7. Kakak

103 8 0
                                    

Minggu, 22 September 2013, 14:27, di Mobil Mas Rayhan.

Gue nginep di rumah Sheilla sampai hari Minggu. Gue udah ngabarin orang rumah kalo gue nginep. Pake telepon rumah Mas Rayhan, karena HP gue udah hancur, bareng sama celana jeans yang ditaro sama anak-anak The Blays di pemanggang bbq sampai terbakar habis pas mereka nge-gangbang gue Jumat kemaren.

Awalnya Mamah terasa agak khawatir mendengar suara gue yang agak getir di telepon. Tapi gue berusaha keras menahan segala emosi gue supaya Mamah gak khawatir sama keadaan gue. Mamah hanya kecewa dengan HP gue yang gue bilang hilang. Mamah bilang gak akan beliin gue HP lagi sampai naik kelas dengan nilai yang bagus dan tiga besar di kelas.

Sementara itu, gue saat ini sudah berada di depan gang rumah gue. Mas Rayhan nganterin gue pulang dengan mobilnya. Dia sudah begitu baik dan perhatian sama gue dua hari terakhir ini, hingga semua rasa sakit fisik yang gue alami lenyap satu demi satu. Walaupun rasa sakit yang bersemayam di dalam diri gue lebih dari sekadar rasa sakit fisik.

Mas Rayhan tampaknya sadar sekali dengan rasa sakit mental yang gue alami. Gue lebih banyak diam dan kosong pandang. Namun Mas Rayhan juga begitu. Sepanjang perjalanan menuju rumah gue, dia nyaris gak ngucapin sepatah kata pun ke gue. Bahkan selama gue nginep di kamarnya, gue bisa menghitung jumlah percakapan yang terjadi di antara kita dengan dua tangan gue. Entah apa yang ada di pikirannya. Dia terlihat sangat gundah. Gue jadi bener-bener gak enak sama Mas Rayhan.

"Berhenti di seberang Indomaret itu, Mas," kata gue sambil menunjukkan jari telunjuk gue ke arah Indomaret yang sudah terlihat. "Rumah saya persis di dalam gang itu. Tapi mobil enggak bisa masuk. Jadi saya turun di sini aja." Karena Mas Rayhan sekarang ngomongnya pake 'aku-kamu', gue mencoba mengimbangi dengan menggunakan kata 'saya' sebagai kata ganti orang pertama.

Mas Rayhan menepi dan menghentikan mobilnya persis sebelum mulut gang rumah gue. Tapi ada atmosfer yang aneh yang terasa. Sangat dingin tiba-tiba. Pandangan Mas Rayhan lurus ke depan. Dia tidak menolehkan kepalanya ke arah gue. Gue pun bingung harus gimana. 

"Mas," gue memanggil nama Mas Rayhan dengan intonasi selembut mungkin. "Saya ada salah ya sama Mas Rayhan? Kalo ada.... saya...."

"Kamu enggak ada salah sama sekali ke aku, Lik." Lalu ia menolehkan kepalanya ke arah gue dan memaksakan sebuah senyum. Senyum yang tiba-tiba membuat hangat suasana di sekitar gue. 

"Tapi Mas Rayhan diem aja dari tadi, saya pikir Mas Rayhan marah sama saya."

"Nope!" jawab Mas Rayhan. "Jadi rumah kamu disini?"

Gue mengangguk. "Mas Rayhan mau mampir?"

"Mmmm... lain kali deh."

"Beneran, Mas?"

Hahahahaha. Mas Rayhan tiba-tiba ketawa. Gue mikir-mikir apanya yang lucu dari kata-kata gue.

"Aku ngerasa kayak abis first date sama cewek," kata Mas Rayhan yang sukses bikin gue salah tingkah tiba-tiba. "Aku anterin balik, terus dia basa-basi nawarin aku buat mampir."

"Yaudah deh," kata gue. "Mas Rayhan mau mampir apa enggak nih? Saya gak basa-basi loh, Mas. Lagian ini masih terang, gak mungkin lah orang first date, pulangnya sesore ini."

Ada senyum merekah di wajah Mas Rayhan yang dari kemarin selalu tampak murung dan gundah. Kayaknya gue sukses bikin dia ngelupain kegelisahannya.

"Lain kali aja." Jawabnya singkat.

"Beneran?"

"I think so!" kata Mas Rayhan. "Bentar, aku punya sesuatu buat kamu."

Mas Rayhan merogoh kantongnya dan mengeluarkan sebuah HP merek iPhone 5. Lalu ia menyodorkan HP-nya ke arah gue.

"Ini kamu pakai dulu HP-ku, buat gantiin sementara HP kamu yang hancur."

Gue refleks menolak pemberian Mas Rayhan dengan tangan gue.

"Enggak, Mas," kata gue. "Maap banget, Mas. Saya enggak mau ngerepotin Mas Rayhan lebih banyak lagi."

"Aku gak merasa repot!" seru Mas Rayhan yang perlahan tapi pasti, nada suaranya mulai meninggi. "Saya sudah gak pake HP ini lagipula. I've got a new one."

Mas Rayhan merogoh kantongnya lagi dan mengeluarkan HP-nya yang lain yang sama-sama iPhone 5.

"Lihat!" katanya ke gue. "Ini baru seminggu umurnya. Baru rilis 2 hari lalu, tapi gue udah dapet dari seminggu lalu."

"Kayak gak ada bedanya, Mas, HP-nya," kata gue yang emang gak terlalu update sama merek-merek HP, terutama merek Apple yang entah kapan gue bisa memilikinya. 

"Iya, sama sih sebenernya," kata Mas Rayhan. "Ini iPhone 5s. Kalo yang ini iPhone 5 aja. Gak pake S. Ini cuma upgrade prosesor doang, sama mungkin kapasitas batere walau gak signifikan."

"Ooooo..."

"Yaudah nih kamu pake lah. Daripada sia-sia enggak dipake?"

"Maaf, Mas," gue bersikeras menolak. "Enggak usah, Mas. Saya bener-bener gak tenang kalo saya juga nerima ini dari Mas Rayhan walaupun cuman dipinjemin."

"Oooo, kamu gak bakal tenang karena bakal aku gangguin terus ya?"

"Hah?"

"Iya, kamu kan bilang gak bakal punya HP sampe naik-naikan kelas. Which is masih lama banget" Mas Rayhan mencoba menguraikan pemikirannya. "Jadi aku pikir, aku bisa kasih HP bekas aku ke kamu, supaya aku bisa dapet update-an kondisi kamu. Terus kayaknya kamu udah nebak motivasi aku ngasih HP ke kamu, jadi kamu ngerasa kalo kamu gak bakalan tenang hidupnya karena bakal aku hubungin terus."

"Bukan gitu, Mas, suer..." kata gue. "Ini saya kasih ID line saya aja ya. Mas pake Line gak?"

Mas Rayhan mengangguk.

"Catet, Mas" gue tiba-tiba semena-mena merintah Mas Rayhan dan dia langsung menuruti begitu saja perintah gue. "malikhensom. M-A-L-I-K-H-E-N-S-O-M."

Mas Rayhan tampak tersenyum geli mendengar gue mengejakan ID Line gue. "Pantes Sheilla manggil kamu alay."

Syit, Mas. Batin gue.

"Wait, kamu pake Line dimana?" Mas Rayhan bertanya. "Kan HP kamu udah rusak?"

"Pake laptop, Mas." kata gue.

"Ooooo... yaudah, kamu bener enggak mau pakai HP aku dulu. Bekas sih emang... tapi masih oke kok... aku makenya gak hardcore."

"Makasih banyak, Mas! Lagian, Mamah saya pasti gak suka kalau saya tiba-tiba udah punya HP baru gitu aja. Mmmmmm... Saya pastikan Mas Rayhan gak akan ketinggalan update dari saya."

"Now you're celebrity or what?"

"Bukan selebriti, Mas..."

"Jadi?"

"Bro..??" Syit, gue ngomong apa barusan? Semoga dia gak salah tangkep. Wajah Mas Rayhan tampak agak kaget mendengar proposal gue barusan.

"Hmmm... Bro itu istilah kasual untuk temen dekat sebaya," kata Mas Rayhan menanggapi. "Karena kita enggak seumuran.. Heyy, umur kita beda 10 tahun, by the way."

Hening sekitar 10 detik. 10 detik yang kerasa panjaaaaang banget buat gue.

"Aku anggep kamu, adekku aja ya?" Mas Rayhan menego proposalku. "Like Sheilla."

Resmi sudah Mas Rayhan jadi Kakak ketemu gede gue. Entah gue harus bersyukur punya Kakak sekeren Mas Rayhan atau gue harus malu sama diri sendiri yang sudah agak agresif tadi.

Kayaknya gue harus bersyukur banyak bisa kenal dan dekat secara instan sama Mas Rayhan.

***

Jungkir Balik Dunia MalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang