Matematika dan Imajinasi

21 2 0
                                    


Sekolah. Dia tidak pernah menyukai hal berbau sekolah. Banyak tugas, banyak PR, banyak ulangan mendadak. Banyak hal yang harus terpaku pada belajar. Dia bukan orang yang gila belajar. Membaca berbuku-buku materi, bergulat dengan angka-angka yang tidak tahu bagaimana mengalahkannya. Dia tipikal orang yang suka bermain-main dengan imajinasinya.

“Kamu kenapa senyum-senyum sendiri?”

Finyu tiba-tiba muncul dan menghancurkan apa yang telah Raudy rangkai bersama imajinasinya. Hari Jumat sudah di depan mata. Dan saat hari itu tiba, Raudy sudah siap untuk berdialog dengan semua imaji liarnya.

“Giraudea!. Sadarkanlah dirimu. Ini masih pagi, dan jangan gunakan otakmu hanya untuk melamunkan sesuatu yang tidak penting!”

Raudy menoleh kearah Finyu dengan enggan. Finyu belum bisa menghilangkan kebiasaan buruknya. Berceloteh sesuka hatinya. Dan tidak akan menyadari seberapa lama dia sudah berbicara.

Raudy kembali memfokuskan otaknya pada buku tebal yang selalu berhasil membuatnya muak. Buku itu adalah penyebab utama tas yang baru dibelinya mahal-mahal, hancur dalam beberapa bulan. Benar-benar buku yang tidak tahu diri bukan?.

“Aku pinjam PR matematika ya, Finyu cantik,” kata Raudy sembari menarik pelan lengan Finyu.

Raudy melupakan PR matematikanya. Dan Finyu adalah sasaran yang tepat. Dia menyukai segala hal yang berhubungan dengan matematika. Matematika adalah dunianya, dan dia akan tenggelam bersamanya.

“Sudah tahu belum mengerjakan PR. Masih saja ngelamun terus senyum-senyum kayak orang ngga waras. Ngga ada acara pinjam-pinjam!” sahut Finyu tegas.

Finyu menutup buku matematikanya dengan kasar. Dia menggeser bangkunya, agar tidak terjangkau oleh Raudy.

Raudy tidak hilang akal. “Finyu. Nanti aku titipin salam ke Irkham deh”

Mata Finyu berbinar seketika. Berhasil, batin Raudy.

Raudy tertawa renyah. Irkham Santana, anggota ekstra jurnalistik. Irkham penulis. Dia sering memajang karyanya di mading sekolah. Dan Finyu adalah salah satu penikmatnya. Dia sering terkagum-kagum dengan tulisan-tulisan Irkham.

Raudy kenal Irkham, karena dia juga ikut ekstra Jurnalistik. Ya, Raudy sering menjadi perantara acara salam-salaman Finyu dan Irkham. Raudy tidak masalah, asal dia dapat contekan matematika dari sahabatnya itu.

Raudy bukan siswi yang bisa mengolah angka-angka dalam buku matematikanya dengan baik. Dia lebih suka menggunakan imajinasinya. Dia lebih suka dunia fiksinya. Nilai matematikanya selalu merah, tapi dia selalu dapat nilai tertinggi untuk pelajaran yang mengandalkan hafalan dan tentunya Bahasa Indonesia.

“Ayolah, Finyu. Kasih buku matematikanya,” rujuk Raudy lagi.

Finyu mengalah. Dia memberikan buku matematikanya pada Raudy.
“Tapi harus sampaikan salamku untuk Irkham”

“Siap, bos!”

...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 04, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sunrise JumatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang