa menyembunyikan apapun dariku."
"I dont know, Ed. Akhirnya aku menemukannya. Aku tidak tahu harus senang atau sedih." Kataku menghela napas kasar. "Aku senang akhirnya aku melihatnya, tapi rasa bersalah itu masih menghantuiku."
"Sudahlah bos, jangan melankolis begitu. Hubungi sekretarismu, batalkan jadwalmu malam ini. Kita akan ke club dan membiarkanmu melupakannya sejenak."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Can Call Me Your Destiny
RomanceAku tidak mengerti, kenapa dia harus datang lagi ke dalam kehidupanku. Seseorang yang aku harapkan mati terkubur dalam-dalam bersama memori buruk di otakku. Malah muncul ke permukaan dan siap membalas menguburku hidup-hidup. Tidak. Aku sudah hancur...