PROLOG

15.3K 427 2
                                    

"Bentar, Sayang. Bunda belum selesai."

"Sini, sama Ayah aja dulu," ucap pria itu membujuk seorang anak kecil yang meronta-ronta menarik lenganku. Bocah kecil ini rupanya sudah mengantuk, aku bangkit dari kursi kerjaku untuk membuatkan susu formula untuk buah hatiku. Pria itu mengikuti langkahku menuju dapur di mana aku akan membuatkan susu formula. Asi yang kuhasilkan memang tak cukup untuk kebutuhan buah hatiku, maka dari itu aku masih butuh bantuan susu formula untuk si kecil.

Kugendong si kecil yang terlelap ini. Wajahnya yang lucu hasil perpanduan dari genku dan suami. Aku pindahkan tubuh mungilnya pada box bayi yang terletak di sudut kamar kami. Posisi tidurnya seperti sang ayah dengan mulut yang sedikit menganga. Suamiku memasuki kamar kami, ia merebahkan tubuhnya pada kasur yang berseprai bunga hijau itu.

"Bunda mau lanjut ya, Yah. Good night, Ayah." Suamiku tersenyum lalu mengecup keningku. Aku tak tega membiarkannya tertidur sendiri, tubuhnya yang lelah seharian bekerja butuh istirahat yang cukup untuk mengembalikan energinya. Aku terseyum manis, ia pun membalas senyumku.

Kututup pintu kamar itu dengan hati-hati, aku berjalan menuju ruang kerjaku. Sebuah ruangan sempit yang berisi meja, kursi dan komputer di mana banyak waktu yang kuhabiskan di ruangan ini. Kembali kulanjutkan tugasku untuk mencerikan kisahku beberapa tahun silam pada kalian. Kisah ini memang ringan namun sarat akan makna. Aku memang tak pandai menulis seperti kak Salma, tetapi kucoba untuk menceritakan semuanya dengan segenap hati. Ditemani gelapnya malam akan kuceritakan pada kalian. Maaf jika cerita yang kusajikan tidak lengkap karena aku sedikit lupa dengan rentetan peristiwanya. Maklumlah, semakin bertambahnya usia semakin bertambah pula tingkat lupa-ku. Tapi jangan katakan aku pikun, say no to pikun. Aku masih ASG 17+ tahun seperti kalian. Kau tak percaya?

SiluetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang