Jungkook pt. 3

20 2 0
                                    

PIANO

.


Mimpi buruk baru saja menghampiriku. Dan aku tidak ingin ini menjadi kenyaataan.

Aku berlari menuju tempat rahasia kami. Mungkin lebih tepatnya tempat rahasia Yoongi hyung, karena dia orang yang ia lihat pertama kali di bangunan itu.

Sempat beberapa kali tersandung, tapi aku tetap bangkit lalu berlari. Tapi tiba-tiba Namjoon hyung menarik tanganku memaksaku berhenti. Dan lihatlah sekarang! Anak-anak lainnya mulai berdatangan. Aku semakin tidak yakin dengan keyakinanku sendiri.

Pasti terjadi sesuatu pada Yoongi hyung.

Dan benar saja. Namjoon hyung yang sedari tadi memegang tanganku maju mendekat. Kedua tanganya meremas bahuku. Menatapku seolah aku menyedihkan. Apalagi saat kalimat itu keluar dari mulutnya.

“Yoongi sudah tidak ada lagi disini.”

Lalu kemana?

Aku mencoba melepaskan tangannya di bahuku. Sempat berhasil. Tapi Hoseok hyung mendapatkan aku lagi. Kini giliran dia yang mencoba menenangku. Tapi percuma saja. Yang kubutuhkan sekarang adalah Yoongi hyungnya. Bukan yang lain.

Dia menyuruhku duduk sejenak untuk menenangkan pikiran. Tapi saat mereka lengah, aku berlari sekuat tenaga hingga tak terkejar oleh mereka.

Di tempat rahasia kami, yang aku lihat hanyalah kekosongan, kesunyian, dan kehampaan. Tidak terdengar tut piano yang biasa hyung mainkan. Bahkan kabut putih yang biasanya membumbung di ruangan ini pun tampak kosong.

Aku duduk di kursi panjang itu dan mulai menekan tut. Suara yang keluarpun bukan seperti yang hyung mainkan. Padahal aku ingin mendengarnya. Tapi hyung tidak ada disini.  Apa ini soal kemarin?

Ada pemeriksaan terbuka hari itu, dan aku tidak ingin tetap di kelas jadi aku berlari ke tempat rahasia itu. Hyung tidak melihat ke belakang, hanya bermain piano saat aku berbaring di dua meja yang disatukan untuk tidur siang.

Secara teori, hyung dan piano ada dua hal yang terpisah, tapi sulit untuk membedakan keduanya. Aku tak tahu kenapa, tapi mendengarkan lagu hyung membuatku ingin menangis.
Ketika rasanya air mata akan segera turun, aku cepat-cepat menoleh ke punggungku.

Saat itu, pintu terbuka dengan ledakan yang meledak-ledak. Musik piano berhenti. Aku ditampar begitu keras sampai jatuh ke tanah. Aku meringkuk di tanah, mendengarkan rentetan kata-kata marah yang dilontarkan ke arahku, hanya agar suara berhenti.

Aku berbalik, dan melihat bahwa hyung telah mendorong guru itu kembali, lalu melindungiku dengan seluruh tubuhnya. Dari bahu hyung, aku bisa melihat ekspresi gila pada guru itu.

Entahlah.

Rasanya lelah saat aku mencoba melangkah tapi tidak ada satu orangpun dibelakangku. Setelah bertemu Yoongi hyung, kupikir kau orang yang tepat. Setelah ini aku tidak tahu. Harus kemana lagi aku harus melangkah?

Ayah mengabaikanku.

Ibu sudah tertinggal jauh dibelakangku.

Aku menekan keyboard lagi, mencoba memainkan lagu hyung yang biasa dimainkan.

Apakah hyung benar-benar diusir? Apakah aku tidak akan pernah melihatnya lagi?

Hyung mengatakan sebelumnya bahwa mendapatkan pemukulan untuknya adalah kebiasaan. Jika bukan karena aku, hyung tidak akan memukul guru itu. Jika bukan karena aku, hyung pasti masih bermain piano di sini.

.

.

.

Note A StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang