PULANG

40 3 0
                                    

Jakarta, 12 November 2014

Siang yang begitu terik dengan lalu lalang kendaraan yang memadati ibukota. Tak nampak kehijauan, Hanya ada debu yang lihai menari-nari menapaki apapun yang di tunjukan angin.
Di salah satu pencakar langit, terlihat seorang pria yang tengah sibuk dengan tuts-tuts keyboard-nya. Di sampingnya sudah tertumpuk rapih lembaran-lembaran penting hasil editannya yang siang ini akan ia serahkan kepada Atasannya.

Kerut di dahi pria itu tampak memudar menandakan laporannya akan segera selesai di buat.
Ia seruput kopi hitamnya pelan.

Pria itu adalah Ashiv yang kini bekerja di sebuah kantor milik teman pak Joko, tetangganya.

"Hoamm...."
Ashiv merenggangkan syaraf-syarafnya yang mulai kaku.

"Tinggal sedikit lagi, aku harus menyelesaikannya"

Ashiv menghitung lembaran kertasnya yang akan ia serahkan setengah jam lagi.

Ashiv berencana pulang ke kampung halamannya liburan ini. Karena itulah ia bekerja lebih giat dari pada biasanya.
Agar bisa selesai lebih cepat dan mendapat liburan yang lebih panjang.

Beberapa minggu setelah kematian Rahma -ibu sekaligus reinkarnasi kekasihnya di masa lalu- pak Joko mengantarnya ke Jakarta guna mencarikan pekerjaan yang layak untuk pemuda seperti Ashiv. Karena dulu ayahnya adalah seorang pencari kayu bakar dan juga di kampung halamannya kebanyakan petani dan tukang.
Pak Joko yang tak memiliki putra menitipkan ashiv pada salah satu temannya semasa sekolah yang sekarang sukses dan berdomisili di Jakarta.

Di sana, Ashiv bekerja dengan giat hingga bisa mengambil sebuah rumah di salah satu perumahan Jakarta yang dekat dengan tempatnya bekerja.
Dan liburan kali ini, selain ingin mengunjungi kampung halamannya Ashiv harus pulang untuk mengabarkan pada pak Joko bahwa temanya telah meninggal dunia.

Juga, ingin menjemput reinkarnasi kekasihnya yang ia yakini sudah terlahir dan akan muncul di kampung halamannya.
Entah ini benar atau tidak, Ashiv hanya bisa berharap.

... ... ... ...

"Ashiv?"

Sebuah suara membuat Ashiv memalingkan wajahnya yang baru turun dari angkutan umum.

"Pak Somad?"
Mata Ashiv sedikit berbinar melihat keadaan pak Somad yang masih terlihat muda walau sudah di makan usia.

"Wah, Ashiv tambah ganteng dan gagah saja! Subhanallah"
Pak Somad tak henti-hentinya memuji Ashiv. Kepalanya bahkan belum puas dengan dua tiga gelengan.

"Apa kabarnya pak?" Tanya ashiv sopan.

"Alhamdulillaah, sehat seperti kelihatannya. Ashiv sendiri, gimana kabarnya? Enak, tinggal di Jakarta?"

"Iya, pak. Di sana saya tidak kurang apapun. Bos saya juga orangnya baik dan boral. Teman pak Joko itu sangat baik sekali. Oh iya, pak. Kabarnya pak Joko bagaimana?"

Pertanyaan Ashiv membuat pak Somad terharu. Pria gagah itu selalu tak lupa sopan santun.

"Kamu pasti lelah, nak. Mari, ke rumah bapak dulu untuk beristirahat. Ada yang mau bapak bicarakan"

"Terimakasih, maaf merepotkan"

"Tidak apa-apa nak. Kamu sudah bapak anggap sebagai anak sendiri"

Ashiv kembali berterimakasih.

"Mari"

Pak Somad mengantar Ashiv menuju rumahnya. Di perjalanan, pak Somad bercerita tentang banyaknya perubahan yang telah terjadi di desanya dan Ashiv pun bercerita tentang perjalanan dirinya semasa tinggal di kota.
Asyik bercerita, akhirnya mereka sampai di rumah pak Somad yang sederhana nan asri. Mata Ashiv menelanjangi tiap-tiap sudut ruangan. Tak banyak terisi namun sangat nyaman.

"Nah, ini kamar nak Ashiv. Kamar mandinya ada di lurusan jalan ini yah. Pakaian kotornya, taruh aja ke keranjang itu" tunjuk pak Somad.

Ashiv mengangguk dan berterimakasih.

"Setelah rapih, temui bapak di ruang makan. Arahnya sama seperti arah kamar mandi".

"Baik, pak."

Ashiv bergegas membuka ranselnya dan seperti saran pak Somad, Ashiv bersiap mandi dan ia hapal arahnya. Selesai membersihkan diri, Ashiv meletakkan pakaian kotornya di keranjang kosong yang ditunjukan pak Somad lalu merapihkan pakaian yang dikenakannya dan bergegas menuju ruang makan.

Rumah pak Somad tak terlalu besar. Hanya ada ruang tamu, kamar, kamar tamu, juga kamar mandi dan dapur. Ruang makan pun satu ruangan dengan dapur. Tidak seperti rumah2 di Jakarta yang berpagar tinggi. Entah seperti apa didalamnya.

Setelah melewati ruang tamu, Ashiv sampai di dapur dan mendapati pak Somad yang sedang membelah melon madu.

"Silahkan duduk Ashiv"

"Baik, pak"

Baru saja Ashiv duduk, istri pak Somad keluar dari dapur dengan beberapa masakan di tangannya.

"Ashiv, masing ingat sama ibu Ndak?"

Ashiv menoleh ke sumber suara dan dengan cekatan langsung mengambil alih piring-piring yang di bawa istri pak Somad untuk ditaruh di meja makan.

"Masih dong Bu. Istri pak Somad siapa lagi kalau bukan Bu Maryam? Wanita tercantik kedua di kampung ini"

"Syukurlah kalau masih ingat. Tapi, memangnya ada yang pertama yah... Kok pakai rangking kedua segala"

Ibu Maryam kembali mengoper bawaannya pada Ashiv.

"Yah... Itu pasti ibunya lah, Bu. Siapa lagi?" Jawab pak Somad.

"He he he" Ashiv hanya bisa tersenyum ringan, tak ada yang tau kalau ia dah Rahma sudah hidup lama dan menjalin cinta.

**********

Selesai makan, pak Somad membawa Ashiv ke teras depan sambil menikmati suasana sore dengan kopi luwak bikinan Bu Maryam.

Sambil sedikit bersantai, pak Somad menceritakan pak Joko yang sudah meninggal dunia sejak 2 tahun lalu dan 5 bulan kemudian istri almarhum pindah ke surabaya berkumpul dengan keluarga yang lain.

"Teman pak Joko yang akan aku kabari pun meninggal 2 tahun yang lalu."
Kata Ashiv.

Dari belakang, ibu Maryam menepuk bahu kiri Ashiv.

"Kamu tinggal disini aja, Shiv. Ibu ga keberatan menjadi orang tua angkatmu. Ya kan, pak?"

Pak Somad setuju. Ia butuh seseorang untuk mengurusnya saat masa tua nanti.
Karena anaknya pergi entah kemana.

"Ashiv juga berencana tinggal disini Bu, tapi tabungan Ashiv belum cukup buat beli tanah."

"Loh, ya sudah kalau begitu.
Ashiv tinggal saja disini. Kalau urusan kerja, nanti biar bapak Carikan pekarjaan yang tepat".

"Wah terimakasih Bu, saya jadi banyak merepotkan" kata Ashiv.

"Merepotkan bagaimana kamu, Shiv. Diminum tuh kopinya" lanjut Bu Maryam.

Sebelum Ashiv menggapai pegangan gelas, sebuah teriakan terdengar begitu keras.

"Siapa itu pak, yang teriak-teriak?" Tanya Bu Maryam.

Pak Somad berdiri. Maniknya menyusuri tiap sisi sekitar rumahnya.

"Tolong!!!"

"Toloonggg!!"

"Ucup!" Teriak pak Somad.
Mendengar suara pak Somad, Ucup mengencangkan larinya. Air mukanya sungguh tak bisa dijelaskan. Namun yang pasti ia sedang ketakutan.





Maaf lama update-nya fufufu....
Lagi banyak tugas menjelang akhir taun.

Jangan lupa vote-nya yah kawan.

LEGENDA BUKIT KAHRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang