Moza sendiri masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia katakan. Sekarang badannya kaku seperti patung, dan rombongan panitia sudah membubarkan diri. Termasuk Pak Yudi sendiri.
Kaki Moza baru saja akan melangkah pergi, saat sentuhan tangan yang lembut menghentikan langkahnya.
"Hey, gak jadi butuh bantuan gue ya?"
Mata Moza menangkap bayangan seorang lelaki berwajah malaikat dua itu. Ah ya, malaikat ke satu sudah pasti adalah Radar. Kenapa banyak manusia berparas malaikat di sekolah ini sih? Moza menggeleng cepat untuk menepis pikirannya yang semakin hari semakin absurd.
Moza menatap lelaki itu dengan bingung seperti orang bodoh, "Apa gue kenal elo?"
Keterkejutan langsung menghiasi wajah rupawan itu, membuat Moza ingin merutuki setiap perkataan bodoh yang keluar dari mulutnya. Sekarang ia benar-benar seperti seseorang yang bodoh nan arogan. Moza sendiri tau, dengan keadaan laki-laki yang mengajukan dirinya tadi membuat berbagai pihak beruntung.
Termasuk dirinya.
"Eh—eh bukan gitu maksudnya." Moza meniup wajahnya sendiri, sehingga poni yang ia miliki sedikit mengapung.
Tidak seperti dugaannya, lelaki itu malah tertawa renyah. Walaupun tawanya terdengar sedikit dipaksakan. Setidaknya suasana canggung sedikit memudar.
Lelaki itu mengulurkan tangannya, "Virgo, anak 12 IPS 1."
Tanpa sadar Moza membelalakan matanya, dan membuat tangan Virgo terus menunggu untuk dijabat olehnya. Apa Moza satu-satunya murid yang tidak masuk kelas unggulan ya? Dari sudut pandang yang ia miliki, sepertinya semua orang terlihat lebih pintar darinya.
Tangan Virgo yang tidak sabaran itu langsung menjabat tangan Moza secara paksa, "Ahelah, iya gue tau lu Moza. Tapi tangan gue jangan dianggurin juga kali, entar dilalerin."
Virgo menambahkan gerakan ke atas dan ke bawah, tanda mereka sedang melakukan jabat tangan.
"Lo berasal dari planet mana sih? Jabat tangan aja masa gak tau?"
Moza yang masih setengah kaget oleh perlakuan Virgo, mencoba melepaskan tangannya, namun ditahan. Senyuman menggoda yang Virgo tawarkan membuat dirinya tidak nyaman.
"Dari rasi bintang scorpion, mangkanya gak ngerti cara jabat tangan orang Virgo. Lepas dong, kan udah kenalannya." Moza menggerutu.
Virgo malah tersenyum mendengar ucapan Moza yang garing. Namun tangannya masih enggan melepaskan.
"Buruan! Gue masih ada kelas." Moza menarik-narik tangannya. Hingga terasa perih. Namun tetap saja, Virgo tidak mau melepaskan mangsanya itu.
Virgo menaikan alisnya sebelah, memberikan tatapan tak percaya kepada Moza.
"Serius masih ada kelas? Kemarin gue liat kok kerjaan lo cuman tidur di UKS?" Virgo mengatakannya dengan nada yang sangat tidak mengenakan. Membuat emosi Moza meningkat.
Karena tangannya yang satu lagi masih bisa bergerak bebas, ia mencoba melayangkan tangannya itu ke perut Virgo. Gagal, Virgo masih bisa mengantisipasi pergerakan Moza dengan mudah. Sekarang kedua tangan Moza tidak bisa bergerak.
"Mau lo apa sih?" Moza menautkan kedua alisnya dengan wajah merah padam. Ia tidak baik dalam mengendalikan emosi.
Virgo mengerling sambil melepaskan genggaman tangannya yang erat kepada Moza dengan gerakan mendramatisir, "Gue cuman ingin dapet perlakuan dari adik kelas dengan layak, apalagi yang membutuhkan bantuan gue," Virgo menyunggingkan kembali senyum yang bisa menggetarkan hati Moza secara tidak langsung, "dan lo tau 'kan kita sisa berduaan aja di aula?"
KAMU SEDANG MEMBACA
New Romantics
Teen FictionBukan, ini bukan cerita mengenai relationship goals. Ini hanya kisah tentang pasangan yang paling dibenci dan ditentang di SMA Garuda. Membakar panggung saat acara pensi benar-benar bukan prestasi yang ingin Moza raih di satu tahun pertama ia berada...