Sang surya mulai beranjak menuju tempat persembunyiaan meninggalkan jejak semurat kemerahan di cakrawala. Senja, menghiasi alam semesta penuh dengan sejuta rahasia. Kini, cahaya itu terganti dengan sebuah gelap. Sayup-sayup hanya adzan magrib terdengar, menandai perbatasan siang dan malam.
Kemarau panjang, membuat cuaca menjadi panas. Debu-debu halus menempel pada setiap permukaan daun tak terkecuali benda-benda lainnya. Rumput tidak terlihat menghijau lagi.
"Arra, mau kemana?" tanya Martha dari balik pintu kamarnya.
"Cari angin Ma. Sumpah di dalam gerah banget. Huuh.. ga betah Arra." Jawabnya sembari berlalu keluar rumah menuju teras. Tangannya sibuk mengibas-ibas badannya dengan telapak tangan berharap bisa sedikit mendinginkan kegerahannya.
Safirra duduk di kursi teras rumahnya yang biasa digunakan untuk duduk santai. Tidak terlalu ramai memang. Berada di gang belakang merupakan salah satu faktor rumah Safiira jauh dari hiruk pikuk kendaraan umum. Angin sepoi-sepoi mampu mengalihkan kegelisahan Saffira. Arra.. Ia duduk santai menghadap pohon jambu yang sedang berbunga. Mekar, sehingga reruntuhan bunganya meninggalkan rontokan putih bagaikan uban.
Siapa itu? batin Arra. Jantungnya berdegup kencang. Sesosok bayangan putih melintas dalam pandangannya. Ia mencoba mengontrol detak jantungnya dengan menarik nafas dalam-dalam. Ah.. Tidak tidak, itu hanya pikiran gue doang. Gadis itu segera masuk ke dalam rumah menuju kamarnya. Gadis itu memilih menenangkan fikirannya dengan membaca buku.
Arra kembali ke teras depan. Membuka halaman buku yang telah diberi pembatas sebelumnya. Rahangnya bergoyang-goyang mengunyah camilan yang telah ia persiapkan sebagai teman membacanya.
Aish..Sakit..
"Ada apa Arra? Kamu sih, makan ga berdoa. Sudah malam, masuk sana gih!" perintah Martha.
"Bentar Ma, Arra masih pengen di luar. Lagian di luar enak Ma. Kalau Mama mau tidur, duluan saja! Arra juga belum ngantuk. Lagian besok Arra kan libur sekolah."
"Ya udah, Mama masuk duluan ya sayang. Cepetan masuk, hawa di luar tidak bagus. Jangan lupa kunci pintunya!"
"86!" jawab gadis itu sembari tanganya hormat kepada ibunya.
****
Malam semakin larut. Entah pukul berapa, Arra juga tidak menyadarinya. Tiba-tiba udara berubah menjadi dingin. Terdengar dari kejauhan lolongan anjing yang panjang. Hewan piaraan, dari gang sebelah milik keluarga Steven. Hewan yang biasanya tidak terdengar suaranya oleh Arra.
Arra menghentikan membacanya. Sejenak bola mata Arra berputar. Hening... Sunyi senyap. mengalihkan pandangannya ke segala arah. Mencari-cari yang Arra sendiri tidak mengerti apa yang ia cari. Selembar daun jambu tertiup angin, melambai-lambai serasa sedang memanggilnya, membuat rasa penasarannya semakin besar. Arra berdiri dari kursi, berjalan melangkah mendekati selembar daun itu.
Ia membolak-balikan daun itu dengan sebuah gagang sapu. Tidak ada apa-apa. Bisiknya masih dengan seribu pertanyaan. Malam ini benar-benar sunyi.
Ia kembali berdiri melihat sekeliling. Barangkali ia bisa menjawab rasa penasarannya.Telinganya fokus mendengar dari tempatnya berada. Jantunya kini mulai berdetak tak karuan. Huff...Arra memejamkan matanya sebentar sambil menarik nafasnya dalam-dalam. Tidak ada apa-apa Arra. Fokus-fukus! positif thingking! bawa doa bawa doa Arra.
Ah mendingan gua masuk, lagian sudah malam. Arra melangkahkan kakinya menuju teras, untuk membereskan barang-barang yang masih berantakan di meja.
Arra terdiam tak bergerak, ketika tangan kanannya merasakan sesuatu yang aneh. Pori-pori tanganya membesar, merinding sendiri. Arra bergidik, hawa dingin menerpa pundak kanannya. Nyalinya menjadi ciut.
Aneh.. Apa yang terjadi, kok tanganku dari tadi begini..? Dengan seribu pertanyaan Arra berlari masuk ke dalam rumah, tanpa menuntup pintu ruang tamu.
Tidak.. Tidak. Tidak mungkin. Ditariknya selimut menutupi seluruh tubuhnya. Mulutnya tidak lepas komat kamit membaca doa yang diyakininya.
"Ma..!" Arra berteriak, berlari menuju kamar sebelahnya.
"Ma. Please Ma. Buka pintu Ma. Maa! " tanganya terus mengetuk pintu kamar Mamanya.Ih si Mama pules amat sih. Hadew mati lampu lagi. Diketuknya berulang kali pintu kamar Martha. Tak ada respon sama sekali. Arra tak bisa membayangkan, tidur dalam kondisi listrik padam. Nyamuk akan bergerak bebas, berpesta mencari mangsa.
Ih si Mama mah. Oh iya. Arra menepok jidatnya sendiri, mengingat kelalaiannya. Kebiasaan bila melalaikan suatu hal, tepok jidat, seperti pintu depan yang belum ditutupnya.
Tangannya merayap diantara dinding-dinding berjalan ke depan menutup pintu. Udara dari luar masuk perlahan-perlahan dan Arra bisa merasakannya itu.
Saat berbalik arah, lampu kembali nyala. Syukurlah. Ucap Arra sambil mematikan kembali lampu ruang tamu dan masuk ke dalam kamarnya untuk istirahat.
Jam dinding telah mununjukan pukul 00.20. Rasa kantuk Arra telah lenyap seiring bergantinya waktu. Direbahkan badannya, memaksa matanya untuk terpejam, namun itu sangatlah mustahil. Miring kekanan, kekiri, tengkurap semua telah dicobanya.
Arra kembali duduk ke kursi tempatnya belajar. Meraih salah satu buku yang diambilnya secara aca. Membolak balik lembaran, setiap halaman. Tidak untuk membacanya, hanya alasan Arra untuk membuat matanya lelah. Ingin dia kembali keteras mengambil buku yang ditinggalkannya. Namun niat itu telah diurungkannya karena mengingat sesuatu terjadi beberapa waktu yang lalu.
Diambilnya remot TV, memencet tombol power, memindahkan saluran yang satu ke saluran yang lainnya.
Namun ingatannya tidak bisa lepas dari kejadian di teras tadi. Selembar daun yang menurutnya aneh, dan kini menghantui pikiran Arra.
Ya Tuhan! Arra meloncat. Suara dentuman benda jatuh di atas plafon kamarnya. Entah mengapa dia menjadi parno sendiri. Segera dimatikan TV nya, kembali merebahkan badannya, menutupi dirinya dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Arra masih berkonsentrasi mendengarkan keheningan. Berharap suara yang menggelegar itu tidak akan berbunyi lagi. Namun, ada satu hal yang membuat Arra tidak bisa dilogika. Dari balik selimutnya, Arra masih terus berpikir, hantaman sebuah benda keras jatuh.
Ada apa sih? Arra bergumam dari balik selimutnya. Antara penasaran dan rasa takut itu sangatlah tipis.
Waktu terus berlalu, detik menjadi kumpulan menit. Dini hari. Ya.. Sekarang sudah pukul 03.00 tapi mata sang gadis itu tak bisa terpejam. Masih sepi. Antara percaya dan tidak percaya. Seberkas cahaya terang, menyerupai kunang-kunang menerangi ruang kamar Arra.
Matanya terbelalak, tubuhnya kaku, hanya detak jantungnya bergerak cepat. Entah darimana asalnya, cahaya itu mendekat kearah Arra.
Rasa dingin tiba-tiba kembali menyelimuti seluruh tubuh Arra. Badanya terasa tertimbun kumpulan salju, keringat dingin menjadi satu. Arra tidak mampu menelaah yang terjadi pada dirinya.
Kemudian tubuhnya terasa berat, serasa selesai mengangkat beban. Terutama di pundak kanannya, rasa itu sungguh sangat mengganggunya.
Sinar itu, menembus ke dalam pergelangan tangan kanannya. Sedetik, rasa panas menyengat membuat sebuah tanda kemudian menghilang cepat tanpa meninggalkan jejak.
*****

YOU ARE READING
THE SHADOW
HorrorSeorang gadis muda harus mengalami sebuah kehidupan yang tidak diketahuinya. Bertemu dan menjalani dengan seorang pemuda yang terlahir pada 1000 tahun yang lalu. Arra dan sukma harus menjalin sebuah hubungan yang diluar akal logika. >>>>...