Me Againts The World

110 10 1
                                    

          Renjani Arumanegara. Panggil gue Jani. Gue disini gak mau ngomong pake bahasa berat dan baku, walaupun gue mampu. Quick potrait, gue dilahirkan di keluarga yang cukup. Bokap gue? Bokap gue adalah seorang direksi di salah satu perusahaan ternama di Jakarta. Dia ngebangun legacy nya bertahun-tahun hingga dari hidup amat susah jatuhlah buah kesuksesan tersebut 1 dekade lalu dan masih berjalan sukses sampai sekarang, which i hope remains forever. Nyokap gue, temen kuliah Bokap gue waktu kuliah. Gue lahir 1994. Dan kedua orang tua gue lulus kuliah 1997.  Namun pada akhirnya, mereka mengucapkan ikrar janji semati pada akhir Desember 1999. Dan pada saat itulah gue sadar gue bukan anak haram mereka lagi, secara hukum dan agama, gue sah menjadi anak kedua manusia malang tersebut. Which means, technically gue adalah anak haram dalam jangka waktu 5 tahun itu.

           Gue rasa gue ga perlu menjabarkan biodata anggota keluarga gue semua, waste of time, there is something more important story to be told. Disini gue Renjani, dan ini kisah gue.

Senin, 05 Januari 2009 

           Pagi yang cerah, penuh gundah dan gelisah. Gue liat jam sudah menunjukan waktu saatnya gue harus berangkat sekolah. Sekolah. Iya, sekolah. Tempat untuk belajar yang merupakan penjara bagi gue. Tapi bukan penjara bagi adek gue. Ingatan meledak sekejap, gue bingung aja kenapa kakak dan adek bisa berbeda 360 derajat. Adek gue itu maniak sekolah bisa dibilang, dia mengabdikan dirinya untuk sekolah dan sekolah. Pagi siap-siap berangkat, belajar sampe sore, ingin pulang tapi ada kegiatan osis, pulang langsung bimbel, selesai bimbel harus mengerjakan PR dan belajar untuk ulangan harian. Besoknya pramuka. I just can't stand it IF dia yang memilih seperti itu, gue lebih patut memanggil dia robot.  Tapi lagipula, kembali ke cerita gue. Akhirnya Pak Hanoi (supir gue) sudah selesai mencuci mobil dan berarti kita siap berangkat. Bokap duduk di depan, gue sama Nyokap di tengah, dan Rama (adek gue) di belakang. Saat kita sedang menikmati perjalanan ke sekolah gue, radio Darminah yang merupakan stasiun radio favorit bokap gue dapat terdengar ke seluruh penghujung mobil. Mereka mulai membicarakan status perbedaan agama yang terjadi di lingkungan sekolah. 

"Trus kalau murid yang beragama muslim boleh membaca tahfidz di pagi hari, lalu murid yang beragama lain diam dan menghargai serta mendengar, mengapa tidak setelah tahfidz murid yang beragama lain tersebut memujakan Tuhan mereka juga? Toh mereka bisa toleransi, masa kita enggak?" - Sahut penyiar radio tersebut. 

Tanpa angin tanpa beliung, Nyokap gue nyaut secara tiba-tiba yang membuat gue tersedak saat sedang meminum air dari botol minum gue. 

"Ya kalau begitu sekolah swasta sesuai agama nya masing-masing lah, Tolol!" 

Dan kebiasaan setiap pagi pun terjadi. Kontradiksi pendapat antara Nyokap gue dan Bokap gue dimulai.

"Loh, ini bukan masalah sekolahnya! Ini justru masalah sosial yang harus dipecahkan. Untuk apa orang tua memasukkan anak nya ke sekolah negeri? Untuk bisa menghargai perbedaan! Lebih memperjuangkan persatuan! Tidak mementingkan ras, etnis, dan agama! Kamu itu ya Mah! Punya pemahaman cikal bakal sarjana tetapi tidak bisa toleransi. Percuma sekolah tinggi-tinggi!" jawaban balik Bokap gue. 

"Lah kenapa kamu jadi sewot?!" Koar balik Nyokap gue terhadap argumentasi suami nya. 

Menit berlalu, gue hanya pasang kedua earphone ke telinga dan memasukan nya ke lubang Blackberry Torch yang gue dapet sekitar 1 1/2 bulan yang lalu. Sudah banyak kepenatan dalam hidup gue, jadi musik adalah salah satu escape atau jalan keluar. Daripada gue dengerin ocehan gak terlalu penting yang didebatkan oleh kedua orang tua gue.. Hadeuh!

Anyway, gue lupa bilang kepada kalian para pembaca. Ini adalah hari pertama gue masuk SMA. Pendaftaran sama test nya udah minggu lalu, dan secara akademis serta hasil test gue, gue cukup memadai untuk masuk secara normal. Namun orang tua gue sudah mempersiapkan jalan tikus untuk "jaga-jaga" jika gue tereliminasi. Dan menurut gue itu realita dunia. Jaman sekarang mana ada sih orang yang jujur. Mana ada sih politisi atau pegawai negeri yang gak korupsi? Ada sih, bisa dihitung jari! HAHAHA, Please!


Dan gue yakin lo semua para pembaca penasaran kan tentang kehidupan sekolah gue? Let's move to the next chapter, shall we?! 

Renjani Melawan DuniaWhere stories live. Discover now