Chapter 1

2.6K 263 52
                                    

Memeriksa serta menandatangani tumpukan berkas di atas meja kerja. Itu lah yang dilakukan Phana saat ini. Ia langsung kembali ke ruangannya setelah meeting bersama klien jam 1 siang tadi. Sebelumnya ia memanggil Beam dan Kit untuk ke ruangannya, namun sepertinya kedua sahabatnya itu masih memiliki beberapa pekerjaan yang harus segera diselesaikan.

Beam adalah Manager keuangan Kongthanin Corp. Sementara Kit menyandang status sebagai Sekretaris Phana. Meskipun usia mereka bisa dikatakan cukup muda, namun dalam hal bekerja keduanya patut di acungi jempol.

Jika ada nominasi karyawan terbaik mungkin mereka berdua lah yang akan selalu menyandangnya. Tidak heran jika Ayahnya begitu menghargai kedua sahabatnya itu.

Sementara Phana sendiri baru saja menjabat sebagai Direktur Kongthanin Corp. Belum resmi memang. Karena Tn. Kongthanin baru akan menyerahkan jabatan tertinggi itu secara penuh setelah ia menikah.

Mengingat kata menikah, Phana jadi teringat saran yang diberikan oleh Beam kemarin.

Mail Order Bride?

Tiga deret kata itu terus berputar-putar dikepala Phana. Membuatnya semakin pusing lantaran sederet kalimat itu berbaur dengan permintaan Ibunya agar cepat menikah.

Demi apa, usianya saja baru menginjak 26 tahun. Tidak terlalu tua untuk sekedar menikmati masa lajang. Lantas, mengapa Ibunya selalu mendesaknya untuk berumah tangga seakan-akan ia sudah berusia 30-an. Jujur saja, hal itu sangat amat membebaninya.

Phana menggeser tumpukan berkas yang belum sepenuhnya selesai hanya untuk meletakkan Laptop miliknya disana. Jarinya mulai bergerak mengetik beberapa kata sesaat setelah menghidupkan Laptop tersebut. Tak sampai setengah menit, layar benda elektronik didepannya menampilkan hasil yang bersangkutan dengan ketikannya—Mail Order Bride.

Jangan berpikiran terlalu jauh. Phana hanya penasaran dan ingin melihat seperti apa situs yang dimaksud oleh Beam dan Kit.

Sebuah halaman dimana setiap pengunjung diwajibkan untuk Login melalui E-Mail, terpampang di layar itu ketika Phana mengklik Web teratas. Seraya menopang dagu menggunakan tangannya yang bebas, ia mengetik alamat E-Mail beserta Passwordnya dan melakukan Login.

Keping tajamnya langsung dihadapkan pada foto-foto beserta Biodata singkat orang-orang yang terdaftar dalam situs tersebut. Secara keseluruhan situs ini memang cukup menarik, selain menyediakan para wanita yang siap dijadikan pendamping hidup, disini juga menyajikan pria manis juga lelaki tampan nan gagah. Pilihan yang tersaji cukup memanjakan pengunjung untuk menyesuaikan kriteria yang mereka inginkan.

Phana terus menggulirkan Mouse-nya ke bawah dengan gerakan lamban. Memperhatikan satu persatu wajah yang tertera dengan pandangan khas dirinya—datar.

Sejauh ini tak ada satu pun yang menarik di matanya. Baik itu wanita cantik, pria manis, maupun lelaki tampan—tidak, sungguh pilihan terakhir benar-benar membuatnya langsung mengeryit jijik. Jika hanya tersisa dirinya dan laki-laki gagah bertubuh kekar di dunia pun, Phana lebih memilih tidak menikah seumur hidup daripada harus menikahinya. Sumpah demi celana dalam Pink milik Kit, itu sangat amat mengerikan dari apapun menurutnya.

Helaan nafas meluncur begitu saja dari belah bibir tipis Phana. Ia berpikir untuk menulikan telinga jika Ibunya akan kembali memaksanya menikah saat pulang ke rumah nanti. Kalian tahu alasannya? Ya, benar, tidak ada satupun anggota Mail Order Bride yang mampu menciptakan rasa penasaran di hatinya. Dengan kata lain, tak satupun dari mereka mampu membuatnya tertarik. Itu berarti ia masih harus menyandang status 'lajang' yang sudah pasti akan mengundang omelan sang Ibu.

Phana menggerakkan Mousenya ke kanan hingga panah pada layar laptopnya berhenti tepat di kotak berwarna merah dengan lambang X-menu Close. Jarinya yang akan mengklik menu Close mendadak berhenti di udara saat bunyi 'Ping' lembut tertangkap indera pendengarnya. Berbarengan dengan bunyi itu muncul notifikasi dibagian atas situs tersebut.

Mail Order BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang