BUKIT KAHRA

72 6 2
                                    

Halo minna. Saya Rab'ah kalian bisa memanggilku Ra. Hehehe cukup simple untuk pemilik nama Rab'ah El adawea Dimyati.
Baydeway ini adalah cerpen ke dua setelah MAHA SANTRI.
Di cerpen ini aku akan ceritakan singkat saja hehehehe... selamat menikmati.

Sore yang tenang, bunga-bunga yang mekar terhampar mewarnai tiap Depa tanah.
Sedang dibukit yang agak tinggi, bersebelahan dengan sungai yang cukup deras alirannya, tinggalah sepasang anak manusia yang sedang asik menghabiskan sore bersama.

Mereka adalah anak-anak dari penggembala domba yang menetap dan membangun persinggahan guna beristirahat.
Namun bencana membawa para penggembala itu pergi. Meninggalkan tangis anak-anak mereka yang belum mengenal dosa menangis dipersinggahan.
Dibesarkan oleh alam, kedua anak dari penggembala itu tumbuh dengan keterbatasan akal mereka.
Mereka hanya mengerti bahwa mereka dibesarkan oleh alam dan menghabiskan hari-hari mereka dengan alam pula.

Ya, mereka adalah Kahlil dan Rahma. Mereka tinggal di bukit ini dari kecil hingga sekarang menginjak usia remaja. Orang tua dan saudara yang lain tiba-tiba pergi meninggalkan mereka yang baru beberapa tahun menginjak tanah.
Beruntung alam menyayangi mereka. Buah-buah segar serta air selalu tersedia bagi mereka berdua.

Beberapa tahun berlalu, mereka tumbuh sehat tak kurang apapun. Bercocok tanam, memasak dan hal lainnya mereka lakukan bersama. Menghabiskan waktu dengan bahagia tanpa ada yang mengusik mereka.

Seperti sore ini, mereka berlarian saling mengejar dan saling berebut apapun hingga keduanya lelah dan memilih duduk bersantai sambil menikmati sinar mentari sore. Mereka berjalan gontai menuju pohon besar yang agak tua. Di senderkan punggung mereka untuk melepas lelah sambil menikmati pemandangan sore di bukit yang mereka tinggali.

KAHRA, mereka menamai bukit tersebut dengan nama bukit KAHRA _kahlil dan rahma_. Bukit yang membesarkan mereka hingga 16 tahun lamanya.

"Lihatlah matahari itu. Kau tau seberapa cepat langkah matahari agar bisa sampai padamu?"
Kata Kahlil mengawali pembicaraan.

"Entah, memangnya?"
Jawab Rahma.

"Secepat apapun jaraknya, aku yakin aku lebih beruntung dari matahari itu".

"Kenapa?" Tanya rahma.

"Karena aku tak perlu jarak apapun untuk bisa sekedar menatapmu".

"Dasar perayu".
Rahma mencubit pinggang Kahlil.

"Tak terasa sudah 9 tahun berlalu ketika mereka meninggalkan kita" ucap Kahlil tiba-tiba .

"Ya, kau benar. Dan seperti tau apa yang akan terjadi, mereka mengajari kita banyak hal sebelum mereka meninggalkan kita untuk waktu yang lama".

"Rahma, apa kita benar-benar akan tinggal disini?"

"Ya, mungkin. Aku ingin menunggu mereka disini. Mereka pasti kembali". Harap Rahma.

"Bagaimana jika mereka tak kembali?"

Rahma terdiam sejenak sebelum merasakan belaian tangan Kahlil menyentuh rambutnya.

"Tinggalah disini bersamaku. Kita bangun tempat tinggal baru bersama anak-anak kita nanti"
Kata rahma.

"Seperti yang kau minta, Rahma ku".

Kahlil mendekap Rahma dari belakang dan mengecup kepalanya pelan.

Rahma menikmati sore itu dengan damai dan bahagia. Beruntung ia tak tinggal disini sendirian. Ia akan tinggal selamanya dengan orang yang ia sayangi dan menghabiskan waktu bersama sampai tua nanti.

"Apa kau akan terus begini? Maksudku, Kau agak sedikit... Yah, kau tau kan.."

Bisik Kahlil ditelinga Rahma.
Mendengar itu spontan Rahma membelalakkan matanya.

LEGENDA BUKIT KAHRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang