Part 6

41 2 0
                                    

Part 6.
Jika cinta melabuh..
Kemanakah ia terhenti?
Akankah kamu?

*

Sudah beberapa hari ini Shilla menghilang. Nomornya dihubungi tidak aktif, dicari-cari di sekolahpun tidak ditemukan. Di rumahnya tidak ada siapa-siapa. Pertemuan terakhir Rio dan Shilla ketika Rio mengantarkannya pulang di sore hari yang mendung.

Setelahnya, Shilla tidak kelihatan.
Bel istirahat berbunyi. Rio tetap teguh duduk di kelas, menunggu kelas benar-benar sepi, barulah dia bertindak.

Perlahan-lahan, satu-per satu siswa keluar menghabiskan istirahat di luar. Sebelum Sivia benar-benar pergi israhat, buru-buru Rio menghampirinya. Rio cukup deg-degan mendekati Sivia, dekat dengan Shilla, bukan berarti dengan dengan Sivia juga. Dan ini kali keduanya akan berbicara lagi setelah insiden kantin itu. Dia hanya takut saja di semprot Sivia lagi, maka pertama, Rio memasang kuda-kudanya. Memberikan senyuman manis yang melelehkan kaum hawa.

“Ada apa, Yo?” tanya Sivia sumringah.

Yesss!! Kuda-kudanya berhasil!

Rio mulai stay cool lagi. Harga diri itu penting, “Gue mau nanya, Shilla kenapa nggak berangkat?”

“Shilla?” tanya Sivia tidak percaya. Rio mengangguk.

“Lo nanyain Shilla kemana? Apa? Emangnya kalian ada hubungan apa?” lanjut Sivia masih tidak percaya.

“Kita deket aja.. akhir-akhir ini.. tap—“

“—APA?! Kalian deket? Akhir-akhir ini kalian deket?!!” teriak Sivia histeris.

Matanya membola besar, alisnya terangkat tinggi-tinggi, dan mulutnya menganga lebar. Sangat lucu.

Rupanya Shilla tidak menceritakan kedekatan mereka. Rio terkikik pelan, mata yang Sivia masih saja melotot tidak percaya itu segera meminta jawaban. Rio kembali ke posisi semula. Stay cool.

“Lo ada apa sama Shilla??!” tanya Sivia penasaran.

“Kita deket.. lunch bareng, dinner, or jalan malem mingguan.”

“Kok Shilla nggak cerita?! Kok Shilla nggak cerita sama gue, Yo?!!”

Rio menggedikan bahu, “Shilla kenapa nggak berangkat?”

“Dia sakit, lagi dirawat di rumah sakit. Paling sore ini pulang. Tapi katanya besok masih harus istirahat di rumah.” Jelas Sivia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Oke, thanks,” ujarnya meninggalkan Sivia di kelas yang kosong.

“Lo nggak mau cerita sama gue kenapa kalian bisa deket?!! Atau kenapa Shilla nggak cerita?!” teriak Sivia menatapi punggung Rio yang menjauh. Rio hanya melambaikan tangannya, pertanda tidak. Sivia menggerutu. Cih, Shilla.. lo banyak utang sama gue!

*

Hari ini Shilla pulang. Malam itu, Rio sudah mempersiapkan semuanya. Dia berencana menjenguk Shilla. Rio bahkan sudah repot membawakan buah-buahan, makan malam sebagai cadangan kalau Bi Srikandi belum memasak, juga beberapa catatan Gabriel yang dipinjamnya.

Ketika sampai di sana, ternyata Shilla masih kelelahan, dia terbaring di kamarnya. Rio diajak makan malam bersama Bi Srikandi. Rio menyanggupinya, lagipula tidak sopan menolak rezeki. Kalaupun Shilla tidak bisa memakan makan malamnya, setidaknya Bi Srikandi bisa. Ternyata di meja makan sudah duduk beberapa orang yang tidak dikenalinya.

Mengerti ekspresi Rio, Bi Srikandi buru-buru menjelaskan, “Ini den Ozy, sepupu Nak Shilla. Ini Tuan Farhan Adriansyah, Papa den Ozy. Nah Den Ozy, Tuan Farhan ini Den Rio, teman Shilla yang paling sering datang ke sini. Bibi ke belakang dulu ya, Tuan, Den.” pamit Bi Srikandi tersenyum sopan dan kembali melaksanakan tugasnya.

“Maaf sebelumnya, Pak—“
“Om saja, Rio, kamu putra Pak Alexander kan?”

Rio mengangguk dan tersenyum. Seperti dugaannya, Om Farhan teman dekat Papa. Mereka memang berbeda kantor, tetapi mereka sering bekerja sama. Wajah Om Farhan begitu familiar di matanya.

“Sejak Papa Shilla meninggal dulu, Om yang memegang perusahaan Handoko’s Company, perusahaan milik Papa Shilla.”

Rio manggut-manggut mengerti, sedikit banyak Rio sering mendengar perusahaa Handoko’s Company, ternyata itu perusahaan milik Papa Shilla yang telah lama meninggal. Pantas saja Rio tidak pernah melihat Papa Shilla.

“Nah ini Ozy, dia nggak seberuntung kalian berdua yang bisa sekolah di SMA Pancasila, dia sekolah di SMA Garuda, Ozy ini dua tingkat di bawah kamu, Nak Rio..” jelasnya sembari mengelus puncak kepala Ozy.

Rio meneguk ludah terkejut, lantas tersenyum kikuk. Kalau saja mereka tahu kalau Rio itu hanya menyogok... seperti apa jadinya ya?

“Pa, belum lama Ozy juga liat Kak Rio yang main basket di sekolah Ozy. Kak Rio emang udah terkenal kok, Pa.”
“Rio hebat ya. Shilla nggak salah cari pacar ini..” tuturnya beruntun dengan tawa yang renyah.

Rio tersipu. Pipinya langsung memerah. Hanya saja Rio menyembunyikan rasa bahagianya itu. Dan ditambah fakta kalau orang tua asuh Shilla sudah menyetujui jalinan hubungan mereka. Ups, maksud Rio, akan menjalin hubungan spesial itu.

Sepertinya makan malam itu akan menyenangkan.

*

“Den Rio mau melihat Shilla?” tanya Bi Srikandi disela-sela pekerjaannya membersihkan piring-piring kotor yang berserakan.

Rio mengangguk, “Iya Bi, mau nunggu sampai Shilla bangun,” katanya turut membantu membawa tumpukan piring kotor ke wastafel.

“Yasudah, tunggunya dilantai atas tidak apa-apa, kok. Bibi sudah percaya kepada Rio. Bibi mau cuci piring dulu, setelah itu tidur, Den kalau mau tidur di ruang tengah atau di samping kamar Non Shilla, ya Den,”

Rio mengangguk, “Ke atas dulu ya, Bi..”

Rio beranjak dari ruang makan menuju ke kamar Shilla. Rio menaiki tangga dengan berdebar-debar. Rasanya sudah lama sekali tidak melihat Shilla, senyum Shilla, dan sekarang dia akan bertemu Shilla lagi, meskipun Shilla tengah tertidur. Setidaknya, melihatnya saja sudah mampu membangkitkan semangatnya lagi.

*

Komentar gaiiss.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Leonardo Da VinciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang