Matahari Dikenal Begitu Ia Terbit, Bukan Selama Malam Terjaga

37 3 1
                                    

Jujur, kamu tidak begitu bermain peran dalam kisahku. Kita sudah saling mengenal sejak kelas sepuluh, namun di mataku kamu tidak lain hanyalah seorang anak laki-laki yang duduk di samping jendela memperhatikan segala sesuatu yang nampak biasa di baliknya, sebelum pelajaran, selama pelajaran, sesudah pelajaran, sebelum tidak ada pelajaran, selama tidak ada pelajaran, sesudah tidak ada pelajaran, bahkan ketika kamu di muka kelas sekalipun. Entah apa yang kamu pikirkan. Di mataku, kamu adalah orang paling melankolis yang pernah aku temui. Seperti rumahnya adalah penjara tanpa jendela, dan melampiaskan matanya selama di sekolah. Apalagi wajahmu selalu dibuat-buat sesendu mungkin, membuat guru manapun tidak tega memanggil namamu untuk mengerjakan tugas.

Dasar melankolis.

Pernah sekali Bu Harum, guru fisika wanita satu-satunya di sekolah kita, membagikan genap tiga puluh dua soal untuk dikerjakan di muka kelas. Genap tiga puluh dua itu artinya setiap anak mendapatkan satu soal. Setiap anak tahu bahwa mereka akan maju, hanya menunggu undian nomor cap cip cup dari Bu Harum jatuh ke siapa. Kamu yang senantiasa setia pada jendelamu, tentulah masa bodo akan hal itu. Tetapi, memang dasar kamu yang auranya tidak terasa, Brendan mendapatkan dua soal. Tidak ada yang merasakan hal itu, Brendan sekalipun. Kecuali aku, karena aku ingat bagaimana Brendan mengerjakan soal sebelumnya sekitar satu menit. Aku curiga kalau Brendan sebenarnya tahu, hanya saja menghargai rutinitasmu.

Kalian sebangku memang saling melengkapi kurasa. Brendan yang bisa segalanya memerlukan teman yang tidak bisa apa-apa.

Di kelas ada memang anggota geng motor yang tiap pelajaran tidak ada di tempat, yang kedatangannya tanda bahwa sekarang guru-guru tengah rapat. Ada pula yang seperti Petruk (nama samaran) dan Lusi yang sengaja sebangku katanya biar awet hubungannya. Padahal Petruk itu anak kelas sosial. Untung wajahnya mirip dengan si Untung yang sering absen.

Brendan kasus yang lain. Pemuda yang sempurna, dambaan setiap wanita. Sebuah anugrah keberadaannya di kelas kita. Konon, Gita sengaja meminta tolong kepada ayahnya yang kebetulan wakil kepala sekolah untuk menempatkan Brendan di kelas kita. Ahli dalam segala hal yang tertulis di dalam jadwal pelajaran, upacara dan istirahat sekalipun. Bahkan, pernah ditunjuk Pak Oksi, biasa dipanggil Pak O, untuk mewakili beliau workshop di luar kota. Ditambah wajahnya yang enak dipandang berlama-lama, hingga dijuluki Yusuf oleh setiap guru agama.

Berita buruknya? Dia sudah punya pacar.

Berita baiknya? LDR beda negara.

Tapi, kamu, Farhan, adalah yang paling tidak jelas keberadaannya.

Siapa yang menduga akan punya teman sekelas yang wajahnya sekilas mirip dengan vokalis Sheila On 7 dengan potongan rambut belah tengah ala '90 an? Setiap aku memandangmu, seolah aku masuk ke zaman yang lain, zaman di mana Soeharto masih memimpin Indonesia. Lebih jauh lagi, aku pernah melihatmu berperan menjadi salah satu tentara di film G30S PKI.

Tetapi, bukan itu masalahnya. Bukan rupamu yang seperti telat lahir tiga puluh tahun. Tapi semuanya. Aku tidak ada yang paham sedikitpun tentang kamu. Aku pernah punya teman yang pemalu di mana dimanapun dia berada, dia menundukkan kepala dan diam. Pernah pula aku punya teman yang percaya dirinya bukan main. Tapi, kamu. Kamu seperti menduduki batas di antaranya. Diam dan percaya diri. Bukan batas itu saja masalahnya, setiap batas. Setiap hal yang kontradiktif.

Dan sekali lagi, hanya aku yang menyadarinya. Aku padahal tidak dekat juga denganmu. Entah.

Mungkin karena aku Ambar.

Karena aku langit.

Karena aku langit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
la.ngitWhere stories live. Discover now