1

65 5 6
                                    

"The girl who laughs and talks a lot and seems very happy, is also the girl who may cry herself to sleep."

------------

Gema's POV

Matahari mulai merangkak dan menyusup melewati jendela kamarku, mau tidak mau aku harus bangun. Aku beranjak berdiri dari kasur kesayanganku ini untuk mengambil handuk dan mandi. Hanya butuh waktu sekitar 15 menit untuk bersiap – siap ke sekolah, baju seragam sudah menempel di tubuhku. Aku siap pergi ke sekolah hari ini.

"Gema, hari ini berangkat bareng sama kakak yah," ucap papaku yang membuat aku tersedak,

"Cetta, jagain adek kamu baik – baik, jangan maen terus" ucap papaku, Cetta –kakakku pun yang berada di sebelahku mengangguk dengan semangat.

"Papa tenang aja, Cetta selalu ngejagain Gema kok!" ucapnya dengan semangat, ingin rasanya ku tampol dia. Tapi, Gema harus sabar. Gema sabar, Gema kuat, Gema seterong! Apaan sih, alay banget. Aku menginjak kakinya dengan kuat agar diam, serta dengan tatapan yang mengisyaratkan untuk tidak pencitraan di depan papa mama. Setelah sarapan, kami pun berangkat bersama sesuai titah papa.

"Ma, lo ngapain nginjek kaki gue, sih?!"

"Karena lo pencitraan tingkat dewa, bang!" jawabku sambil menyalakan radio agar perjalanan kami tidak hening begitu saja.

"Emang salah kalo gue pencitraan? Yang penting kan kagak ketauan sama papa," ucapnya dengan santai, benar juga katanya. Aku tidak bisa menyangkal perkataannya kali ini, aku memang salah tapi aku masih enggan untuk meminta maaf kepadanya, ia bisa besar kepala apabila aku meminta maaf kepadanya.

"Nanti gue ada latian band bentar, jadi tungguin gue" ucapnya ketika mobilnya baru saja memasuki parkiran SMA kami, SMA Dharmawangsa.

"Gue pulang bareng sama Nathan aja, jadi gausah buru – buru latiannya" jawabku, dia mengibaskan tangannya di depan wajahku. Tidak ada percakapan lagi hingga akhirnya dia yang memulainya kembali, dan akhirnya aku menabraknya karena dia berhenti tidak tepat pada waktunya

"Tetep pulang sama gue, gak boleh sama cowok lain. Inget kata – kata gue, Ma" ucapnya lalu ia meninggalkanku di belakang. Aku tercengang, apa haknya mengaturku? Dia hanya kakak tiriku! Aku langsung berjalan ke kelas yang berada di lantai 2, sedangkan kelas Cetta ada di lantai 1. Aku bertemu dengan Nathan di koridor, ia melambaikan tangannya padaku dan aku pun tersenyum. Senyumnya itu yang membuat semua orang meleleh, termasuk aku. Aku menghampirinya.

"Gimana, Ma? Nanti jadi pulang bareng?"

"Anu, maaf Na. Gue pulang sama kakak gue, maaf yah.."

Nathan terkekeh, ia mengacak – acak rambutku dengan gemas. "Gapapa, santai aja kali! Udah sana ke kelas, nanti gak dapet kursi lagi," ucapnya lalu aku pun mengangguk. Aku pergi ke kelas, sedangkan Nathan masih berada di depan kelasnya.

"Eh Gema! Udah dateng lo?!" ucap Retta, lebih tepatnya Eta yang berteriak dari tempat duduknya, padahal aku tidak tuli. Aku masih bisa mendengarnya, jadi tidak usah berteriak seperti itu. Aku menaruh tasku di bangku yang akan aku duduki, mereka langsung mendekatkan wajahnya padaku.

"Ada apa? Kok posisinya gaenak amat?" tanyaku, mereka mulai menjauhkan mukanya sehingga posisinya lebih enak dibanding tadi. Mereka mulai sibuk dengan ponselnya yang selalu ada pesan dari kekasihnya, aku? Aku jombloJ

"Gue kira ada cerita tentang Cetta," ucap Cia, aku memutar bola mataku dengan malas. Eta mengangguk seakan ia setuju dengan ucapannya Cia. "Abang lo ganteng loh Ma, kalo gak mau yaudah gue embat aja sini!"

"Yaudah, Dino buat gue yah, Ci!" ucapku yang langsung mendapat teriakan dari Cia, itulah kegiatan atau bisa disebut kebiasaan kami setiap pagi.

Perkenalkan, namaku Gema Calandra Angear. Aku berada di kelas 2 SMA atau kelas 11, sedangkan Cetta sudah berada di tingkat akhir, kelas 12. Aku dan Cetta hanyalah saudara tiri sejak beberapa tahun yang lalu. Papa dan mamaku bercerai sejak beberapa tahun lalu, lalu mamaku menikah dengan sahabatnya, yaitu papanya Cetta atau bisa juga disebut papaku sekarang ini. Oleh karena itu, aku dan Cetta pun menjadi saudara tiri. Walaupun papa mamaku sudah bercerai, aku tidak bisa membencinya. Orang bilang, aku bodoh. Seharusnya aku bersyukur mendapatkan papa yang lebih baik, tapi aku belum bisa menerima semua ini.

My Step BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang