"Gue lagi ngerasain setiap air hujan yang jatuh di wajah gue. Dan gue bayangin orang yang gue suka."
Aneh.
"Masa?"
Dika hanya mengangguk dan gue mulai mengikuti apa yang Dika lakukan. Menutup pelan kedua mata gue, mengarahkan wajah ke atas dan menikmati setiap air hujan yang membasahi wajah.
"gimana?"
Gue hanya tersenyum dan Dika mengacak pucuk rambut gue.
"Gue mau ngomong sesuatu sama lu, Dik."
"Apa?"
"Lu mirip banget sama mantan gua."
"Ya udah, anggap aja gue pacar lu."
Setelah mendengar itu, seakan waktu terhenti, detak jantung gue tiba-tiba mulai berdegup kencang. Entah karena apa, yang jelas ada yang aneh sama hati gue.
"Lu mau tahu alasan gue kenapa selalu merhatiin lu?" Gue bertanya tepat di depan wajah Dika yang hanya berjarak empat jengkal saja.
"Karena lo mirip banget sama dia, Dik." Belum selesai gue bicara, Dika memeluk gue erat. Gue hanya diam tak membalas pelukan dari Dika. Iya, saat itu gue rasa waktu benar-benar berhenti, dan lagi-lagi hujan menjadi saksi bisu di antara kami.
"Gue tahu sebenernya hati lo itu udah sembuh. Bukan karena gue mirip sama mantan lu. Tapi, karena lo udah mulai nyaman kan sama gue?" bisiknya, jantung gue berdegup sangat cepat.
Hujan pun turun semakin deras, sesekali ditemani oleh suara gemuruh petir. Kurang lima detik dari Dika selesai ngomong, kilat pun datang membuat gue kaget dan memeluk Dika. Gue menenggelamkan wajah di pelukannya. Terdengar suara Dika yang terkalahkan oleh sambaran kilat yang datang, "Gue suka sama lo, Sya!"
Mata gue membulat sempurna saat mendengar itu. Gue berusaha melepaskan pelukan dari Dika, dan sesekali mengelap wajah yang diguyur derasnya hujan. "Lu barusan ngomong apa?"
"Gue suka sama lu Sya...."
Gue hanya tersenyum receh dan menggeleng tak percaya.
"Gue suka sama lu Marsya," ucapnya sambil menangkup wajah gue dengan kedua tangannya. Gue merasakan air mata jatuh begitu saja. Untung saja hujan, jadi tidak terlalu ketahuan.
"Perlukah rasa cinta diberi nama? I love you, Sya."
Air mata gue satu per satu mulai berjatuhan. Baru pertama kalinya gue merasakan air mata kebahagian. Dika tersenyum sambil mengulurkan kedua tangannya. Lalu, dia memegang kedua tangan gue.
"Would you be my grilfriend?" tanyanya dan gue hanya terdiam tak menjawab sedikit pun. Mungkin ekspresi wajah gue sudah mewakili jawaban.
Lalu ia memeluk gue lagi, dan gue membalas pelukannya, sesekali menenggelamkan wajah gue dipelukan Dika.
***
Gue bukan penulis seperti penulis handal, dan bukan orang yang puitis apalagi dramatis. Yang jelas, gue bertemu dengan seorang laki-laki yang mengubah salah satu pandangan hidup tentang hujan. Iya, dia bilang bahwa hujan gak slalu datang membawa kesedihan, tapi ada hal lain yang akan hujan bawa setelahnya, yaitu sebuah pelangi. Pelangi yang mewarnai langit, dari gelap dan kini bersinar kembali berkat hujan itu sendiri. Gue mengenal dia sejak delapan bulan terakhir ini, dan seneng dan nyaman berada di dekatnya. Tentu, sampai pada titik ini, gue tersadarkan akan satu fakta bahwa gue udah jatuh cinta.
Sebelum mengenal dia, gue gak suka sama hujan, terlalu gaduh, terlalu berisik dan sesekali membawa kesedihan, karena suasananya yang mendung. Sampai pada akhirnya kini kenyataannya gue menyukai hujan. Karena hujan adalah saksi bisu di antara kita. cinta? Sesuatu yang selalu didambakan tetapi sulit diungkapkan, sesuatu yang selalu dinanti tetapi sulit dipahami. Begitulah cinta.
____________
akhirnya selesai juga cerita dibalik hujan nya huehahah :v
jangan lupa vote dan komen ya
baru kali ini thor bikin Short Story kaya gini, padahal cerita aslinya masih puanjangggg buangett loh wkwkw..
sekian terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Dibalik Hujan [selesai]
Short Story[TELAH TERBIT] satu hal yang membuat gue sadar bahwa cinta itu ajaib. mengubah pandangan gue tentang sebuah rasa-_- aku bertemu dengan seorang laki-laki yang mengubah salah satu pendangan hidupku tentang hujan.. iya dia bilang bahwa "hujan gak slal...