Bahagiaku sesederhana kamu mengatakan bahwa aku dan kamu adalah kita.
***
"Wake up..." Ethan berbisik serak dan mengguncangkan sedikit bahu Callia.
Perempuan itu hanya bergumam tidak jelas seraya kembali menarik selimut yang sempat dibuka suaminya.
Lelaki itu berdecak dan kembali dengan sabar membangunkannya. "Cally, bangun. Sudah jam tujuh," ucapnya seraya membenarkan letak kepalanya agar menghadap lurus, tidak menyurukkan ke dalam bantal lagi.
Ia masih rapat menutup mata. Akhirnya Ethan sudah tidak tahan lagi, setelah hampir lima belas menit mencoba membangunkan tak sama sekali mendapatkan respon darinya.
"Kerbau, bangun!" Ia menggeram dan naik ke atas tubuh Callia yang telentang seperti orang mati, tinggal beli peti. Kedua tangannya berada di perut dan matanya terpejam erat seperti direkatkan oleh lem. Ethan memindahkan kedua tangan Callia ke atas kepala dan menggigit lehernya, mengisapnya kuat untuk mengecoh lelapnya perempuan itu di dunia mimpi. "Cepat bangun, atau aku penuhi lagi lehernya!" Ancam Ethan setelah melepaskan isapannya.
Biasanya perempuan itu akan langsung membuka mata karena tidak ingin hal yang sangat dihindarinya terlihat oleh dunia luar, yaitu tanda kepemilikan yang diberikan Ethan. Ancaman itu membuat ia ngeri hanya dengan memikirkannya saja. Ia bahkan pernah mogok bicara seharian penuh pada lelaki itu dikarenakan menyematkan banyak sekali tanda dan membuat ia jadi bahan tertawaan seluruh pelayannya. Belum lagi supir dan satpam yang sering menyorotkan tatapan penuh arti padanya jika mereka tak sengaja melihat. Ia tidak ingin urusan ranjangnya menjadi fantasi mereka. Monic membeberkan bahwa mereka sering melakukannya.
Namun, saat ini isapan kuat Ethan di lehernya sama sekali tak membuat ia menggeliat. Seolah tubuh perempuan itu terasa mati rasa akan sentuhan apa pun. Ethan mendesah menenangkan diri. Ini hanya salah satu risiko yang harus ditanggungnya karena menikahi anak kecil.
Ide lain pun mulai terbersit di kepalanya untuk membangunkan. Rambut basah Ethan disapukan ke wajah Callia dan menindihkan tubuhnya setelah membuka keseluruhan selimut yang membungkus tubuh rampingnya yang terpampang bebas menyisakan siluet polos tanpa sehelai benang pun. Ia menyengir geli melihat Callia mulai kesesakan. Ia kemudian menggigit hidungnya dan menarik kedua sisi pipinya hingga perempuan itu perlahan membuka mata meronta kecil di bawahnya.
"Kau mau membunuhku?!" Teriak Callia jengkel sambil mendorong dada bidang Ethan. Matanya mengerjap-ngerjap. "Aku bisa mati!" Sungut Callia dan beringsut keluar dari tindihannya. Tubuh Callia setipis triplek, ditindih dengan tubuh tinggi besar Ethan tentu saja dalam hitungan menit ke depan dapat dipastikan ia tinggal nama. Perempuan itu mengusap hidungnya yang digigit Ethan dengan sebal. "Jorok! KDRT!"
"Jorok apa sih? Biasanya juga digigit di tempat lain desah-desahan. Lagian dibangunkan susah sekali!" Ethan berdecak dan menyentil dahi Callia. "Cepat bangun! Kita sarapan bersama." Lantas ia turun ke bawah ranjang sambil memunguti piyama yang mereka kenakan semalam.
Callia mengucek matanya berusaha membuka netra birunya menyesuaikan sinar lampu yang masih menyala di kamar dan melihat sekelilingnya. Di sini tidak ada jendela yang menghadap langsung keluar untuk menjernihkan otak saat sumpek melanda, yang ada hanya kemewahan dari barang-barang mahal dan tata ruang teratur khas pria dewasa. Ethan sangat rapi dan bersih. Ia hampir sempurna dalam segala hal. Kecuali pengendalian diri yang amat sangat buruk ketika dihadapkan dengan tubuh Callia. Ia lumer dan langsung membuka gesper.
Ya, selama satu bulan pernikahan mereka, mereka tidur di kamar Ethan. Sedangkan kamarnya dijadikan ruang belajar saja. Mereka hidup layaknya pasangan suami-istri pada umumnya. Sarapan atau makan malam, hukumnya wajib untuk dilakukan bersama. Jadilah rutinitas yang dilakukan Ethan di pagi hari adalah membangunkan istrinya yang kadangkala kesiangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Callia
RomanceTakdir seorang Callia Florentine. Gadis yang terlahir di tengah-tengah para pelacur. Selama hidupnya, ia tak pernah tahu bagaimana dunia luar itu. Berbaur dengan anak seusianya atau mengenyam pendidikan dengan selayaknya tak pernah ada di daftar hid...