"Adeeeeeeek... Banguuun" ucap seseorang yang berusaha membangunkan adiknya, Dandy.
"Woy.. Bangun woy.." sambungnya sambil sesekali mengguncang tubuh adiknya yang mungil itu.
"Ish apaan sih lo bisanya ganggu mulu. Ngantuk nih.." akhirnya adik seseorang itu bangun, Rania.
"Liat deh jam wekernya" perintah Dandy.
Rania melihat jam wekernya dan langsung meloncat dari kasurnya.
"Jam 6:15. Kenapa lo gak bangunin gue daritadi.." omel Rania yang langsung menuju kamar mandi.
"Gempa nih gempa.." gumam Dandy.
•••
10 menit kemudian turunlah seorang gadis yang sangat amat cantik sekali, Rania. Ia mengenakan seragam SMP-nya, putih biru, dengan rambut sepinggang yang dikuncir kuda, poni depan, sedikit polesan bedak, dan penampilan tomboynya yaitu lengan kemeja yang dilipat.
Rania menuju ke ruang makan, menghampiri kakaknya, dan~
Pletak
Sebuah jitakan diberikan untuk kakaknya. Dandy meringis kesakitan, "Aduh, lo kira gak sakit apa.."
Pletak
Dandy pun membalas.
"Udahlah. Kalian kalo udah ketemu pasti berantem terus." ujar Riska, sang Mama.
"Iya nih, ini udah jam berapa coba. Cepet makan gih, keburu telat." tambah Dharma, sang Papa.
"Haska cepetan, gue tinggal loh." ucap Dandy yang tidak sabar karena roti yang dimakan Rania tak kunjung habis.
"Panggil gue Rania." ketus Rania.
"Serah abang dong adek gueee.." Dandy berucap seraya mencubit pipi adiknya lalu berlari ke depan rumah. Dharma sudah menyiapkan mobil untuk keberangkatan mereka.
Rania hanya mengerucutkan bibirnya. Ia langsung mengambil roti dan melahapnya lalu membawa tas serta sepatu yang belum dikenakannya.
"Hul..an ..ma" (duluan ma) Rania langsung berlari ke arah mobil Dharma dan langsung menutup pintunya.
"Aho pah" (ayo pa)
"Ya Allah Haska ditelen dulu" omel Dandy.
Rania langsung menelan makanannya meski ia tau itu sangat susah, lalu Dandy memberinya air putih. Dharma hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan kedua anaknya. Ayah dari kedua anak itu pun melajukan mobilnya untuk mengantarkan mereka ke sekolah lalu pergi ke kantor.
Sampainya di sekolah, Dandy dan Rania pamit ke Papanya lalu keluar dari kendaraan yang ditunggangginya tadi dan masuk ke sekolah.
Rania langsung menuju ke kelasnya, 7B. Dan kakaknya berada di kelas 8A. Ya memang Rania tidak sepintar kakaknya, tapi ia berusaha untuk mengungguli berbagai bidang pelajaran dan juga mengungguli kakaknya.
Sampainya di kelas, Rania langsung duduk di kursinya dan ada sudah ada Linda di sampingnya. Linda adalah teman dekatnya, tapi Linda tidak tomboy seperti Rania. Linda lebih kalem dan juga feminim, lagipula Linda juga memakai hijab.
"Hey bro.." sapa Rania dengan menepuk pundak Linda dengan 'sangat amat pelan'.
Linda meringis dengan perlakuan Rania terhadapnya. Lalu menatap Rania tajam dan menengadahkan tangannya.
"Apaan? Mau sumbangan? Masih pagi Lin" ucap Rania sepolos-polosnya.
"Flashdisk gue mana yang kemarin lo pinjem buat ngopy drama korea?" jawab Linda yang disertai dengan pertanyaan.
Ya meskipun Rania tomboy, namun ada beberapa persen dari dirinya yang menandakan ia masih cewek. Salah satunya Rania suka dengan oppa-oppa korea, Rania pun bisa menangis dengan melihat film ataupun drama melankolis.
Rania nyengir dan merogoh saku roknya. Lalu ekspresi Rania berubah menjadi panik. Rania merogoh semua saku bajunya, mencari di berbagai celah tasnya. Namun, hasilnya nihil. Tak ada benda itu.
"Lo gausah acting deh, udah kebal gue" ucap Linda datar dengan tangan yang tetap menengadah.
"Ga ada Lin. Suwer. Yang ini gak bercanda beneran" Rania panik mode-on.
Linda menggaruk tengkuknya yang memang gatal lalu menenangkan Rania jika flashdisk miliknya pasti ketemu. Dan Rania hanya mengangguk pasrah.
•••
Rania's POV
Setibanya istirahat. Gue langsung keluar dari kelas dan berusaha mencari keberadaan flashdisk milik Linda. Sudut demi sudut tak gue lewati sedikitpun. Hasilnya? Nihil. Gue pun pergi menuju lapangan basket untuk menemui kakak sekaligus bermain basket.
Saat di lapangan basket, gue melihat Dandy, Aga, Dewa, Bagus, Miki, dan entah siapa lagi satu itu. Linda dan pacarnya (Rizki) hanya melihat permainan basket itu. Tapi, tunggu! Itu kan flashdisk milik Linda. Flashdisk itu menggantung dengan indahnya di leher anak laki-laki yang tak gue kenal itu.
Dengan langkah lebar gue dekati orang itu dan tepat saat orang itu akan mengoper bola gue lemparin sepatu bertali gue ke kepalanya. Sontak orang itu terkejut dan mungin sedikit kesakitan. Permainan basket itu terhenti seketika karena ulah gue. Orang itu menoleh ke arahku dan menatapku bingung. So what? Gue udah nyariin benda mungil milik Linda itu dengan susah payah dan ternyata benda itu terkalung dengan indahnya di leher laki-laki itu. Seberapa besar rasa kesal gue ke anak laki-laki itu.
Laki-laki itu menatapku lantas tersenyum. Apaan sih nih anak, pikirku. Dia berjalan menuju arahku dengan senyumannya yang manis. Ya, memang manis. Tapi aku tak peduli karena aku sangat kesal padanya.
"Hai," sapanya dengan watados.
Ha? Apa ini efek karena sepatu gue? Dia gak marah? Dia gak kesakitan? Dia malah senyum ke gue dan menyapa gue dengan indahnya. Tapi memang dia indah. Eh, gue gak boleh gitu. Gue gak peduli dia. Udah, Rania harus marah.
"Heh, lo maling ya?" ucap gue.
•••
Aku cuma mau bilang maaf jika ceritanya membosankan.
Masih belajar.. Hehe..
Kalau kalian suka tinggalkan jejak ya..
Klik bintang atau comment.. Hehe
See you..