Empat...

12 1 0
                                    

"Woy, lu lagi ngetik apasih? Siap-siap gih, bentar lagi jadwal ngajar kan. Lagian Mbak Inne dari tadi sampe lu cuekin gitu, kalo Mas Kunto tau pasti abis lu dimarahin, Mal" tutur Ratna sambil melirikku dari balik layar komputer. Aku tersenyum ke arah Mbak Inne yang kini menjadi pasangan halal dari Mas Kunto, mereka baru seminggu meresmikan hubungan mereka. Hari ini, Mbak Inne sengaja menyempatkan diri datang ke kantorku untuk memberi semangat padaku yang baru saja di alih tugaskan dari koordinator Marketing Education menjadi instruktur Bahasa Inggris oleh kepala cabang di lembaga kursus tempatku bekerja, dan hari ini pertama kalinya aku akan mengajar di kelas. Bel berbunyi, aku pun masuk kelas dan meninggalkan tulisan di layar komputerku dengan senyum sumringah.

Untuk Suami Masa Depanku...

Kuabadikan perasaanku saat ini pada secarik kertas yang lusuh oleh airmataku. Dibantu polesan tinta yang mulai mengering pada tiap sudutnya. Tak berarti bagimu mungkin. Tapi tak mengapa, aku hanya ingin menumpahkan rasa yang kian menggelembung dalam hatiku.

Ini tulisan tentang hati yang terluka sebab kisah cinta salah yang kembali kandas. Aku masih ingat betapa hari-hariku terasa begitu panjang. Siangku begitu menyengat. Namun malamku selalu begitu beku. Kedua bola mataku dengan mudahnya mengeluarkan butiran air pada tiap sudutnya, bahkan ketika mulutku tak sanggup berucap. Goresan ini terlalu dalam menusuk tepat di tengah hatiku. Menimbulkan sakit yang tak terperi disertai trauma berkepanjangan. Sungguh aku tidak melebih-lebihkan sedikitpun, inilah adanya yang kurasa.

Jika kau bertanya, sulitkah bagiku menyembuhkannya? Memang kupikir akan butuh waktu yang teramat lama. Bahkan mengharuskanku melewati lorong kesunyian tak bertepi. Pekat dan hampa. Namun semakin kudekatkan diri pada Nya, semakin kunikmati rasa sakitku. Tidak hilang memang, dan tidak pula berkurang. Hanya saja aku menikmatinya. Bukankah janji Nya itu nyata? Bahwa Ia pasti telah menyiapkan yang lebih baik dibalik setiap kehilangan. Aku hanya perlu yakin dan berserah. Bukankah hanya perlu sabar dan ikhlas? Meski sebelumnya semua sempat terasa begitu dekat, lalu Ia kembali mengambil segalanya dari ku dalam sekejap. Sudahlah. Kunikmati saja peranku. Bukankah tugasku hanya taat? J

Kini selepas kepergiannya dari hatiku 120 hari yang lalu.

Pandanganku kembali terbuka. Dunia ini luas. Lingkaran pertemanan, keluarga, bisnis, pendidikan dan karir tidak berhenti sampai disini. Meski garis asmara sempat terputus. Aku hanya berusaha memperbaiki dan terus memantaskan diri. Saat ini aku memang belum tahu, dan kurasa masih terlalu cepat untuk menyimpulkan. Namun mulai kulihat beberapa garis yang mungkin senada dengan garisku. Yang memiliki hasrat untuk bersatu. Bukan lagi dalam sebuah permainan, atau semata kamuflase hubungan yang menyakitkan. Namun bersatu dalam sebuah ikatan suci.

Jujur aku terlalu takut untuk memilih. Maka biarlah Allah yang memilihkannya untukku. Aku hanya perlu membuka sedikit hatiku, bukan? Akan kubiarkan cahaya nya masuk. Melewati pintu ke ridho an kedua orang tuaku, beserta keluargaku.

Siapapun dirimu kelak. Bagaimanapun cerita kita dipertemukan. Seperti apapun. Suamiku di masa depan J

***

SiMalaKama(L)Where stories live. Discover now