PROLOG

12 0 0
                                    


Rumah bercat cokelat dengan gaya klasik yang sangat kental di ujung komplek Permata, Jalan Anggrek, dikunjungi banyak orang. Sebagian dari orang yang berlalu-lalang mengenakan baju berwarna hitam, tanda berduka. Tangisan terdengar jelas disetiap sudut ruangan. Ada yang menangis meraung-raung dengan keras. Ada yang menangis tapi menahan suaranya agar tidak keluar. Dan ada yang diam, menahan semua egonya untuk tidak menangis.

Menangis bukan jalan keluar. Menangis hanyalah pelampiasan agar beban sedikit berkurang. Tapi yang diyakini orang Islam, menangis malah akan menambah siksa kubur si mayat. Oleh karena itu, Dendri memilih diam. Dia memeluk adiknya yang tadi sempat menangis meraung-raung, hingga hilang kendali. Tapi sekarang, setelah Dendri peluk, adiknya lebih tenang. Dada Dendri sakit melihat Raudy, adik perempuannya seperti ini.

Mata kiri Raudy masih diperban. Mata kirinya masih dalam tahap penyembuhan. Tapi, dia harus menerima kenyataan bahwa Ayahnya telah pergi meninggalkan mereka semua. Dendri dekat dengan Ayahnya. Tapi, Raudy jauh lebih dekat. Dendri kehilangan Ayahnya, tapi Raudy jauh merasa kehilangan. Raudy selalu manja dengan Ayahnya. Setiap hari.

Daridulu, Dendri ingin punya adik laki-laki, bukan perempuan. Dan kenyataan tidak sesuai harapan. Hal itu yang membuatnya tidak dekat dengan Raudy. Mereka jarang berkomunikasi. Dendri lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah. Tapi, sekarang Dendri tahu semua yang dia lakukan itu salah.

Dendri harus berubah. Dia harus jadi pengganti Ayahnya. Dia harus memanjakan Raudy seperti yang Ayahnya lakukan. Dia harus menyayangi Raudy seperti apa yang Ayahnya lakukan. Dia harus menjadi kakak yang baik dan berguna. Dia akan selalu ada di sisi Raudy. Tidak peduli apapun masalahnya.

“Ayah sudah tenang, dek. Kamu harus ikhlas. Kakak janji akan menggantikan Ayah untuk menemani hari-harimu. Kak Dendri sayang sama Raudy”

Dendri menyentuh lembut rambut Raudy. Lalu, dikecupnya pelan kening Raudy. “Kak Dendri akan selalu jagain Raudy”

Raudy tersenyum. Dendri lega. Dia mengusap air mata Raudy.
Tapi gerakannya terhenti ketika Raudy memundurkan wajahnya perlahan, lalu menyentuh mata kirinya yang diperban.

“Mataku sakit kak. Mataku perih. Sakit, kak Dendri. Sakit...”
...

Sunrise JumatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang