Lelaki tampan bertubuh kurus itu terlarut dalam keheningan. Pandangannya sama sekali tidak berpaling dari sosok pria imut yang tengah menopang wajahnya yang tertekuk.
Ming bisa memahami alasan utama pria berwajah menggemaskan dihadapannya terlihat lesu. Dan ia tidak tahu harus memulai pembicaraan seperti apa agar Wayo tidak terlalu larut akan masalahnya. Sebagai sahabat, Ming hanya bisa menjadi pendengar yang baik saat pemuda menggemaskan itu bercerita-curhat lebih tepatnya-beberapa menit lalu.
Sebenarnya, Ming memilih diam karena ia tidak tahu harus memberi saran seperti apa pada Wayo. Yang ia tahu saat ini hanyalah diam dan diam. Namun, beberapa saat kemudian tubuhnya kembali tegak saat dirinya teringat akan satu hal.
"Yo.." panggilnya pelan.
"Arai?" Wayo terpaksa mengangkat wajahnya yang biasanya bersinar hanya untuk menatap sang sahabat. Biasanya lelaki tampan di depannya ini akan selalu berisik untuk mengganggunya, namun kali ini Ming telihat tak banyak bicara.
Ming memberi gestur agar Wayo mendekat padanya. "Sini!" titahnya.
Kening Wayo berkerut samar. Meskipun begitu, ia tetap bergerak mendekati Ming yang mulai mengotak-atik ponselnya. "Ada apa, Ming?" tanyanya bingung.
"Jangan berpikir aneh-aneh. Aku tahu kau suka berpikiran berlebihan." Ming menyahut tanpa mengalihkan perhatian dari ponsel pintarnya. Berhasil membuat Wayo semakin bertanya-tanya dalam hati. "Kau butuh uang kan? Aku rasa dengan bekerjapun gaji yang kau dapatkan tidak akan cukup untuk biaya pengobatan Ibumu. Dan akan sangat disayangkan jika kau harus putus kuliah hanya karena itu.."
"Apa maksudmu, Ming?" Wayo tidak tahan untuk tidak bertanya. Entah mengapa Ming terlalu berbelit-belit menurutnya.
Ming memperlihatkan layar ponselnya pada Wayo. "Lihat!" ucapnya. "Mungkin saja ini bisa membantumu." ia kembali berujar selagi Wayo membaca setiap deret kalimat yang tertera pada layar benda elektronik ditangannya.
"Ba, Ming! Mai ao!" Wayo berseru tiba-tiba dengan ekspresi kesal luar biasa setelah menciptakan jarak antara dirinya dan Ming. Ingin sekali rasanya ia memukul kepala bermahkota hitam milik sahabatnya ini.
"Aw..." Ming kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ekspresinya yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah membuat Wayo semakin jengkel. "Aku hanya memberi saran. Lagipula ini tidak terlalu buruk." tuturnya membela diri.
"Tidak buruk? Apanya yang tidak buruk? Kau menyuruhku untuk menjual diri!"
"Aw, Yo.. Ini bukan menjual diri! Kau hanya akan mendaftarkan diri lalu menunggu seseorang membelimu dan Boom! Kau bisa mendapatkan berapapun yang kau mau."
Keping bulat Wayo semakin melotot sebal. "Itu sama saja dengan menjual diri!"
"Tentu saja itu berbeda, Yo. Kau hanya akan menjadi pengantin dari orang yang membelimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mail Order Bride
RomanceWayo hanya tidak tahu harus melakukan apa untuk menyelamatkan kuliahnya sekaligus membiayai pengobatan Ibunya yang tengah sakit. Hingga ia terpaksa mengikuti saran gila sahabatnya, Ming. Hal yang menjadi awal mula dirinya mengenal Direktur tampan Ko...