Bintang Milikku

53 3 0
                                    


Di malam itu, langit sangat indah. Seperti ada tambahan bintang di langit daripada hari – hari biasanya. Malam itu begitu terang. Bulan beradu dengan bintang. Menampilkan cahaya yang mereka miliki.

"Kalian semua tidak ada apa – apanya, dibanding dengan bintangku." Gumam Mika sambil menidurkan badannya di atas rerumputan hijau di samping rumahnya.

Tangannya dilipat di belakang kepala sebagai bantalannya. Ia sangat menikmati indahnya panorama langit di samping rumahnya.

Ia punya satu bintang, yang amat terang di banding seluruh bintang di alam semesta. Ia sangat menyukai bintang itu. Ia selalu ingin bersama bintang itu. Ia ingin menggapai bintang itu. Menggapai semua mimpi yang ia impikan.

Ia pejamkan matanya. Ia rasakan sekelompok angin kecil menghampirinya. Dingin. Sedingin apapun angin itu, tak akan bisa membuatnya beku, karena bintang yang selalu ada dalam hatinya, memancarkan kehangatan yang luar biasa.

Hanya impian sederhana, namun sangat rumit. Bersanding dengan bintang impiannya.

"Mika."

Mika terbangun dari dunia imajinasinya, karena sebuah sara yang sudah tak asing lagi bagi telinganya. Tiba – tiba Aza sudah duduk di samping kirinya.

"Eh Za, mengagetkan saja."

Aza hanya tersenyum kecil. Lalu ia palingkan pandangannya pada langit. Kedua sudut bibirnya semakin terangkat.

"Pantes Kamu seneng banget tiduran di sini." Ujar Aza dengan kepalanya yang masih menengadah ke atas, "Indah." Lanjutnya.

"Wajahmu dari samping lebih indah dari semua yang kau lihat Za!" pujian – pujian Mika keluarkan, namun ia hanya bisa mengatakan dari hatinya, karena Aza adalah sahabat. "Ada apa Za? Kesepian?".

"Mika, cariin Aku pacar dong." Sambil mengalihkan tatapannya kepada Mika.

Mika terkejut mendengarnya. Tak pernah ia melihat wajah Aza seserius itu.

"Pacar?" Mika mencoba untuk meyakinkan.

Aza mengangguk, "Aku kesepian Mik, Aku ingin melabuhkan hatiku untuk sementara, kalau bisa ya selamanya."

"Temen sebangku ku di kelas. Mau?"

"Boleh. Besok kenalin yak?"

Mika menganggukkan kepalanya sekali lalu tersenyum.

"Yoshh. Aku pulang dulu ya." Ujar Aza sembari menegakkan kakinya dan melangkah pergi meninggalkan Mika.

Selang beberapa menit punggung Aza sudah menghilang. Wajar saja, rumahnya berada tepat di sebelaha kiri rumah Mika, mereka bertetangga.

Sekarang, bukan angin kecil saja yang menerpanya. Semakin besar angin yang menyapanya. Semakin dingin malam itu.

Langit sudah tak terang lagi. Awan hitam telah mengelabuhinya. Kilatan cahaya sesekali muncul, petir rupanya. Setelah kedatangannya, suara menggelegar datang dari langit. Gemuruh, petir, gelap, dan tetesan air mulai menghiasi malam itu.

Bintangku redup?

***

Senyum ManismuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang