Seorang Putri

28 4 4
                                    

Di balik senyum cerah sang Mentari terdapat luka yang menganga lebar di dalamnya.
.
.
.

Pagi menyambut, mentari baru saja ingin memamerkan senyum cerahnya. Namun Hyunhee sudah berada di depan cermin dengan jas hujan kebesaran berwarna kuning.

Pagi-pagi sekali ia bangun, meski jam weker yang telah disetelnya belum berbunyi. Bahkan paman Kim yang terbiasa bangun pagi masih tertidur lelap di sampingnya. Meski ia tahu masih memiliki waktu banyak, ia tetap resah.

“Paman bangun!” Hyunhee segera  membangunkan paman Kim, tak mau kesiangan di hari pertama sekolah hanya karena menunggu paman Kim bersiap-siap untuk mengantarnya.

Setelah beberapa goncangan yang diberikan Hyunhee pada tubuhnya, paman Kim akhirnya terbangun juga, dan meninggalkan Hyunhee dengan segala kesibukannya.  

Hanya butuh waktu lima menit Hyunhee menyelesaikan mandi, memilih pakaian. Saking buru-burunya Hyunhee mandi, masih terdapat sisa pasta gigi di mulutnya. Tanpa ambil pusing, Hyunhee berkumur dengan air minum, dan menelannya sampai habis.

Alasannya, tentu saja ia tak mau menggunakan waktunya dengan melakukan hal-hal yang tidak berguna yang akan membuatnya kesiangan di hari pertamanya bersekolah.

Dan menghabiskan waktu bermenit-menit di depan cermin dalam kamus anak itu tidak termasuk bagian hal-hal yang tidak berguna. Karena kini ia sudah menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk meniti seluruh penampilannya lewat pantulan cermin.

Hari ini, hari pertamanya. Ia tak mau merusaknya, dengan penampilan upik abu. Ia harus terlihat maksimal di depan teman-teman barunya.

Hal itu akan membuatnya terhindar dari tangan ringan teman-temannya. Meski hanya dalam waktu yang singkat, sebelum semuanya terungkap. Dan Hyunhee akan dengan senang hati untuk meninggalkan sekolah barunya tersebut.  

Di cermin itu pula, Hyunhee membayangkan tentang apa yang ingin ia katakan dan lakukan nanti. Juga membayangkan ekspresi bodoh atau penasaran teman-temannya. Serta pertanyaan-pertanyaan aneh yang membuat Hyunhee bingung untuk menjawabnya. Cukup hanya membayangkannya saja sudah membuat Hyunhee tertawa geli.

Setidaknya sebelum berperang, ia harus menyiapkan amunisi terlebih dahulu bukan?

Berdiri terlalu lama membuat kaki Hyunhee pegal. Setelah puas dengan penampilannya. Ia meninggalkan benda persegi panjang yang memantulkan bayangannya. Berjalan dengan senyum lebar menuju luar rumah.

Angin pagi pegunungan menyapa Hyunhee sesaat ia membuka pintu. Udara segar berlomba-lomba memasuki setiap inci paru-parunya. Tak lupa pemandangan asri pegunungan memanjakan matanya.

Di ujung taman, paman Kim tengah menyapu daun-daun kering. Bunyi perpaduan antara tanah dan sapu lidi menyaingi kicau burung di pepohonan. 
Hyunhee duduk di pelantara rumah, menikmati nikmat Sang Pencipta yang tersaji di depan mata. Jika saja hari ini hari libur, Hyunhee akan dengan senang hati menghabiskan waktu berjam-jam duduk diam di sana.

Meski hal itu tidaklah mungkin, karena pasti paman Kim akan menyuruhnya ini dan itu, ketika melihatnya menganggur.

“Manfaatkanlah waktumu sebaik mungkin, karena kamu tidak tahu pasti kapan ajal menjemputmu!” ucapnya paman Kim setiap kali mendapati Hyunhee mengeluh, tak mau mengerjakan perintahnya.

Perkataan kejam yang membuat Hyunhee tak berkutik, dan mengerjakan perintahnya setengah hati.

Hyunhee memakai sendiri sepatunya, tanpa harus meminta bantuan paman Kim. Ia sudah mahir memakai sepatunya sendiri. Tak mau terlalu merepotkan paman Kim, ia belajar keras untuk melakukan sendiri segala pekerjaan menyangkut dirinya.

After The Rain #ChanyeolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang