Flashdisk Film

39 27 42
                                    


Tak ada yang kalah menggembirakan bagi para penuntut ilmu seperti Seza selain bel pulang yang berdentang. Sepertinya tak hanya perempuan bersurai sepunggung itu yang merasakan euforia yang sama, karena hampir seluruh penghuni kelas yang telah ditempati Seza kurang lebih dua bulan setelah kenaikan kelas itu bersorak gembira. Bahkan, ada yang sampai melempar tasnya tinggi ke udara sebelum jatuh mengenai teman di sebelahnya yang memasang wajah marah.

"Santai, woy!!"

Seza, perempuan itu mendengus melihat teman-temannya yang berisik, apa mereka tak menghargai kalau masih ada guru yang ...

"Loh, Pak Eman, kemana?" Seza memanjangkan lehernya mencari-cari keberadaan guru sejarah yang lima menit lalu masih dilihatnya duduk di meja guru.

Namun, pertanyaan Seza terjawab begitu melihat Pak Eman ternyata telah berbelok ke arah tangga sebelum menghilang dibalik tembok.

Lah, gercep juga dia, batinnya.

Nana, teman sebangku Seza sejak kelas sepuluh itu menoleh pada Seza yang masih memperhatikan jendela luar. Ditepuknya pundak Seza hingga perempuan itu terlonjak.

Nana menahan tawa melihat kening Seza yang mengerut. "Lihat apaan sih?"

"Pak Eman," jawab Seza seraya membereskan perlengkapannya di atas meja. "Gue gak lihat doi keluar, kenapa gak pake salam dulu sih?"

Yang ditanya angkat bahu. "Ya meneketehe. Tapi ya, kata temen gue dia itu emang suka gitu, suka aneh." Nana meraih ranselnya yang telah penuh dengan bukunya. "Yuk, cabs."

Sepanjang koridor telah penuh sesak oleh siswa-siswi yang berkeliaran. Seza bahkan sampai beberapa kali merapat ke dinding lantaran tubuhnya yang hampir tertabrak siswa yang berlarian.

"Sumpah ya, mereka itu anak Sma apa PAUD." Seza merapatkan tali ransel dan melirik Nana yang ikut merapat ke dinding pembatas. "Kayaknya sepupu gue yang masih PAUD gak gini-gini amat hebohnya."

"Sabar bu, orang sabar pantatnya lebar," Nana menimpali lalu ikut berjejer di samping Seza.

"Ya kali gue sabar, yang ada pantat gue bukannya lebar lagi, tapi luber."

"Hahaha, ngaco lo. Noh, orang sabar dapat pahala. Di samperin ayang bebeb."

Begitu kalimat Nana masuk ke pendengarannya, Seza menatap lurus kedepan yang membuatnya bertambah kesal setengah mati. Tau temannya mulai kesal, Nana menepuk pundak Seza dan berlalu darisana.

"Nana, najong lo ya."

"Ehmm."

Seza memutar badan, matanya memutar  dengan wajah yang ia tekuk. Laki-laki berjaket jin yang kini tengah menatapnya dengan binar bahagia berdiri selanglah di depannya.

"Hai, mau pulang?"

Lagi, Seza memutar mata. Lama-lama kalau begini ia bisa juling.

"Hm, kenapa? Mau ijin lagi?" ucap perempuan itu seakan tahu kalimat apa yang akan dilontarkan laki-laki di depannya. "Udah pergi sana, gue bisa pulang sendiri."

"Loh, padahal gue baru mau ngajak balik bareng."

Seza mengangkat wajah dengan senyum yang perlahan terbit di wajah lelahnya. "Serius?"

"Dua rius, tiga rius, empat rius, lima rius, ena-"

Ucapan itu terhenti seiring gerakan Seza yang menangkap lengan laki-laki itu. Bibirnya membentuk lengkungan yang menciptakan bulatan kecil disudut kirinya.

"Let's go!"

              ****

Banyak sekali yang telah Seza alami selama delapan bulan ia menjalin kasih dengan Albas. Laki-laki yang menjadi pacarnya sekaligus seniornya itu.

Pertama, Albas laki-laki tampan, sang ketua kelas dan penyandang predikat kapten futsal kebanggaan Sma Berjaya Satu. Dimana Albas, laki-laki yang memiliki pesonanya sendiri memilih Seza menjadi pacarnya sejak Seza masih duduk di kelas satu Sma. Tak dapat Seza pungkiri, sebagai anak baru dan adik kelas yang ditaksir oleh senior membuatnya tersihir juga dengan pesona Albas dan menerima Albas sebagai kekasih setelah masa pdkt satu semester.

Kedua, menjadi kekasih Albas ternyata tak seindah bayangan Seza pada awalnya. Ia kira menjadi pacar seorang kapten futsal adalah hal yang keren dan patut dibanggakan ke teman-teman. Sayang, ia baru merasa beda sejak masa pacaran mereka menginjak bulan kedua. Albas dan segala kesibukannya yang menyita waktu pacaran mereka.

Ketiga, Albas ternyata punya fans sendiri dan parahnya mereka sampai bikin akun haters di instagram tentang Seza. For goodness shake, ia bukan artis apalagi tokoh bepengaruh. Ia hanya siswi biasa yang ingin hidup tentram selama mengenyam pendidikan.

Keempat, Albas si laki-laki tidak peka yang tak pernah mengerti kode-kode super keras yang Seza kirim padanya. Setiap kali Seza ingin sesuatu pasti Albas tak pernah ada. Contoh kecil, Seza yang saat itu ingin ditemani ke pesta ulang tahun temannya dengan mengajak Albas tapi laki-laki itu tolak dengan alibi ada bazaar penting tentang futsalnya. Oh God, apa Seza tak cukup penting bahkan dengan cara curhat sepanjang jalan kenangan di media sosial tapi laki-laki itu tetap tak ada reaksi.

Seperti sekarang, Seza kembali harus dipaksa menelan pil pahit setelah menyecap sedikit rasa manis permen. Albas menolak diajak nonton oleh Seza dengan alasan apalagi kalau bukan futsal, futsal dan futsal. Seza ingat kalau Albas sudah janji akan menemaninya nonton minggu ini, tapi apa, laki-laki itu malah memasang tampang innocent dan mengeluarkan kata-kata yang membuat darah Seza mendidih.

"Loh, emang gue pernah janji ya." Dan jangan lupa dengan ekspresi tak bersalahnya yang sialnya terlihat natural.

Kini, Seza harus merasa puas dengan flashdisk yang diberikan Albas padanya usai mengantar ia pulang. Kata laki-laki itu, flashdisk ini adalah kumpulan film-film yang sengaja didownloadnya untuk mereka tonton berdua. Berdua? Sendiri mungkin.

Seza belum mengganti seragamnya ketika mengutak-atik isi flashdisk pemberian Albas. Ia berharap setidaknya menemukan satu folder atau satu foto saja fotonya di flashdisk ini sebagai pengembali moodnya. Tapi, seperti kata Albas,  kalau isinya adalah kumpulan film yang memang benar hanya berisi film tanpa embel-embel lainnya seperti harapan Seza.

Banyak sekali filmnya, Seza sendiri sampai bingung mau menonton yang mana. Sebenarnya, Seza bukanlah penggila film, tapi karena ini pemberian maka Seza nonton saja. Hitung-hitung sebagai pengalihan dari pikirannya tentang Albas yang kembali membuat kesal.

Jari Seza masih memainkan kursor, memilih film yang barangkali ia suka. Begitu membaca barisan kalimat pada satu folder, Seza berhenti dan mengklik film itu.

'Back to The Start' begitu judul filmnya. Dan tak tahu kenapa, Seza terlihat tertarik dan memustuskan menonton film itu sampai ia tak sadar kalau Albas barusan menelepon.

From The Past and FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang