"Alden Bagasaksara!"
Seruan itu membuat seisi kelas mendadak menjadi hening, yang tadinya ricuh karena tidak ada Guru didalam kelas kini terdiam akibat teriakan dari Bu Pipik-- selaku guru bimbingan konseling meneriaki satu nama yang membuat si empunya menoleh dengan kesal.
Tidah tahu apa yang terjadi sehingga Guru itu memanggil cowok yang asik bermain ponsel dengan terpaksa memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya kembali.
Alden mendecak sambil mendekat ke arah Bu Pipik. "Kenapa lagi sih Bu?"
"Kenapa, kenapa! Kamu bolos lagi kan tadi?! Iya kan?! Ngaku?!" tuduhan itu beruntun membuat Alden melotot tak terima.
"Lah? Saya dari tadi diem di kelas. Kalau nggak percaya tanya aja dah semua penghuni kelas yang tadinya kayak pasar ikan." jawab Alden sedikit menyindir.
"Bener anak-anak? Alden di kelas aja dari tadi?'' tanya Bu Pipik memicingkan matanya, curiga.
Ketua kelas membuka suara yang duduknya di pojokan agar bisa melihat temannya yang ribut di dalam kelas. "Iya Bu! Alden dari tadi di kelas diem mulu."
"Nah tuh kan Bu. Ibu sih nggak percayaan mulu sama saya." Celetukan itu membuat Alden meringis ketika di jewer oleh Bu Pipik.
"Lah, lah! Bu, KDRT namanya ini!"
Sontak seisi kelas tertawa karena lawakan Alden. Tetapi saat Alden menatap mereka keadaan berubah menjadi hening kembali hanya karena tatapan dari seorang Alden Bagasaksara itu. Tidak dipungkiri lagi karena aura beribawa Alden terpampang jelas jika cowok itu memerintahkan anggota Gevkar yaitu suatu perkumpulan yang sangat terkenal di SMA Rajawali.
"Awas ya kamu bolos." Ucap Bu Pipik mengancam.
Alden mengangguk mengiyakan apa kata Guru cerewet di depannya ini. Bu Pipik sudah melenggang pergi dari kelas XII Ipa 4 yang tidak ada Guru didalamnya. Sebenarnya bisa saja Alden bolos karena tidak ada Guru, tapi ia sedang mager alias malas gerak untuk beranjak kemana saja. Jadi, ia lebih memilih untuk diam di kelas.
Teman-temannya sudah berkumpul di mejanya entah membahas apa. Alden datang dan duduk di tempatnya kembali memainkan ponselnya.
"Al, lo udah liat muka calon anggota baru Gevkar belom?" tanya Apoy-- salah satu teman dekat Alden.
"Belom, sekalian istirahat aja." balas Alden. "Ada cewe nggak? Gue nggak butuh kalau dia cuman mau numpang tenar di Gevkar."
Apoy sangat tahu sekali bagaimana Alden memilih seorang anggota yang benar-benar mengikuti Gevkar dengan tulus bukan karena hanya menumpang tenar di dalamnya saja. Jika ada, siap-siap saja terkena semprotan kata-kata pedas dari ketua Gevkar. Siapa lagi kalau bukan Alden.
Cowok tinggi dengan tubuh yang tidak terlalu gemuk namun tetap saja tampan membuat cewek-cewek selalu terpesona dengan lelaki itu. Siapa yang bisa menolak pesona seorang Alden?
"Emang ada berapa yang mau masuk?" tanya Alden.
Kini giliran Edgar yang menjawab. "Ada 35 lebih Al,"
"Banyak juga." gumam Alden. "Anak kelas berapa semua?"
"Kelas sepuluh ada tiga orang, kelas sebelas ada dua puluh tujuh, sedangkan kelas duabelas ada lima." Jawab Edgar melihat daftar nama di buku khusus Gevkar.
"Emang lo mau pilih berapa Al?" tanya Giran yang baru saja datang dari kantin membawakan minuman dingin untuk ke enam teman-temannya.
"Lima orang aja." balas Alden.
Apoy berseru. "Gila! Dari 35 orang yang daftar lo mau ambil lima orang doang?"
"Iya." balas Alden santai.
Memang benar Alden ingin menerima lima orang saja karena ia tidak butuh yang bermain-main di dalam perkumpulan Gevkar itu. Yang Alden butuh adalah seorang yang kuat, setia, dan juga yang pastinya tidak menusuk Gevkar dari belakang.
Semuanya pun mengangguk paham apa kata ketua mereka karena jika apa yang dikatakan Alden adalah hal yang wajib di jalankan. Karena, Alden sudah berpegang amanah dalam prinsip Gevkar yaitu tidak mematahkan kepercayaan pendahulu Gevkar. Gevkar sudah berdiri enam tahun lamanya, dan Alden sudah di tunjuk secara langsung oleh ketua Gevkar pada saat itu.
"Gue cabut ke kantin ye guys." Alden pamit kemudian beranjak dari kursinya.
"Yo!" Jawab mereka semua serempak.
Alden keluar dari kelas karena merasa bosan dan juga terhindar dari suara-suara bising itu yang membuat ia kesal setengah mati tetapi ia hanya tetap diam saja. Masa ia harus berteriak menyuruh mereka diam? Oh, Alden bukan seseorang yang seperti itu. Ia tetap tahu diri karena Alden bukan siapa-siapa di kelas.
Disepanjang koridor Alden hanya mendapatkan koridor yang sepi. Alden mengintip di setiap jendela kelas yang ia telusuri ternyata ada Guru yang mengajar. Hanya di kelasnya saja yang tidak belajar. Alden berbelok kiri tetapi tiba-tiba saja ia menabrak bahu seseorang.
"Sorry," kata Alden singkat.
Lalu Alden melenggang pergi, intinya dirinya sudah minta maaf kan? Tetapi langkahnya terhenti karena mendengar gerutuan orang yang ia tabrak.
"Dasar! Nabrak nggak bilang maaf lagi, iya sih dia bilang tapi kek nggak ikhlas gitu. Ish, masih ada juga ya spesies orang kayak gitu. Nggak nolongin lagi!"
Alden menajamkan pendengarannya, ia berbalik badan sambil menyilangkan tangannya masih melihat cewek yang ia tabrak sedang menggerutu sambil mengambil buku-bukunya yang jatuh.
"Apa lo bilang?" ucap Alden.
Pergerakan cewek itu berhenti dan tiba-tiba ia merasakan kehilangan oksigen karena merasa ketahuan sedang menggerutukan cowok itu. Ia menoleh dan bukunya ia angkat juga sambil berdiri. Ia menarik napas panjang lalu membuangnya.
"Lo tuh jalan nggak liat-liat! Jatuh kan buku gue." Cewek itu mencoba berani untuk melawan Alden.
Alden menaikkan alisnya sebelah perlahan mendekat. "So?"
"Y--a, coba nolongin gue kek seenggaknya!" jawab Cewek itu.
Alden melirik name tag Cewek itu yang bernama Anita Radeniska.
"Anita." eja Alden. "Oh nama lo Anita?"
"Kenapa emangnya? Masalah?" tanya Anita malah nyolot.
Berani juga nih cewek, kata Alden dalam hati.
"Nggak." Alden berbalik badan melanjutkan langkahnya menuju ke kantin kembali.
Sedangkan Anita masih menatap kepergian cowok itu. Setelah Alden menghilang Anita melayangkan kepalan tangannya ke udara dengan emosi.
"Ih! Cowok nyebelin! Sok cakep! Awas lo ya, eh nggak deng gue takut juga." Anita berbicara sendiri dengan emosi.
"Eh Ta, lo ngapain marah-marah sendiri? Kesambet lo ya?" tanya Dena yang baru saja menyusul Anita dari ruang guru.
Anita menoleh ke sahabatnya itu lalu menggeleng. "Gak kok. Yuk ke kelas."
Anita pergi terlebih dahulu meninggalkan Dena yang kebingungan sendiri. Cewek berkuncir kuda itu mengerutkan dahinya dalam.
"Ngapa dah tuh anak, aneh." kata Dena bingung sendiri.
===
KAMU SEDANG MEMBACA
Alden
Teen FictionNamanya Alden Bagasaksara, seorang lelaki tampan yang memiliki kekuasaan tertinggi di SMA Rajawali alias ketua geng Gevkar yang paling ditakuti di sekolah. Alden adalah anak yang tidak suka diatur oleh orang asing dan juga tidak suka jika ada seseor...