3. "Karena ini cinta..." (Part 3 -End)

785 63 26
                                    

Happy reading!

💐💐💐💐💐💍💍💍💍💍💍💍

Seorang lelaki muda yang berusia 18 Tahun baru saja mengakhiri panggilan telepon kepada kekasihnya. Ia meletakkan ponselnya di atas mejanya dan berjalan menuju arah jendela besar yang berada di ruangannya untuk mengecek situasi hujan saat ini. Hujan mengingatkan dirinya akan kenangannya saat ia meninggalkan guru tercintanya dan bertemu kembali setelah dirinya berusia 17 Tahun.

Flashback...

(Amerika Serikat, satu tahun yang lalu....)

Aku membuka mataku saat matahari menyambut datangnya pagi. Sinar terik matahari menyusup masuk ke sela-sela jendela kamarku dan menerangi kamarku serta menyilaukan mataku. Aku beranjak dari ranjangku dan berjalan menuju teras kamarku.

Aku merentangkan kedua tanganku sambil menarik nafas panjang menghirup udara sejuk pagi yang menurutku bisa menyehatkan badan. Udara sejuk dari pepohonan rindang yang tertanam di area pekarangan rumah Ayahku.

"Kee, bangun!" perintah Ayahku yang bernama lengkap Chistopher Lin. "Bukankah kau ada wawancara pada awak media dalam rangka peluncuran buku barumu? Setelah itu, kau juga harus mengikuti ujian profesor di Jakarta?" papar Ayahku tentang jadwalku hari ini sambil mengetuk pintu kamarku.

"Ya. Kee sebentar lagi keluar kamar." jawabku.

Suara ketukan pintu pun terhenti. Dengan bergegas, aku pun mulai bersiap-siap untuk melaksanakan rutinitasku lalu setelah itu aku akan kembali ke Indonesia.

Bandara Soekarno Hatta, Jakarta...

Aku menyeret koperku dan berjalan menuju pintu keluar bandara untuk mencari taksi.

"Apartemen Bellevue." ucapku pada sopir taksi setelah aku mendapatkan taksi kosong dan masuk ke dalam taksi.

Dalam perjalananku menuju apartemenku, aku menerima sebuah pesan dari ponselku. Setelah membaca isi pesan tersebut, dengan cepat aku langsung menelepon si pengirim pesan tersebut.

"Jadi kau sudah menemukannya?"

"Iya. Aku akan mengirimkan alamatnya di pesan."

"Baiklah. Thanks, Niel. Aku akan mentransfer uangnya nanti malam."

"Kabari saja jika kau sudah mentransfer uangnya."

Aku mengakhiri panggilanku dan tersenyum. "Kita akan bertemu lagi, Ibu Guruku." gumamku sambil melihat ke arah kaca jendela taksi.

Setelah jadwalku selesai semua kukerjakan, aku langsung berencana pergi ke alamat yang dikirimkan Niel kepadaku lewat pesan dengan menggunakan taksi. Dalam perjalanan, hujan turun dengan sangat deras. Sialnya, aku tidak membawa payung.

Sampai ditempat tujuan, aku keluar dari taksi dengan hujan-hujanan sambil memperhatikan bangunan bercat biru laut yang terpampang jelas di mataku sekarang.

Ku pandangi sejenak area tamannya yang tampak sepi. Aku mendapat info dari Niel bahwa dia sudah menikah selama hampir dua tahun, tapi belum dikarunia seorang anak. Pantas saja rumahnya sepi dan tidak ada tanda-tanda kehidupan. Apa bisa aku bertemu dengannya sekarang?

Aku memutuskan untuk menunggunya di balik pohon sambil berteduh. Aku tidak mau disangka pencuri kalau aku masih berdiri di sana tanpa berusaha memanggil atau menekan bel.

Saat aku sedang menunggu, terdengar suara deru mobil berhenti tepat di depan rumah yang kupandangi. Aku menoleh dan mendapati wanita yang ingin kutemui keluar dari mobil sambil memegang payung.

Coffee RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang