Jungkook

54 2 0
                                    


WAY

.

Hidup ini seperti apa yang ada di langit. Tidak diketahui tapi indah saat memandangnya. Saat langit terang berawan. Saat langit dihiasi pelangi. Saat langit malam menggelar pertunjukan ribuan bintang. Tapi langit juga terlihat menyedihkan. Saat hujan turun. Saat langit kesepian tak ada bulan tak ada bintang.


Dan Jungkook cukup tahu bahwa ia harus hidup dengan semestinya. Jangan mengada-ada. Cukup langkahkan kakiku dan ayah ataupun ibu akan berseru dari belakang untuk menunjukkan jalan mana yang harus aku ambil.

Tapi itu dulu. Ayah dan ibu tidak satu komando sekarang. Ayah ingin aku mengambil langkah kiri. Tapi ibu menyuruhku mengambil arah sebaliknya.

Aku diam ditempat. Menunggu. Tapi tiba-tiba saja ibu menyerah. Dan akupun mengikuti langkah ayahku. Walau sesekali aku menengok kebelakang, melihat ibuku yang bergumam tidak apa-apa, dan langkah yang ku ambil sudah cukup banyak hingga ibu ketinggalan jauh dariku.

Terkadang kaki ini lelah melangkah. Tapi ayah akan berteriak. Ia bilang jangan berhenti. Tapi saat aku menengok ke belakang. Ayah tampak bahagia dengan keluarga barunya. Hingga mengacuhkanku.

Aku diam. Bingung. Langkah apa yang harus ambil sekarang. Apa aku harus berjalan lurus saja? Belok kiri? Atau belok kanan? Atau aku berbalik saja mencari ibu?

Ibu bilang ia akan mengajariku berlari. Jadi aku berbalik mencarinya. Tapi ditengah jalan aku bertemu dengan seorang pemuda. Kulitnya putih seperti salju. Kontras dengan rambut hitamnya yang seperti arang.

Dengan lihai jemari itu menari diatas tut piano. Melodi yang ia tampilkan berusaha aku rekam dalam ingatan. Langkahku kini mendekat kearahnya. Dan sepertinya ia tak keberatan dengan hadirnya diriku. Hingga permainan berakhir. Dia menoleh menatapku dengan sorot mata yang sulit diartikan.

Waktu seolah membeku. Tapi entah angin dari mana, tanganku tiba-tiba melayang. Menggantung diudara. Sambil berbicara “Bolehkah aku belajar darimu?”

Tak ada tanggapan.

Mungkin ia berpikir aku orang yang aneh. Orang yang tiba-tiba masuk dan bicara hal tidak masuk akal seperti tadi. Apalagi ini pertemuan pertama kami.

Dengan canggung aku tarik tanganku. Dingin. Dan ku sembunyikan tanganku di balik punggung. Sambil menunduk aku mengambil langkah mundur perlahan. Hingga di ambang pintu ku lihat dia masih memperhatikanku. Sampai  “Datanglah petang nanti!”

Rasanya seperti baru saja membuka pintu. Yang menghadap keluar dimana banyak hal yang bisa aku lihat dari sisi sebelah sini. Dan besok petang, JEON JUNGKOOK tidak boleh terlambat.

.

.

.

Note A StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang