Chapter 1

14 0 0
                                    

Di siang bolong, di dalam rumah yang atapnya bolong-bolong. Terlihat si Dul sedang membantu Emaknya memisahkan 1 kg cabai dari tangkainya. Satu demi satu ia petik. Membuang tangkai dan meletakkan cabai, membuang tangkai dan meletakkan cabai, membuang cabai dan meletakkan tangkai, Ah ... Rupanya si Dul bekerja sembari hanyut dalam lamunan.
.
"Dul?" Dengan lembut si Emak memanggil anak semata wayangnya.
.
"Dul?" Kali ini nada suara agak meninggi si Emak memanggilnya sambil meletakkan panci di atas kompor.
.
"Duull!!!??" Teriak Emak seketika mengagetkan si Dul, mewaraskan kesadarannya.
.
"i ... Iyaaa maak, aduh" Saut si Dul.
.
"Ya Allaah ... Dul itu cabainya kenapa dibuang-buang begitu?" Kata Emak keheranan.
.
"Astaghfirulloh ... Iya mak, aduh maap mak" Jawab Dul dengan memunguti setengah kilo cabai yang terbuang tanpa sadar dan segera menyucinya.
.
"Siang bolong sudah nglamun saja kamu" ucap Emak geleng-geleng. "Bawa sini cabainya! Lagian kamu kenapa toh Dul Dul." Lanjut Emak.
.
"Gak apa-apa Mak, Dul cuma lagi mikir .... " Kalimat Dul tertahan.
.
"Tumben mikir, kesambet apa kamu dul?" Potong Emak.
.
Dul menghampiri Emak, lalu memberikan cabai yang baru saja dicucinya, Dul melanjutkan kalimatnya, "Mmm ... Mak? Dul pengen Nikah"
.
"Apaaahh???" Nada suara emak meninggi, terkejut mendengar curahat hati si Dul, sampai-sampai percikan kuah yang lebih asam dari cuka keluar dari mulut Emak. Jadilah percikan itu mengembun di hampir seluruh wajah si Dul. Anggap saja hadiah kejutan.
.
"Ya Ampun Mak." Dul mengusap-usap wajahnya yang sedikit basah oleh hadiah kuah dari Emak.

***

Silir semilir angin sore menggoyangkan ratusan bahkan ribuan daun-daun padi. Belalang saling bergerak loncat kesana kemari, kemudian masing-masing bersembunyi disisi-sisi tanaman padi.
.
Terlihat si Dul duduk diatas gubuk kecil yang terbuat dari rangkaian kayu dan bambu. Empat sisi tiang penyangga tanpa dinding dengan atap menggunakan daun-daun kelapa yang dilipat merapat.

.
Dul melanjutkan lamunannya di gubuk kecil tersebut setelah sebelumnya dibuyarkan oleh Emak. Dul mengingat ucapan Emak tadi siang.
.
"Nikah itu bukan sekadar keinginan dengan mudah mengucapkan 'aku pengin nikah' Dul" Emak terus berbicara meski tangannya tak henti pula bekerja menyiapkan makan siang. Sedang Dul hanya terdiam mendengarkan kata demi kata yang keluar dari mulut Emak.
.

"Umurmu memang sudah hampir cukup untuk menikah, tapi kelakuanmu Emak rasa belum pantes buat nikah Nak."
.
Tiba-tiba Dul mengerutkan dahi. 'maksud Emak?' hatinya bertanya.
.
"Kau ini laki-laki, sudahlah pasti kau punya tanggung jawab atas istrimu, keluargamu kelak. Kau punya kewajiban memimpin mereka. Tapi, Hmm ..." Kalimat Emak berhenti sejenak.
.
'tapi apa mak?' hati Dul kembali bertanya.

.
"Bangun shubuh kau suka telat, bagaimana mau bangun keluarga? Dengan kewajiban sholatmu saja masih suka lalai, bagaimana bisa melaksanaan kewajiban sebagai Suami nanti?"
.
"Sudah sebesar ini tapi kau belum bisa mengatur hidupmu dengan baik Dul, kau sadar itu?"
.
Dul menunduk, betapa benar apa Emak katakan tadi, dia merasa hidupnya memang tak teratur alias berantakan.
.
"Memang apa motivasimu buat nikah Dul? Apa niatmu?" Emak bertanya serius.
.
"Mmm ... Anu mak, mmm ... Dul lagi jatuh hati sama seseorang mak. Dan Dul tahu, dia pasti perempuan terjaga yang gak mau di ajak pacaran, makanya Dul pengen nikahin aja mak" jawab Dul dengan rasa sedikit ragu juga malu-malu.
.
"Yakin banget kamu Dul buat nikahin, emang dia mau sama kamu? Dan siapa perempuan itu?"
.
"Entah mak, mau apa enggak. Mmm ... Itu mak, itu loh mak, si mmm ... si Caca." Kaku sekali lidah Dul menjawab pertnyaan Emak.
.
"Caca? Maksud kamu Carnoah? Anaknya Pak Kiyai Warzud??" Emak melotot tak percaya.
.
Dul yang memiliki nama lengkap Dul Penet ini mengangguk pelan. Emak Warqonah yang tentu saja ibu dari Dul penet seketika menepuk kening setelah mendapat kejutan jawaban dari anaknya itu.
.
#Bersambung

KISAHNYA SI DULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang