Sekitar jam setengah sembilan malam, notif dari grup observasi pun sudah mulai muncul, dari yang hanya membahas tentang tugas sampai akhirnya bercanda. Dan malam itu rasa gue pun muncul dan makin bertambah sama dia.
Aldo : besok gimana nih?
Maura : ya gitu , yang tadi dibilang sama Dika @Aldo
Dika : gue sama @Marsya, lu sama Maura @Aldo
Maura : nah.. noh @Aldo
Aldo : lu ama Marsya Dik serius??@Dika
Dika : iya lah serius. Kalo Marsya sama lu gue takut ngapa-ngapa dia.
Maura : eleh -_-
Aldo : ewh lo @Dika
Maura : syudah, syudah.
Sekilas chat di grup observasi gue sih gitu. Mata gue terbuka selebar-lebarnya dan alis gue pun naik menandakan kebingungan. Dan ga tahu kenapa pas baca "iya lah serius. Kalo Marsya sama lu gue takut ngapa-ngapa dia", senyum pun mulai tercetak di wajah gue. Entah senyum bahagia atau senyum ... ah sudahlah.
Grup pun sudah mulai sepi. Pada malam harinya, entah kenapa hati gue ngerasain beberapa keanehan. Iya hati gue berkata, "Apa gue suka sama Dika?" Itu pertanyaan Kedua gue dari hati gue sendiri. Tapi otak berkata lain, "Mungkin gue suka karena wajah dia mirip sama Adnan? Mungkin."
Sampai hari senin tiba, kita akan mengunjungi tempat observasi. Sudah dari jam tujuh pagi gue dan Maura nunggu Dika plus Aldo di halte dekat sekolah. Dari kejauhan terlihat samar-samar seperti Dika dan Aldo, dan iya itu bener mereka. Tak membuang waktu banyak, Maura pun naik ke motor Aldo. Dan gue? Masih diam melihat Maura yang sedang menaiki motor Aldo.
"Ayo naik!" ajaknya. Gue pun langsung naik dan tak lupa dia menyodorkan helm ke gue.
"Loh, kan helmnya cuman satu?" tanya gue, sementara motor Aldo sudah jalan duluan di depan kami.
"Terus?"
"Lu pake apa kalo gue pake ini?"
"Ya elah slow aja, yang paling penting itu keselamatan lu, Sya," ucapnya dan mulai melajukan motor dengan kecepatan sedang.
Masih terdiam dengan apa yang diucapkan Dika beberapa detik lalu. Jujur, boleh gak sih gue nganggep lebih ke dia? Apa guenya aja yang terlalu baper? Atau ... ah sudahlah.
Setelah berkeliling kurang lebih tiga jam, berjalan kaki ke sana ke mari, memang melelahkan sih, tapi ada kebahagian tersendiri dalam hati gue. Iya gue bahagia karena dengan begini gue bisa lebih dekat dengan dia. Setelah selesai berkeliling, gue dan Maura pun duduk di suatu taman di bawah pohon yang rindang sambil mengibas-ngibaskan buku ke wajah biar adem. Aldo pun datang dan diikuti oleh Dika di belakangnya. Aldo mulai ikut bergabung duduk dengan kami, Dika juga.
"Nih, minum!" ucap Dika sambil menyodorkan sebotol air dingin dan melemparkan pandangannya ke arah gue. Dengan cepat Maura pun merampas botol itu dari tangan Dika, meminumnya sampai habis tak tersisa.
"Yahh, abis Sya," kata Maura sambil terkekeh.
"Udah yuk ah, udah mau ujan," ajak Aldo dan kami pun mulai berjalan ke arah tempat kami parkir.
Aldo dan Maura pun sudah siap di motor. Tapi tunggu, Di mana Dika?
"Eh Sya gue duluan, ya," kata Aldo, sementara gue hanya mengangguk pelan.
Melihat sekeliling parkiran, tak ada tanda-tanda dari keberadaan Dika, sampai akhirnya ada sesuatu yang dingin menepel di pipi kanan gue.
"Eh!" Gue sontak kaget, ternyata itu Dika.
"Buat lo," ucapnya dengan senyum yang mampu membuat semua cewek meleleh di siang hari bolong.
Menaikan alis kanan gue sebelah.
"Gue tahu lo haus, makanya gue beliin ini buat lo," katanya sambil meraih tangan kanan gue dan menaruh botol tepat di genggaman gue. Berjalan pergi meninggalkan gue dan menghampiri motornya yang berada sepuluh langkah dari tempat gue berdiri.
Kami pun memulai perjalanan pulang. Langit kini sudah sangat gelap, sepertinya akan turun hujan deras. Belum ada lima belas menit kami menempuh perjalanan, hujan pun turun dengan membuat kami basah kuyup.
Dika memberhentikan motor pada sebuah ruko yang kosong, tempat yang aman untuk kami berteduh dari derasnya hujan. Kami sekarang berdiri sambil menunggu hujan reda. Ada beberapa orang juga yang sedang berteduh sama seperti kami. Aku kini mulai merasakan dingin, jelas saja karena bajuku sudah basah terkena hujan.
Saat sedang asik menggosok-gosokan kedua tangan, gue melihat Dika seperti sedang sibuk sendiri membuka tas. Dia keluarkan sebuah jaket dari dalam tasnya, dan memakaikan ke badan gue yang basah karena hujan.
"Ya Tuhan, kok gue jadi deg-degan gini sih?"
"Udah pake, ga usah banyak tanya," kata Dika saat gue baru aja ingin berbicara. Ini kali pertama hujan menjadi saksi kedekatan kami. Baru pertama kali ini juga gue menyukai hujan, biasanya gue sangat membenci hujan.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Dibalik Hujan [selesai]
Short Story[TELAH TERBIT] satu hal yang membuat gue sadar bahwa cinta itu ajaib. mengubah pandangan gue tentang sebuah rasa-_- aku bertemu dengan seorang laki-laki yang mengubah salah satu pendangan hidupku tentang hujan.. iya dia bilang bahwa "hujan gak slal...