Akhir tahun pun tiba. Pepohonan kelapa sawit di Bok 21 dicabut menggunakan bulldozer. Lahan dibersihkan.
Dari jauh Nyoto mengamati dengan perasaan penuh. Berkali-kali matanya menatap makam. Di jarak demikian dia tidak mampu menggapai energi gaib makam untuk melakukan dialog dengan penunggunya. Proses bulldozer membersihkan lahan tidak berlangsung lama.
Dua minggu kemudian, para pekerja kembali masuk ke Blok 21, mereka ditugaskan menanam bibit sawit. Belum selesai penanaman, peristiwa menggemparkan terjadi. Para penanam semua kesurupan. Mereka menangis, meraung sembari mencabuti semua bibit yang sudah mereka tanam sendiri. Setelah semua bibit tercabut, pekerja yang kesurupan kembali sadar. Sementara itu terlihat Mandor Musa berkali-kali menelepon Nyoto namun nomor tidak aktif. Tidak punya pengalaman apa pun soal kesurupan, Musa akhirnya meminta semua pekerja pulang.
Di kamp pekerja Musa melihat Nyoto asik minum kopi di warung. "Kenapa hapemu tidak aktif?! Tadi semua pekerja kesurupan di blok dua satu," sungut Musa.
"Maaf, hape dices, tidak aktif supaya cepat penuh," jawab Nyoto. Hari itu terakhir cutinya. Seperti tahun lalu, dia cuti hanya nongkrong di kamp. Jalan-jalan ke luar daerah pikirnya hanya hambur-hambur gaji saja.
"Kenapa jadi bisa kesurupan Bos," tanya Nyoto.
"Mana aku tahu. Makanya aku mau tanya sama kamu. Itu nanti bagaimana? Aman saja kah nanam lagi besok? Aku buta sama sekali soal ginian"
"Eng....sebaiknya biarkan saja Bos Blok 21 kosong, itu lebih aman kayaknya"
"Nyoto mana bisa. Hasil panen Blok 21 bisa gaji kamu dan beberapa karyawan setiap bulan"
"Tapi untuk ini saya juga ragu bisa nangani. Penunggu makam kayaknya tidak mau kompromi lagi"
"Cobalah dulu"
Esoka harinya penanam kembali. Nyoto turut serta. "Ayo tanam lagi. Tidak usah takut ada Nyoto di sini. Semua akan baik-baik saja," perintah Musa. Nyoto hanya tersenyum dipaksakan, matanya tidak lepas dari makam, wajahnya pucat.
Para pekerja menanam dengan gerakan kaku, waspada. Tidak ada canda terdengar seperti biasa. Mereka menanam bergerombol, enggan jauh dari rekan di sampingnya. Satu-satu sawit yang kemarin dicabut dimasukkan lagi ke dalam lubang. Waktu berjalan terasa sangat lambat. Musa menghisap rokoknya dengan gelisah. Nyoto juga gelisah, mulutnya terus komat-kamit, entah kenapa dia merasa ada yang salah.
Tiba-tiba di luar dugaan, saat bibit sawit sudah hampir habis masuk lubang, para penanam berteriak nyaring. Mereka berlari garang ke arah Nyoto. Mata beringas, hendak menerkam. Nyoto kaget, mulutnya semakin keras merapal mantra. "Wahai penguasa blok dua satu, izinkan kami sekali ini saja, kami akan buatkan kubah di makammu," teriaknya di sela rapalan mantra.
Tapi sepertinya kemarahan penunggu sepertinya sudah sampai puncaknya. Penanam kerasukan terus saja merangsek maju. Menerkam Nyoto yang mencoba berlari. Namun pekerja sudah mengepungnya. Hampir berbarengan mereka memukul Nyoto, memitingnya, memeluknya brutal. Nyoto hanya bisa berteriak kesakitan, semakin melawan semakin besar rasa sakit dia terima. Nyoto akhirnya kehabisan tenaga, dia jatuh hampir tidak sadarkan diri.
Sambil terbaring lemah, Nyoto melihat para penanam berlarian berserabutan. Mencabuti bibit sawit dari lubangnya. Setelah itu semua gelap
KAMU SEDANG MEMBACA
KESURUPAN
Bí ẩn / Giật gânKonon makam itu menyimpan tulang belulang seorang raja. Raja dengan dua selirnya. Raja itu kabarnya hidup dan memerintah ratusan tahun yang lalu. Ada beberapa keturunannya di desa. Waktu perusahaan kelapa sawit masuk ke desa belasan tahun lalu, bebe...