Wanita paruh baya itu menanggalkan pakaiannya perlahan, berganti memakai baju tidur berwarna merah. Hanya berjaga, kalau kalau darahnya mengalir, itu tidak akan mencolok.
Kim Hyuna mengamati sekeliling kamarnya untuk terakhir kali, memastikan semua barang barang dalam kamarnya tetap rapi dan bersih. Ia membuka laci, dan dengan hati hati mengambil pistol hitam lengkap dengan peluru di dalamnya. Kemudian tangan yang satunya berusaha menggapai Handphone. Mencoba menghubungi anak perempuan kecilnya.
"Hallo" Terdengar suara anak kecil menggemaskan di seberang sana.
"Jennie, eomma cuma ingin mendengar suaramu sayang"
"Uwaa eommaa, kapan pulang eoh " gadis kecil ini mem-pout kan bibirnya, meskipun itu tidak akan dilihat eommanya.
"Bagaimana keadaanmu dan kakak kakakmu sayang ? "
"Hihihi Jennie baik baik saja eomma, kakak juga. Eomma cepatlah pulang, disini turun salju, Jennie suka"
Oh tuhan. Kami membicarakan cuaca. Pikir Hyuna
"Disini hujan sayang, hujan deras sekali"
"Suara apa itu eommaa "
Petir. Karena hanyut dalam lamunan. ..... Seakan tidak mendengarnya. Daegu sedang di landa badai.
"Itu cuma suara petir sayang" Ia memaksakan diri berkata dengan suara riang. "Ceritakan bagaimana keadaanmu di Seoul"
"Eomma, Jennie sangat bahagia, Jennie seperti seorang putri hihi, Disini banyak sekali teman teman, eomma pulanglah, nanti Jennie kenalkan pada teman teman Jennie. Makanan disini juga enak, Jennie makan banyak sekali kikiki, sampai sampai baju Jennie kotor"
"Eomma, Jennie rindu eomma" suara gadis ini berubah menjadi parau.
"Kenapa terdengar sedih hm? Bukankah bagus, sekarang Jennie sudah memiliki banyak teman kan"
Terdengar suara petir lagi, seakan memberi isyarat. Waktunya telah tiba. Tak ada yng bisa diucapkan lagi kecuali salam perpisahan. "Sayang, eomma masih sibuk, jangan telat makan nde. Jaga kesehatan. Bye bye changiya" Kim Hyuna menjaga suaranya agar tidak bergetar.
Akhirnya hanya tinggal satu hal yang penting lagi untuk terakhir dikatakan. "Aku amat sangat menyayangimu, Jennie" lalu meletakan Handphone dengan hati-hati mengambil pistol. Inilah satu satunya jalan keluar baginya, pikirnya. ia mengangkat pistol itu, menempelkan ya di ujung pelipis, dan menekan pelatuknya.