2~ Mulanya

302 29 0
                                    

"Saat kurindukanmu hanya dengan pejamkan mata. Ku rasakan kau disini walau sekejap saja"

-PIECES-

Hujan yang turun sejak beberapa waktu lalu belum juga mau berhenti. Suara gemericik yang tercipta membuat gadis itu terdiam. Lebih tepatnya membawanya pada dimensi lain. Hujan selalu mengingatkannya pada seseorang. Kenangan-kenangan kecil itu mulai terputar dengan sendirinya.

“Ikut gue yuk” ujar Ditya setelah melepaskan rengkuhannya.

Gisya menautkan alisnya. “Mau kemana ?”

“Gue mau ngajarin lo gimana caranya biar bisa menghadapi apa yang lo takutkan” Ditya tersenyum. Tangannya meraih Gisya dan membawa gadis itu.

Ditya membawa Gisya ke lapangan. Gisya sedikit ragu untuk melangkahkan kakinya memasuki area lapangan terbuka itu. Karena pasalnya hujan masih berlangsung, bahkan kali ini lebih deras dari sebelumnya.

“Lo pengen kan bisa berdiri dibawah hujan ? gue akan wujudin itu buat lo”

“Tapi—“

Ditya menangkup pipi Gisya dengan kedua tangannya. “Ketakutan itu akan hilang hanya jika kamu melawannya. Ada gue, nggak ada yang perlu lo khawatirkan. Lo percaya sama gue kan ?”

Gisya mengembangkan senyumnya. Ia mengangguk. Sementara Ditya kembali menggenggam tangan Gisya. Akan dibawanya gadis itu bahagia dan menunjukkan bahwa tidak ada yang perlu ia takutkan di dunia ini.

Dan untuk pertama kalinya Gisya tak menghindari hujan. Ia bisa merengkuhnya sama seperti ia bisa merengkuh cintanya. Ditya benar, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Gisya memejamkan matanya sementara ia menengadahkan wajahnya menghadap kearah langit, membiarkannya terguyur oleh air hujan. Ia sangat bahagia.

Dengan cepat Gisya menghapus air matanya yang hampir jatuh. Ia selalu ingin mengenang Ditya tanpa air mata, namun sepertinya itu sulit.

Tidak ingin berlarut, akhirnya ia memutuskan tak ingin menunggu Marvin dan memilih pergi dari tempat ini. Saat ia berdiri tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang menyentuh lengannya. Gisya mengerutkan keningnya bingung.

“Lo kenapa ke kantin ini ? lo mahasiswa baru kan ?”

Gisya semakin mengerutkan keningnya. Memangnya kenapa ? ada yang salah ?

“Emang ada yang salah aku kesini ?”

Lelaki itu menggaruk belakang kepalanya. “Ya enggak. Tapi … MaBa biasanya nggak pernah kesini. Lo pasti tau kan gosip tentang kantin ini ? yaa …” lelaki itu mengangkat kedua bahunya.

Gisya menaikkan sebelah alisnya lalu menggeleng pelan. Sungguh ia tidak mengerti apa yang orang dihadapannya itu bicarakan. Setelahnya ia memilih diam. Sebenarnya ia ingin pergi, namun ada rasa tidak enak jika ia pergi begitu saja.

“Elo cewek yang tadi kan ?”

“Gue Arkha” ujar Arkha seraya mengulurkan tangannya.

Gisya ragu, dia hanya menatap uluran tangan kokoh itu. Ia sempat berpikir sebelum akhirnya membalas uluran tangannya.

“Gisya” katanya singkat.

Arkha mengangguk-angguk seraya tersenyum kecil.

“Prodi apa ?”

“TI”

“Wow sama kayak gue dong. Gue juga anak TI, semester 3” jelas Arkha tanpa diminta. Gisya hanya membalasnya dengan tersenyum. Sebenarnya Gisya risih. Sama seperti dulu. Ia selalu risih dengan orang-orang yang sok akrab dengannya.

PIECESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang