Suara penjelasan tentang linier yang tengah dibahas oleh Bu Gusni memenuhi ruang kelas 11 Ipa 5 itu. Beberapa pasang mata memperhatikan apa yang tengah tertulis di papan juga penjelasan Bu Gusni agar mereka tak merasa rugi berangkat hampir tiap hari kesekolah, ada juga yang sudah mengantuk tapi berani jamin kalau pas bel istirahat berdentang, mata yang tadi sayu langsung berbinar dan buru-buru memenuhi kantin. Tak ayal dengan Seza yang memilih mencoreti buku catatannya pada halaman terakhir.
Seza menari-narikan jemarinya dengan tinta biru sebagai alatnya. Ia menulis sembarang kata, tapi ada beberapa kata yang ia tulis dan satu dengan ukuran besar berbunyi 'TAKE ME BACK TO THE PAST' yang menonjol dari coretan yang lain.
Entah mengapa ia merasa tergila-gila dengan film bertemakan lorong waktu itu. Meski sebenarnya ending yang tercipta bukanlah happily ever after, yang sukses membuat Seza menontonnya kesal sendiri. Ia tak ingin menjadi sang tokoh utama yang kehilangan cinta pada masa itu dan terjebak pula di masa itu tanpa bisa kembali lagi.
Itulah Seza, tak pernah terlalu suka dengan ending yang berakhir dengan sad.
Hey, bukannya kenapa-napa, kenyataan tak selalu indah jalan novel unyu-unyu atau film remaja baper. Tidak salah dong kalau ia bisa memilih tontonan yang selalu berakhir bahagia, meski semalam ia dibuat nangis karena sad ending film itu tapi, Seza akui jempol untuk jalan ceritanya.
"Sezara?"
"Sezara!"
Indra pendengar Seza yang menangkap suara itu gelagapan sendiri. Di balik kacamata bulat milik Bu Gusni tersimpan tatapan seperti laser yang membuatnya menundukkan kepala.
Suara ketukan spidol pada papan memakasa Seza mengangkat wajah. Suasana kelas yang hening dan khidmat seakan menenggelamkan Seza dalam amarah Bu Gusni yang meletup-letup.
"Tau kamu apa penjelasan saya?"
Glek
Rasanya menelan ludah pun serasa menelan bongkahan es.
Terlalu susah.
Bu Gusni masih menghunuskan tatapannya tepat menghujam manik hitam Seza yang bergerak tak tentu arah.
Bahkan, Sesa merasa atmosfir disekitarnya meningkat beberapa derajat secara cepat. Kelenjar penghasil eksresi seakan bekerja dengan baik dan terlalu cepat, sehingga titik-titik air menonjol kepermukaan, menghiasi pelipis dan sebagian keningnya.
Duh, kenapa pakai ketahuan ngelamun sih, batin Seza.
Bu Gusni memberi smirk andalannya, seraya membuang pandangan keseluruh penjuru kelas. "Begini, begini yang saya tidak suka dari kalian. Senangnya melamun tanpa tahu kalau kalian membuang ilmu dengan sia-sia." Seza memilin roknya dengan tangan yang mulai basah. "Apa gunanya kalian capek-capek buang tenaga dan ongkos buat kesekolah kalau hasilnya adalah melamun. Susah! Susah memang kalau dari dalam diri kalian tidak ingin berubah dengan sendirinya. Jadi, percuma saya memberi tahu kalau nyatanya tak pernah tersimpan disini," tunjuknya kearah kepala dan turun ke dada, " dan disini. Gunakanlah akal kalian lalu yakinkan benak kalian kalau 'saya kesekolah tiap hari itu buat apa'."
"Baiklah, saya rasa kalian cukup dewasa untuk mengerti, terserah kalian mau save atau justru jadi angin. " Seza tersentak ditempatnya begitu mata Bu Gusni kembali memberinya fokus khusus. "Jadi, Sezara mau tetap melamun atau mendengar materi saya?"
"Dengar materi Bu."
"Susah banget ya hidupnya, jadi pikirannya kemana-mana," bisik Nana seraya cekikikan.
Dengan jengkel Seza mencubit punggung tangan Nana dengan cubitan kecil yang sukses membuat perempuan itu mengerang tanpa suara.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
From The Past and Future
FantasyTentang dia dari masa lalu dan hadir di masa depan|| Copyright 2017