# CHAPTER 4

2 3 0
                                    

Happy reading!

.

.

.

        Hari ini adalah hari keberangkatan Ariel dan Azra ke luar negeri. Arga dan Clares sudah berangkat satu hari lebih cepat. Ariel ke bandara ditemani oleh bundanya, Tista, Reno beserta kekasih Reno, Bulan. Ariel akan berangkat ke Jepang dengan ayahnya. Ariel tak kuasa meninggalkan Indonesia secepat ini, tapi harus bagaimana lagi.

        Ini demi masa depannya. Ada banyak kenangan yang terbentuk disini. Kecuali, kenangan bahagianya di sekolah. Tak ada satupun yang dia ingat. Mengingat satu temannya saja sudah membuatnya sakit kepala. Ariel berharap sesuatu, setelah ia pulang nanti, dia akan membuat kenangan yang indah dengan kesempatan yang masih ada. Karena, menurutnya tidak ada yang tidak mungkin jika ada usaha. Kini, waktu akan mengantarnya menuju masa depannya. Entah dalam bentuk apa masa depan itu, tapi... pasti sangat disayangkan untuk diabaikan.

Disisi lain....

Azra berdiri jauh dari keluarga Ariel. Tapi dia masih bisa melihat mata Ariel yang sudah lama tak dilihatnya. Mata coklat gelapnya yang indah jika terkena cahaya matahari. Ia tersenyum, walaupun senyum itu sebagian besar berisi kesedihan. Saat ia melihat keluarga itu, Reno tak sengaja menemukan keberadaan Azra.

      Dari tadi Reno memang mencari keberadaan Azra, dan akhirnya ketemu. Reno menyunggingkan senyuman pada Azra, lalu Azra membalasnya. Senyum Reno menandakan Ariel baik-baik saja. Azra menggenggam erat tali tas ranselnya. Ia tak kuasa meninggalkan negaranya. Walaupun itu sementara. Kenangan yang sudah ia buat dulu, tak akan pernah ia lupakan. Tak akan pernah.

Tak lama datanglah kedua orangtuanya dan adiknya. "Selamat ya, nak," ucap ayahnya setelah ia sampai di hadapan Azra. Mamanya tersenyum lembut, sedangkan adiknya sedih ditinggal kakaknya.

"Ya, pa. Terima kasih buat kalian berdua. Narya... kakak ga pergi lama kok, ngga selamanya. Nanti, kamu harus nurut sama mama dan papa. Jangan nakal," tuturnya sambil menepuk-nepuk lembut kepala Narya. Narya memalingkan wajahnya. Dia tidak ingin melihat kakaknya itu.

"Kakak jahat! Kenapa kakak ninggalin aku?" ucap anak kecil itu, polos. Setiap kali ia melihat tingkah laku adiknya ini, dirinya selalu ingin tertawa. Hati yang polos dan masih tidak tahu akan jalannya dunia ini. Azra tersenyum lembut pada adiknya.

"Kakak perginya ngga lama. Kakak janji, nanti kalau pulang, kakak akan bawa oleh-oleh! Narya mau, kan?" hiburnya. Seketika wajah Narya yang sebelumnya masam, kini menjadi senang dan pipinya menggembung langsung. Azra suka respon adiknya itu. karena, respon itu persis seperti respon yang dimiliki Ariel. Ya, hampir sama. Ia tersenyum hingga matanya menyipit, begitu juga saat ia tertawa.

(Flashback On)

Dulu, saat kelas sepuluh. Waktu itu Azra masih gengsi dengan perasaannya, begitu juga dengan Ariel. Azra akan pergi ke Bali untuk sementara karena salah satu saudaranya menikah disana. Azra pergi sekitar dua minggu lamanya, dan itu membuat Ariel sedih. Sebelum Azra pergi, Ariel selalu murung. Tapi, Ariel tak tahan lagi dengan perasaan ini, akhirnya dia pun mengatakannya. Ia segera menyusul Azra yang sudah menunggangi motor gedenya.

"Tunggu, Azra!" panggilnya, tepat di depan gerbang sekolah. Keadaan sekolah waktu itu sudah lumayan sepi. Azra pun mematikan mesin motor dan menoleh ke arah Ariel.

"Ada apa, Ril?" tanyanya, setelah itu. Ariel masih menunduk, menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah. Azra bingung dengan perilaku Ariel hari-hari ini. Ada yang berubah.

"Anu... itu... em.. e..elo, memang harus pergi ya? Ke Bali?" katanya, dengan gugup. Azra terkejut dengan pertanyaan Ariel tadi. Seakan-akan, pertanyaannya tadi, seperti melarangnya untuk pergi. Lalu, Azra pun turun dari motornya dan berjalan mendekati Ariel sekarang berdiri. Tangannya terangkat, dan menepuk-nepuk pelan kepala Ariel. Wajah Ariel pun terangkat, dan melihat wajah Azra yang tersenyum manis seperti gula.

Left with One Thousand Sweet MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang