CHAPTER 1

162K 6.2K 190
                                    

       

Callia Pov.

Entah sudah berapa jam aku mondar-mandir mengantarkan minuman ke meja para pengunjung tempatku bekerja. Malam semakin larut, semakin banyak pula pengunjung yang berdatangan entah dari mana asalnya. Tangan-tangan nakal mereka pun kadang menyentuh bagian tubuhku dengan kurang ajarnya.

Menjijikkan... Ya, tapi apalah dayaku. Takdir ini telah digariskan untuk kujalani. Terlahir di tengah-tengah para pelacur, berakhir dengan bekerja suka rela mengabdikan hidupku di tempat ini.

Jika aku bisa meminta, aku harap aku tidak pernah dilahirkan di tempat seperti ini. Tapi, memang aku bisa apa? Itu bukanlah kuasaku untuk mengatur jalan kehidupan mana yang bisa kujajaki sesuai keinginan hati.

Namaku Callia. Pelayan sekaligus anak tak di akui oleh ibunya di tempat bordil  elit ini. Setidaknya itu yang sebagian para wanita penghibur itu katakan padaku. Ayahku hanya menanamkan benih di rahim wanita yang mereka sebut ibu. Lalu, yang katanya ibuku itu hanya melahirkan—menuntaskan tugasnya membawaku ke dunia. Setelahnya, pergi entah kemana.

Aku memiliki wajah blasteran, mata biruku adalah poin terpenting kata mereka. Mungkin aku mendapatkan wajah ini dari gen ayah antah berantahku? Atau mungkin ibu yang tak pernah menginginkanku? Aku tidak tahu.

Hidup di tengah-tengah para wanita penghibur dengan kehidupan malam yang tak lagi asing bagiku. Kerlap-kerlip lampu tempat terkutuk ini bukanlah pemandangan tabu untukku. Penerangan minim tidak lagi membutakan langkahku. Dentuman musik tak lagi memekakan gendang telingaku. Semua indera di tubuhku sudah terbiasa dengan semua ini.

"Cal, antar bir ini ke ruangan sembilan. Tamu VIP mamih seperti biasa. Hati-hati... Harga satu botolnya sama dengan nilai pendapatan kita selama satu bulan lho," ujar Leo memberitahuku.

Pendapatan? Pendapatan apa? Terusik dengan kalimatnya.

Leo adalah bartender tempat ini. Si rebutan para pengunjung wanita haus belaian kasih sayang.

Wajah yang cukup tampan menjadikannya jadi rebutan lawan jenis bahkan aku dengar dari dia seminggu yang lalu, ia juga di tawarkan untuk menjadi simpanan tante kesepian ketika suaminya sedang tak di tempat.

Ah sudahlah... Tak ada untungnya membicarakan kehidupan liar mereka.

Ia menyodorkan gelas dan beberapa botol minuman pesanan tamu VIP kepadaku. Ada rasa takut di hati. Aku tahu siapa di dalam sana yang di maksud Leo. Dia seperti tamu kehormatan di sini. Dan dia juga tamu yang cukup menakutkan untukku. Tatapan laparnya selalu sukses membuat bulu kudukku berdiri tegak.

"Kenapa? Ini ambil," ucapnya ketika melihatku tak kunjung mengambil nampan wiski yang disodorkan.

Aku mengulurkan tanganku mau tak mau mematuhi. "Ruangan sembilan ya?" Ulangku gugup.

Ia mengangguk. "Dia masih sering kurang ajar?" tanyanya.

"Begitulah... Dia menakutkan," ucapku bergidik dan malah membuatnya tergelak.

"Lucu sekali ekspresimu. Sudahlah, jangan mengkhawatirkannya. Mamih kan sudah menjamin kau aman di tempat ini,"

"Iya.. Mudah-mudahan sih akan selalu seperti itu," ucapku lemah.

Aku menghela nafas panjang mulai melangkahkan kakiku menuju ruangan yang disebutkan Leo. Tak bisa diam juga tangan pria yang kulewati menuju ke sana. Menyentuh lenganku atau bokongku. Andai aku memiliki kuasa, sudah kupatahkan tangan mereka semua hingga tak dapat lagi di gerakkan. Untung saja aku tak sehebat itu, sehingga mereka seharusnya cukup bersyukur akan semua itu.

Tepat di depan pintu khusus tamu VIP, kuketuk pintu. Siap-siap aku menguatkan hati. Aku memasuki ruangan itu tanpa menunggu sahutan dari dalam. Pemandangan apapun di dalam sana tidak akan menggangguku. Toh, semua hal itu sudah menjadi bagian dalam hidupku.

Callia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang