Suka sebel ga sih klo punya teman yang super dramaaaa.
Ah,, saya lagi ga beruntung mungkin.
Aku tak yakin jika akan selalu bersamanya. Lupakan karena malem ini q harus publish LBK_nya.
Selamat membaca manteman.Malam yang sunyi ditemani sinar rembulan, Rahma kembali menatap langit seperti malam-malam sebelumnya.
"Kahlil, 2 tahun berlalu sejak aku meninggalkan bukit itu. Kini, aku sudah berkeluarga. Seseorang menemukanku tergeletak dikaki bukit karena kelelahan".
"Selama 2 bulan aku tinggal dengan ibunya sedang suamiku bekerja dengan mengumpulkan kayu bakar untuk dijual ke pasar. Di bulan ke tiga aku akhirnya menikah.
Ku harap kau tak marah mendengar kisah ku. Percayalah, aku masih menunggumu".Ya, Rahma kini sudah berkeluarga, dan mempunyai keluarga. Ia memiliki buah hati hasil dari cinta suaminya dan kerinduan Rahma.
Tiga bulan menetap bersama Guntur, suaminya. Rahma pun menikah ala kadarnya orang biasa. Kini anaknya sudah hampir genap 1 tahun.
"Rahma...".
Suara Guntur membangunkan kebisuan Rahma.
"Iya, mas".
Guntur menghampiri Rahma.
"Kamu kenapa sih, kalau malam terus-terusan melihat bulan. Nanti badan kamu bisa kemasukan angin".
Guntur memakaikan selimut dipunggung rahma.
"Seperti sedang merindukan seseorang saja".
Wajah Rahma agak tergugup. Ia tersenyum mendengar Guntur yang menebak-nebak pikirannya.
"Aku memang sedang menunggu seseorang, mas".
Jawab Rahma pelan."Oia, siapa dia?"
Tanya Guntur."Temanku satu-satunya sewaktu kami masih tinggal di bukit. Aku bahkan tak tau dia sedang apa".
"Aku turut berduka. Tapi, kau pun tak boleh terlalu larut memikirkannya agar dia pun bisa damai di alam sana".
"Iya, mas".
Sebagian kisah Guntur tau dari Rahma ketika pertama kali menemukanya. Sebelumnya Guntur bahkan tidak percaya bahwa ada yang mendiami bukit tersebut. Namun setelah mendatanginya bersama Rahma, dan ikut berdoa di singgahan terakhir Kahlil, Guntur pun percaya dan membuatkan papan nama bertuliskan BUKIT KAHRA juga memudahkan jalan bagi mereka agar bisa dengan mudah mendatanginya lagi suatu saat nanti.
"Sudah yuk. Kita kedalam. Tak baik berlama-lama diluar".
Rahma memasuki kamarnya dan bersiap-siap untuk istirahat.
Guntur menutup semua yang diperlukan dan beranjak tidur."Besok, aku mungkin akan pulang larut karena ada yang meminta kayu bakar banyak. Jadi, kau jaga dirimu baik-baik yah... Nanti kita juga perlu menziarahi makam ibu. Sudah lama kita tak berkunjung ke makamnya".
"Iya, mas".
Esoknya, pagi-pagi sekali Guntur meninggalkan rumah.
Rahma bangun dengan malasnya menuju kamar mandi.
Namun, tiba-tiba terdengar sang buah hati menangis.
Bergegas Rahma menemui anak nya yang mungil dan langsung mengembannya."Duhhhh.. sayang. Anak ibu sudah bangun. Bapak mana bu... Bapak pergi cari kayu, sayang... Ashiv mandi dulu yah sayang...
Biar wangi, biar tambah ganteng".Rahmah terus mengoceh, mengajari anaknya menyusun kata.
Dimandikanya ashiv tercinta. Matanya yang tanpa dosa menatap wajah Rahma sambil ikut mengoceh menimpali ocehan ibunya.
"Ngomong apa sih sayang. Ibu tidak mengerti. Hehehehe".
Selesai mandi, Rahma memakaikan pakaian pada anaknya kemudian menyusuinya hingga kenyang dan tertidur pulas.
Rahma kemudian melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda."Kau dengar Kahlil, dia terus berceloteh memanggil namamu.
Aku harap, kau ikut menyaksikan pertumbuhannya".Matahari sudah meninggi Rahma pun sudah selesai dengan segala tugasnya. Dilihatnya ashiv Yang masih tertidur pulas.
Beberapa saat kemudian, terdengar pintu diketuk. Rahma membukakan pintu dan 2 orang dengan seragam polisi lengkap muncul dihadapan Rahma.
"Selamat siang. Kami dari kepolisian, apa benar ini kediaman bapak Guntur?".
Dengan ragu Rahma mengangguk.
"Apa benar anda bernama ibu Rahma, istri dari bapak Guntur?".
"Iya, benar saya sendiri. Ada apa yah pak?".
"Bapak Guntur mengalami kecelakaan dan sekarang berada di RS SEJAHTERA.....".
Mendengar suaminya kecelakaan, Rahma tak memperdulikan lagi kata-kata selanjutnya.
Ia bersama 2 polisi itu segera menuju rumah sakit dimana suaminya terbaring. Dibawanya ashiv yang masih terlelap bersamanya.
Rahma mendapati suaminya tak bernyawa saat setelah sampai. Suaminya tak sempat berucap kata untuk melepas keluarga tercintanya.Kini Rahma bergelar janda dan ashiv menjadi yatim. Mereka menjalani hidup hanya berdua, karena Rahma tak menginginkan keluarga baru lagi.
Bertahun tahun sudah dilewati Rahma kini ashiv sudah menginjak masa remaja dengan tanpa mengenyam pendidikan. Karena masalah ekonomi ashiv lah yang bekerja mencarikan makan untuknya dan Rahma."Ashiv..." Panggil Rahma suatu malam.
"Iya, Bu".
Ashiv bergegas memenuhi panggilan ibunya.
Dilihatnya sang ibu sedang menatap malam dengan ketenangan."Purnama yang cantik, Bu".
Kata ashiv."Kau benar ashiv. Entah kenapa ibu selalu suka memandang langit. Hati ibu jadi lebih damai rasanya".
"Bukanya alasan ibu memandang langit adalah menunggu seseorang?".
Rahma tersentak pelan mendengar penuturan anaknya.
"Maksudku, seperti yang ibu bilang ketika ditanya, kan?".
Ya, Rahma membenarkan ucapan anaknya. Namun entah mengapa sekarang berasa hambar kerinduan Rahma. Seperti seakan dikhianati takdir. Penantian ini bahkan tak terlihat ujungnya.
Rahma hanya bisa menatap langit dengan ketenangannya, tidak lagi menggebu saat membayangkan Kahlil akan turun perlahan menemuinya."Apa kerinduan itu kini hilang, ibu?".
Kembali ashiv mengatakan sesuatu yang menyentakkan hati kecilnya."Apa yang kau bicarakan anakku ashiv.. apa kau mengantuk?".
Rahma membelai kepala ashiv lembut.
"Jika aku mengantuk, aku akan pergi tidur sekarang". Jawab ashiv sembari mendudukkan pantatnya di bangku yang sama dengan Rahma.
"Ashiv... Kerinduan apa yang kau maksudkan. Ini tidak seperti drama di festival tahun baru, sayang".
"Aku sedang membicarakanmu, ibuku" tatapan ashiv membuat Rahma salah tingkah.
"Maksudmu?"
Kerutan di dahi Rahma bertambah. Ashiv melayangkan senyumannya dihati Rahma. Membuat sang ibu tergetar hatinya. Membuat ingatanya tentang 18 tahun lalu berkelebat tak beraturan.
Rahma memegangi kepalanya kemudian.
"Kau, sudah hampa menunggu karena dia sudah datang atau karena lepas harapan sedang dia ada di dekatmu?".
Kalimat ashiv tiba-tiba berbeda dari biasanya.
"Ashiv... Nak, kau...".
"Kahlil. Aku Kahlil"
Ashiv memotong kalimat ibunya.Hening.
"Apa? Kau...."
To be continued......
KAMU SEDANG MEMBACA
LEGENDA BUKIT KAHRA
Historical FictionCinta yang terus menguat untuk menjadi satu, terkadang berwujud menjadi sosok yang bernyawa. Hidup, dan ambisius.