4. Janji Yang Diingkari

5.1K 257 88
                                    

"Hueee ... hiks ... hiks ... Kakak~!"

Ingus meleleh, bibir bergetar. Berasal dari makhluk menggemaskan, sedang berjongkok sembari memperhatikan luka di lutut. Menggelesot di tanah, mengeluh pada satu remaja yang kelimpungan mendekatinya.

"Kau baik-baik saja?"

Remaja itu bertanya. Ia berjongkok di sisi kiri sang bocah, lalu menyeka aliran bening yang menjejaki pipi bulat kemerahannya.

"Sakit? Mana yang terluka? Ssttt ... jangan menangis, Centil."

Kekhawatiran jelas tergambar di wajah berlemak si lelaki. Menanggapi kemalangan gadis kecilnya, remaja berkulit tan itu mengusap-usap puncak kepala sang gadis.

"Hiks ... cakiittt, Kak~ ... tadi aku jatuh di cini ...."

Gadis itu semakin menjadi-jadi. Ia mengeluh, merengek. Telunjuk mungilnya mengarah ke tanah. Menuding sebuah batu, yang jelas tidak berotak.

"Hiks ... kelikil nakal," adunya, memelototi kerikil tersebut.

Sang remaja terkekeh geli. Merasa lucu akan tingkah imut si kecil, yang sudah seperti adik baginya. Dibelainya pucuk kepala sang bocah, menyingkap poni ratanya, tak lupa memberi sebuah kecupan di dahi.

"Lain kali, jangan berlari seperti tadi. Kakak tidak akan meninggalkanmu kemanapun. Yang perlu kau lakukan  hanya menunggu, dan kakak akan kembali padamu. Mengerti?"

"Um~ hiks ... aku mengelti ...."

Anggukan kepala si gadis menjadi jawaban. Mengulum senyum sebagai balasan, manik si remaja memandang lembut. Ia lagi-lagi membelai, mengusap-usap rambut biru kehitaman si gadis.

"Good girl," pujinya.

Tetapi takdir, siapa yang tahu kebuasannya. Jika sekarang mereka bisa berbagi senyum, namun kelak di masa depan, hanya ada murka juga aliran air mata. Dan semua, tak jauh-jauh dari tulisan sang nasib.

.

.

.

.

.

.

Naruto tidak mengantar Hinata ke gereja, atau membawanya menuju love hotel, pula mengembalikan gadis itu ke mansion Hyuuga. Ia justru membawa Hinata ke sebuah butik ternama, setelahnya berakhir di salon kecantikan.

Satu mini dress berwarna ungu pudar dibeli, tak ketinggalan setelan jas hitam untuk dirinya. Hinata, harus terlihat seperti Hinata yang lama. Tidak dinodai oleh nafsu, apalagi kekerasan. Mulus, namun sudah tak suci lagi.

Resepsi pernikahan akan diadakan setengah jam lagi. Meyakini bekas sentuhannya yang kasat mata tersembunyi, Naruto bertekad untuk mengembalikan Hinata kepada Hyuuga Hiashi. Tidak, ia tidak berniat menghentikan, apalagi menyesali perbuatannya. Ini hanya permulaan, sebelum ia benar-benar meremukkan hati orang tua itu.

Beberapa waria bergerak cekatan. Merias wajah Hinata yang masih tak sadarkan diri. Mengaplikasikan kosmetik berkualitas padanya, berusaha memoles muka yang satu sisi pipinya berhias lebam.

Dibelakang, Naruto setia menemani. Mengawasi gerak-gerik pekerja salon, menuntut kesempurnaan walau bualan. Lelah berdiri, ia pun memutuskan duduk di kursi tunggu. Sudah begitu, netra safirnya masih setia memantau, tapi kemudian beralih focus pada cermin—yang memantulkan wajah polos si gadis.

Why?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang