2

26 5 7
                                    

"She's got such a good heart. She really does. It's just been a broken. A lot"

----------

Cetta's POV

"Mama.."

"Mama mau kemana?"

"Mama ada urusan sebentar, Cetta tunggu dirumah yah"

"Kenapa Cetta gak diajak?"

"Karena kalo Cetta diajak, nanti papa sendirian"

"Cetta disini aja sama papa," kali ini papaku yang berbicara.

"Cetta mau ikut sama mama!"

Mamaku pergi begitu saja tanpa mencium keningku terlebih dahulu

"Mama jangan pergi! Jangan tinggalin Cetta, ma!"

"Mama..jangan pergi..jangan tinggalin Cetta, ma"

"Cetta sama papa aja disini, biarin mama kamu pergi"

Aku ditahan oleh papaku, aku tidak bisa mengejar mamaku.

"Mama.." gumamku, keringat mengalir dengan deras dari dahiku. Aku tidak tahu mengapa aku bisa memimpikan hal itu, kejadian dimana aku berpisah dengan mamaku dan sampai sekarang aku tidak pernah bertemu dengannya.

"Papa..."

Gema? Kenapa malam – malam dia memanggil ayahnya? Untuk mengetahui apa yang terjadi dengannya, aku pun keluar kamar. Aku hendak mengetuk pintunya, tetapi dia bukan memanggilnya melainkan ia sedang bergumam. Pasti Gema sedang mimpi seperti biasanya, aku pun pergi ke dapur untuk mengambilkan segelas air untuknya. Sudah beberapa hari ini Gema selalu bermimpi dan memanggil – manggil ayahnya, lalu diakhiri dengan teriakan. Aku tidak tahu apa yang dimimpikannya sampai seperti itu, tapi itu pasti hal yang menyakitkan. Aku mendengar teriakannya dari tangga, aku segera pergi ke kamarnya. Aku membuka kamarnya dan memberikan sedikit cahaya karena ia tidur dengan lampu yang dimatikan. Aku melihat wajahnya yang dihiasi dengan airmata yang mengalir dengan deras, aku menaruh gelas ini di meja belajarnya. Aku merengkuhnya ke dalam pelukanku, aku menepuk – nepuk punggungnya untuk meredakan tangisannya. Namun, ia semakin menangis dan juga semakin memelukku. Aku hanya bisa tersenyum kecil melihatnya seperti ini, benar kata orang bahwa sosok yang sering berbicara dan tertawa bisa saja menjadi sosok yang sering menangis ketika ia hendak tidur ataupun di dalam tidurnya. Setelah tangisannya reda, aku memberikannya gelas yang aku bawa tadi dan aku memutuskan untuk menemaninya sampai ia terlelap tidur.

"Kalo lo mau cerita, cerita aja ke gue. Gapapa kok," ucapku yang diabaikan olehnya.

Tidak lama kemudian, ia sudah terlelap tidur. Aku pun memutuskan untuk kembali ke kamarku, melanjutkan tidurku yang tertunda. Aku merebahkan diriku, aku menatap langit – langit kamarku dengan tatapan yang kosong. Kami telah menjadi saudara tiri sejak ia berada di kelas 2 SMP atau kelas 8. Namun, aku tidak mengetahui hal ini, yang aku tahu hanyalah sosok Gema Calandra yang ceria, banyak bicara, sering tersenyum bahkan tertawa. Aku tidak tahu sosok yang tersembunyi dalam dirinya, aku bodoh. Aku telah mengingkari janjiku sendiri pada ayah kandungnya Gema.

----------------

Hari ini, kami berangkat bersama lagi. Tidak ada yang memulai pembicaraan di perjalanan kali ini, aku terlalu canggung untuk memulai pembicaraan. Aku hanya fokus menyetir. Sedangkan, Gema sedang menatap lurus dengan tatapan yang sulit diartikan. Kami telah sampai di sekolah, keadaannya masih sama. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Tiba – tiba, Gema menarik tasku sehingga langkah kakiku terhenti. Aku mengerutkan dahiku.

My Step BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang