Part 1

2.2K 208 6
                                    

Ketika cinta hanya dijadikan sebagai perhiasan dalam pernikahan. Di pakai, dipajang dan akhirnya ditaruh.

Seperti pernikahan Alana Oktavia alami. 5 tahun membina rumah tangga bersama Niko tidak ada kebahagiaan yang pasti. Di mulai dari penemuan pesan singkat mesra Niko pada wanita lain. Hati Alana hancur lebur. Semua janji manis yang suaminya ucapkan hanyalah ilusi. Terlebih mertuanya yang selalu memandangnya salah.

"Mau sampai kapan kamu bertahan, Lan?" tanya sahabatnya. Mereka sedang berada disebuah cafe. Alana meminta Rosa untuk bertemu. Rosa begitu perihatin dengan kondisi Alana. Wajahnya pucat dan tatapan matanya kosong. "Alana.." panggil Rosa seraya menggengam tangannya. "Kamu sakit?"

Alana tersenyum tipis, "aku bingung, Rosa."

"Apa yang kamu bingungkan?. Kamu itu masih muda dan juga kalian belum punya anak. Kesempatan kamu berpisah itu besar."

"Bagaimana keluargaku?"

"Bilang terus terang apa yang terjadi sama kamu selama ini, Alana. Mereka akan mengerti, mungkin orangtuamu juga tidak rela putrinya tersiksa seperti ini. Lama-lama kamu hidup dengan Nico yang ada kamu bisa mati!" Rosa berkata kasar karena sudah sangat kesal. Dengan Nico dan keluarganya.

"Pisah dari Nico aku mau kerja apa?"

"Kamu bisa kerja sama aku, Lana. Di cafe aku. Walaupun tidak begitu ramai. Tapi aku masih sanggup menggaji kamu." Alana terdiam. "Please, Lana.. Bercerailah dengan Nico." Rosa tidak tega.

"Aku akan pikirkan dulu. Aku takut kalau berbuat kesalahan."

"Kamu tidak salah, yang salah itu kelakuan Nico. Sudah punya istri cantik seperti kamu malah disia-siakan. Dan lagi mertua kamu yang judes itu. Kamu dirumahnya sudah seperti pembantu saja!. Nyuruh ini-itu tanpa peduli kamu lelah atau tidak!" Rosa menjadi geram mengingatnya. Ia pernah berkunjung ke rumah Nico dan melihat bagaimana perlakuan mertua Alana. Sahabatnya itu tinggal bersama orangtua Nico. Seharusnya jika sudah menikah pasti akan pindah rumah. Meskipun harus mengontrak.

Alana hanya bisa diam saat Rosa bicara. Memang semua yang dikatakannya benar. Masalahnya ia hanya menantu yang tidak bisa apa-apa. Setiap Alana mengeluh mengenai Ibu Emilia. Pasti Nico malah membela ibunya. Ia yang disalah-salahkan. Tidak pengertian pada mertualah atau tidak sayang. Malah Alana tidak membanding-bandingkan dengan ibu kandungnya. Ia selalu perhatian pada Ibu Emilia. Apapun akan dibelikan.

Alana melirik jam ditangannya sudah pukul 14.00 WIB. Ia harus segera pulang. Ibu Emilia pasti menunggunya untuk beres-beres rumah. "Rosa, aku pulang dulu ya,"

"Kenapa cepet sekali? Kita kan belum ngobrol banyak."

"Aku hanya diberi waktu sampai jam dua saja."

Rosa mengangguk mengerti. Bila ia melarangnya pasti mertua Alana akan memberi hukuman. "Oke kalau begitu, Mau aku antar?"

"Tidak usah," ucap Alana sembari mengambil tas. "Aku naik Grabcar saja,"

"Oke," Rosa mencium pipi dan kanan Alana. "Hati-hati,"

Alana memesan grab car lewat ponselnya. Cukup lama menunggu belum ada juga ada yang menerima orderannya. Ia berdiri dipinggir jalan cukup jauh dari cafe. Alana tidak mau merepotkan Rosa.

"Ping"

"Mbak, ada dimana ya?" Alana membaca chat dari supir Grab car. Akhirnya ada yang mau menerima. Ia hanya sepintas melihat foto profil supirnya.

"Saya di depan ATM BCA nya, Mas."

"Sesuai map kan ya, Mbak?"

"Iya, Mas."

Hope & Trust (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang